Inilah Sekelumit Asal Muasal Lokalisasi Sunan Kuning di Semarang

Bagi warga kota Semarang nama Sunan Kuning atau SK pasti tak asing di telinga. Ikon prostitusi terbesar di Jawa Tengah ini setidaknya ada beberapa penyebutan lain yaitu Siangkang, 17 Kilo dan Kalibanteng Belok Kiri (KBRI).


Prostitusi yang merupakan pindahan dari Karang Kembang ini mulai ramai pada tahun 1963 hingga sekarang. Dari data yang ada setidaknya lokalisasi yang masuk dalam wilayah Kalibanteng Kulon, Semarang Barat  ini terdapat 160 wisma, 225 room karaoke, dan dihuni sekitar 500 pekerja seks komersial.

Dalam perjalananya lokalisasi yang bernama asli Argorejo ini meninggalkan banyak cerita diantaranya kasus pembunuhan, gantung diri, pengeroyokan dan perilaku kriminal lainya, hingga masyarakat memberikan stigma negatif pada masyarakat yang berdomisili di sekitar lokalisasi Argorejo.

Rayuan wanita menor, Irama musik dangdut dan canda tawa genit yang kadang berbau porno adalah pemandangan yang saban hari tersaji di lokalisasi yang konon kebutuhan kondom bagi PSK mencapai 14.000 per minggu dan yang paling mencengangkan adalah transaksi esek-esek mencapai Rp.500 juta/harinya.

Dari sekian banyak yang terkena dampaknya dengan keberadaan lokalisasi ini adalah sebuah makam yang berada di bukit Pekayangan atau masyarakat sekitar menyebutnya Tepis Wiring yang terdapat makam seorang penyebar agama Islam di kota Semarang bernama Soen An Ing. Lantaran  kesulitan lidah jawa yang melafalkan nama Soen An Ing akhirnya diucapkan menjadi Sunan Kuning.

Menurut Soetomo (68) Juru kunci yang merupakan generasi ke lima mengatakan bahwa keberadaan lokalisasi Argorejo ini sangat merugikan komplek makam tokoh penyebar agama Islam karena mendompleng nama Sunan Kuning yang merupakan tokoh yang dihormati di eranya.

Mbah tomo menyebut, dari penuturan pendahulunya bernama mbah Sarpan mengatakan masih banyak peziarah yang datang ke makam Sunan Kuning. Namun memasuki tahung 1963 nama harum makam Soen An Ing tercoreng  dengan ditetapkan daerah Argorejo sebagai daerah Resosialisasi PSK. 

Mulanya lokalisasi itu jauh dari makam Sunan Kuning. Namun seiring perkembangan jaman lokalisasi itu meluas dan mendekati makam Sunan Kuning. Nama lokalisasi  Argorejo pun kemudian lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan lokalisasi Sunan Kuning atau SK.

"Secara garis besar Sunan Kuning dengan lokalisasi tersebut tidak ada hubungan sama sekali hanya lokasinya saja yang berdekatan. Boleh jadi saat itu Resosialisasi  Argorejo mendompleng ketenaran nama tokoh Cina muslim Soen An Ing . Namun sekarang menjadi terbalik nama Soen An Ing penyebar agama Islam di tanah Semarang seperti ditelan bumi, yang ada adalah nama lokalisasi SK, tempat penikmat Syahwat," ungkap Mbah Tomo.

Dari keterangan mbah Tomo diketahui makam Sunan Kuning ini ditemukan sekira tahun 1700. Hal ini dikuatkan dengan prasasti dan tulisan di batu nisan perihal nama maupun jatidiri yang ada di makam tersebut  menyebutkan bahwa Soen An Ing adalah salah satu tokoh Tionghoa penyebar agama Islam di kota Semarang pada jamanya. Selain sebagai penyebar agama Islam , Soen An Ing ini dikenal juga sebagai ahli pengobatan yang terkenal hingga mancanegara.

"Belum diketahui pasti kapan wafatnya,  tapi pada eranya dulu beliau merupakan ahli pengobatan yang terkenal," imbuh mbah Tomo sambil menerawang jauh.

Penulis Remy Silado,  dalam buku 9 Oktober 1740; Drama Sejarah, dalam catatan seorang Tionghoa di Semarang, Liem Thian Joe, menyebut bahwa Sunan Kuning sebenarnya memiliki nama populer Raden Mas Garendi.

Buku itu juga menyebutkan bahwa Sunan Kuning berasal dari kata Cun Ling (bangsawan tertinggi). Cun Ling adalah salah satu tokoh yang berperan penting dalam peristiwa Geger Pacinan tahun 1740-1743.

Dalam Geger Pacinan 1740-1743, Persekutuan Tionghoa-Jawa Melawan VOC, RM Daradjadi menyebut Raden Mas Garendi bersama Kapitan Sepanjang (Khe Panjang) dan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) mengobarkan perlawan sengit terhadap VOC di wilayah kekuasaan Mataram. Perlawanan itu disebut sebagai pemberontakan terbesar yang dihadapi VOC selama berkuasa di Nusantara.

Dalam kesempatan tersebut mbah Tomo menyambut baik rencana pemerintah kota Semarang yang akan menutup Relokasi Argorejo pada tahun 2019 mendatang. Jika rencana tersebut terwujud makam Sunan Kuning diharapkan bisa menjadi tujuan wisata disamping ikut melestarikan nilai budaya dan penghargaan terhadap tokoh penyebaran agama Islam dan pejuang melawan VOC.

"Semoga leluhur juru kunci terdahulu  mbah Bayat Saribin penemu kali pertama makam Sunan Kuning, disusul mbah Timan, mbah Jasman,  mbah Sarpan ikut bangga kalau rencana itu benar benar nyata," pungkas Mbah Tomo juru kunci ke lima sejak tahun 1980 mengakhiri cerita.