Kasus Perumahan Korpri Salatiga, Ucok : Dari Kasus Perdata, Kini Menjurus Pidana (Bagian 2-bersambung)

Suroso Ucok Kuncoro menunjukkan denah rumah Perumahan Korpri Prajamulya Salatiga.
Suroso Ucok Kuncoro menunjukkan denah rumah Perumahan Korpri Prajamulya Salatiga.

Sebagai pihak yang mengetahui perjalanan munculnya kasus hukum Perumahan Korpri Salatiga, Suroso 'Ucok' Kuncoro mengaku, tidak terkejut ketika kasus jual beli orang perorangan dengan pihak pengembang perumahan tersebut, akhirnya merembet ke banyak pihak.


Kepada RMOL Jateng, Ucok  membeberkan,  jika pemerintahan  Yuliyanto-Harris (Yaris) selama dua periode, hanyalah ketiban sampur dari rentetan persoalan perumahan Korpri Salatiga. 

"Perumahan Korpri Salatiga itu mulai dibahas sekitar tahun 2006 saat pemerintahan Walikota Totok Mintarto- John Manoppo (Tom-John) di periode pertama," ungkap Ucok, yang pernah menjabat Kabag Hukum dan Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi Pemkot Salatiga ini. 

Ucok melanjutkan, pada periode ke-2 Tom-John rencana pembangunan Perumahan Korpri Salatiga kembali bergulir. Hanya saja, Totok Mintarto meninggal dunia dan tinggal Jhon Manoppo melanjutkan pemerintahan hingga tuntas. 

Setelah lengser, pemerintahan dilanjutkan generasinya Yaris.  Saat inilah, terjadi sejumlah kasus, diantaranya ASN pemilik rumah menjual atau mengontrakan rumahnya kepada pihak lain. 

"Saat itu, Sekdanya Agus Rudianto,  yang ketika itu juga menjabat Ketua Dewan Pengurus Korpri Salatiga. Disitulah muncul di beberapa berkas pemohon Perumahan termasuk mengajukan IMB," terang Kabag Hukum periode 1998 - 2000 dilanjutkan 2002 - 2007. 

Ia juga membeberkan, jika status tanah perumahan Korpri Salatiga itu merupakan hak pakai Provinsi Jateng setelah adanya, perluasan wilayah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992.  Semula, tanah itu untuk lahan pertanian hingga akhirnya menjadi hak pakai Pemkot Salatiga Nomor 27 Tahun 1992 . 

"Lahan hak pakai Nomor 27 itulah yang kemudian dijadikan lahan untuk membangun perumahan KORPRI Prajamulya," papar mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga, hingga pensiun pada tahun 2009.

Saat itu, ada program membangun perumahan bagi ASN. Korpri Salatiga mengajukan permohonan untuk mendapatkan tanah untuk membangun perumahan tersebut. Perumahan diperuntukkan bagi ASN bergolongan rendah agar dapat memiliki rumah yang murah dan layak. 

Catatan Ucok ihwal pengadaan Perumahan Korpri Salatiga.

"Pihak DPRD saat itu dipimpin Teddy Sulistya, kemudian menyetujui permohonan itu, sehingga terbitlah surat keputusan dari Kepala Kantor Pertanahan Salatiga," imbuhnya. 

Menggandeng pihak pengembang dari Magelang yakni PT SSGT, akhirnya perumahan itu dibangun. Untuk status tanah, yang semula berstatus hak guna bangunan atau HGB, kemudian pemilik rumah berupaya mengajukan peningkatan status menjadi hak milik (HM).  

Perubahan dari HGB menjadi HM itu, kata Ucok, atas permohonan orang perorang agar status hukumnya menjadi jelas. 

Permasalahan saat ini, kata Ucok, karena ada ada masalah perdata antara pengembang dengan para pemilik rumah. Sebanyak 61 orang ASN belakangan diketahui membayar cicilan rumah melalui seorang oknum staf pengembang, yang tidak menyetor uang itu kepada pengembang. 

"Namun saat ini jika ada pemanggilan Kepolisian, berarti ada ranah Pidana. Apakah itu penipuan, apakah penggelapan, itu saya kurang tahu. Kalau penyidik dari Krimum (Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng), berarti tindak pidana umum. Jadi dari semula kasus perdata, kini mulai menjurus ke ranah tindak pidana umum," imbuhnya. 

Ucok juga menerangkan, bahwa fakta saat ini tidak dapat dipungkiri ada pihak berupaya melakukan perubahan-perubahan atau proses pemindahan/peralihan balik nama. 

‘’Dengan alat bukti dari sertifikat saja itu sudah jelas. Faktanya, indikasi jual beli berarti ada yang mencari keuntungan. Beli murah, jual mahal. Jadi mencari keuntungan," tuturnya. 

Menurut Ucok,  ada pihak-pihak yang patut diduga dan mengetahui  terkait perubahan atau pemindahan atau balik nama itu. Yang tahu soal ini adalah notaris dan PPAT.