Buruknya Tata Kelola Pemerintahan Perparah Kondisi Jalan di Daerah

Buruknya tata kelola pemerintahan turut memperparah kondisi jalan di daerah. Anggaran untuk pembangunan infrastrutur jalan kerap dikorupsi oleh oknum kepala daerah.


 ‘’Karena anggaran terbesar dalam APBD adalah membangun infrastruktur jalan, jadi barang empuk untuk dikorupsi oknum pemerintah daerah,’’ ungkap Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, Senin (22/5). 

Dipaparkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan jalan rusak mencapai 174.298 km atau 31,91 persen dari total panjang dari panjang seluruh Indonesia yang mencapai 546.116 km. Kondisi jalan rusak sedang di Indonesia sepanjang 139.174 km, kondisi jalan rusak ringan 87.454 km dan jalan dalam kondisi rusak berat sepanjang 86,844 km.

‘’Untuk itu, pemerintah pusat mengalokasikan tambahan Rp 32,7 triliun untuk perbaikan jalan daerah pada tahun 2023,’’ kata Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, ini. 

Djoko menuturkan, salah satu penyebab utama jalan rusak adalah truk yang mengangkut melebihi tonase dan dimensi sehingga pemerintah diminta terlebih dulu membangun fasilitas jembatan timbang. Harapannya dengan adanya alokasi anggaran dari pemerintah pusat untuk membangun atau memperbaiki jalan di daerah dapat mengurangi prosentese jalan rusak di daerah.

Dikatakan, baru-baru ini publik disibukkan dengan pemberitaan jalan rusak di Provinsi Lampung. Bahkan, Presiden turun langsung mengecek di lapangan. Kemudian berlanjut di Provinsi Jambi dan Sumatera Utara. Fakta di tiga provinsi tersebut memang banyak yang rusak parah.

Dengan kondisi jalan yang rusak, kendaraan harus melaju dengan hati-hati agar kendaraan tidak cepat rusak dan kecelakaan dapat dihindari. Kondisi jalan yang rusak ini sudah terjadi puluhan tahun lalu, namun tak kunjung diperbaiki.

Kesenjangan pembangunan infrastruktur

Menurut Djoko, kesenjangan pembangunan infrstruktur jalan masih dirasakan masyarakat. Terutama infrastruktur jalan banyak yang belum tersentuh dan berbanding terbalik dengan pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat. Sejumlah jalan rusak di daerah seakan-akan sulit tersentuh anggaran pembangunan dari pusat.

Pemerintah Presiden Joko Widodo di periode kedua terus menggenjot pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol. Pembangunan infrasruktur yang merata diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi suatu negara. 

‘’Namun faktanya,  di republik ini kesenjangan infrastrukturnya masih jauh. Di tengah gencarnya pembangunan jalan tol Trans Jawa, Tran Sumatera dan lainnya, ada ketimpangan antara jalan desa, jalan kabupaten, jalan provinsi hingga jalan nasional yang jauh kata layak. Entah itu rusak atau belum diaspal, hingga kendaraan sulit untuk melintas. Alhasil, roda perekonomian yang harus bisa menyentuh ke dusun-dusun jelas bisa terhambat,’’ tandasnya.

Padahal,  sudah ada pembagian kewenangan membangun jalan. Tanggungjawab jalan nasional berada di pemerintah pusat, jalan provinsi tanggungjawab gubernur, jalan kabupaten/kota tanggung jawab bupati/walikota.

Jalan yang sebenarnya menjadi akses beraktivitas justru mengkhawatirkan untuk digunakan. Parahnya kondisi jalan bukan hanya menghambat perjalanan namun juga sering menimbulkan kecelakaan hingga merenggut korban jiwa.. 

‘’Mirisnya, meskipun masyarakat sudah menyampaikan aspirasi ke pemda, namun hasilnya tidak seusai harapan masyarakat. Terkadang truk-truk besar yang lalu lalang dengan muatan puluhan ton melebihi muatan turut memperparah kondisi jalan,’’ pungkasnya.