Kemenkeu Disemprot DPR

DPR menyemprot Kemente­rian Keuangan (Kemenkeu). Pasalnya, kementerian yang dipimpin Sri Mulyani ini dinilai tidak bisa mematok nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.


Kemarin, Badan Anggaran (Banggar) DPR dan Kemen­keu melakukan rapat kerja ber­sama untuk membahas asumsi nilai tukar rupiah yang ada di dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Ke­bijakan Fiskal (KEM PPKF) Rancangan Anggaran Penda­patan dan Belanja Negara (RAPBN). Namun, sayangnya DPR tidak puas dengan asumsi Kemenkeu yang mematok nilai rupiah 2019.

Kemenkeu sendiri mematok nilai tukar rupiah pada 2019 sebesar Rp 13.700 - Rp 14.000 per dolar AS. DPR menilai angka tersebut tidak realistis lagi. DPR meminta pemerintah merevisi hal tersebut.

Anggota Banggar DPR Abdul Hakam Naja mem­inta, pemerintah menghitung ulang asumsi nilai tukar ru­piah terhadap dolar sesuai dengan kondisi saat ini. "Saya kira target dalam rentang Rp 13.700-14.000 sudah keting­galan kereta. Jadi, seharusnya lebih realistis," katanya dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL

Menurut dia, seharusnya Ke­menkeu mematok nilai tukar rupiah lebih tinggi lagi. Apalagi, saat ini nilai tukar rupiah su­dah di atas Rp 14.000. Asumsi kondisi nilai tukar tahun depan idealnya Rp 13.700 - Rp 14.200. Nilai itu lebih realistis ketim­bang yang sebelumnya.

"Pemerintah harus men­gantisipasi beban pemerintah, subsidi dan utang (karena dampak pelemahan rupiah)," ujarnya.

Selain itu, dia juga meminta mewaspadai pelemahan nilai tukar rupiah yang terus men­dalam. Karena, hal itu akan menambah beban pemerintah khususnya dari sisi utang luar negeri untuk energi. "Pemerin­tah harus betul-betul antisipasi hal-hal beban pemerintah yaitu subsidi energi, beban utang, khususnya utang luar negeri," tegasnya.

Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu melihat, kejatuhan rupiah mengacau­kan asumsi APBN yang telah dirancang. Saat ini rupiah terus merosot bahkan ke level yang lebih ekstrem hingga jatuh ke Rp 14.400 per dolar AS. "Asumasi nilai tukar dalam APBN memang harus dirubah. Akan kesulitan kalau tidak terutama dalam penentuan harga minyak dan pembayaran utang luar negeri," ujarnya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara memastikan pemerintah akan terus men­gawasi pergerakan nilai tukar rupiah. Bank Indonesia sendiri telah menyiapkan kebijakan untuk mengatasi itu.

"Pergerakan ini kami was­padai terus semuanya. Oto­ritas yang melakukan kebi­jakan, Bank Indonesia sudah mengambil kebijakan untuk itu," ujarnya.

Suahasil menjelaskan, ala­san rupiah melemah terhadap dolar AS disebabkan berbagai faktor misalnya seperti suku bunga acuan yang masih tinggi sehingga pelaku pasar memilih untuk menaruh uangnya di AS untuk memperoleh keuntun­gan. "Suku bunga Amerika relatif lebih tinggi dan diper­kirakan masih akan naik," katanya.