Kita Kutuk Kekerasan Seksual yang Marak di Lingkungan Pendidikan

Ilustrasi kekerasan seksual pada anak. foto: net.
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak. foto: net.

Belum selesai kasus Herry, muncul lagi kasus pencabulan yang dilakukan seorang guru di Kabupaten Tasikmalaya. KPAID Tasikmalaya mengungkap, pelaku berpura-pura memberikan perhatian kepada santriwati yang sakit sebelum melakukan pencabulan, dilaporkan ada 9 remaja yang jadi korban. Di Cilacap, seorang guru agama di sebuah sekolah dasar melakukan pelecehan seksual kepada 15 orang siswinya di ruang kelas, dengan iming-iming nilai bagus.

Serangkaian kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan itu, terungkap secara beruntun, walaupun dalam periode waktu yang berbeda. Kita terguncang, prihatin, menangis, marah atas fakta memilukan tersebut. Kita mengutuk berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi justru di ranah sangat terhormat: lembaga pendidikan. Kita tidak rela, anak-anak kita, yang notabene masih dibawah umur, belum lagi akil baliq, sudah mendapat kenyataan pahit: kehormatannya direnggut, masa depannya direbut, oleh mereka yang seharusnya melindungi dan memberi teladan: guru.

Publik pantas dan sangat layak untuk marah, karena kejadian sangat memalukan, sekaligus memilukan, itu justru telah mencoreng lembaga pendidikan, bahkan bukan lembaga pendidikan biasa, tapi membawa kata ‘’agama’’. Marwah lembaga pendidikan agama sontak tercoreng dan tercabik-cabik, sederetan kasus ini bagai melempar kotoran sapi ke muka para pemimpin agama, para guru agama, yang telah puluhan bahkan ratusan tahun bersusah menjaga marwah, kehormatan, kesucian, dan juga moralitas di lembaga-lembaga pendidikan agama di negeri ini.  Para pelaku kekerasan seksual itu, entah sadar atau tidak, telah merusak tatanan nilai moralitas, kesucian dan kehormatan dari lembaga pendidikan agama di negeri ini. Mereka juga sekaligus merobek kepercayaan publik, yang telah berurat berakar kepada para lembaga pendidikan agama tersebut.

Fenomena Gunung Es

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas gusar dan meradang. Gus Yaqut segera bertindak. Pihaknya langsung menyiapkan langkah strategis untuk mencegah dan mengantisipasi terjadinya kembali kasus serupa. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan investigasi.

“Saya sudah memerintahkan kepada jajaran untuk melakukan investigasi kepada sekolah-sekolah seperti ini, boarding-boarding ini, yang kita sinyalir terjadi pelanggaran serupa, kekerasan seksual, pelecehan seksual dan seterusnya,” tegas Menag.

“Kasus ini sangat tidak baik bagi anak bangsa dan juga tentu agama. Karena ini mengatasnamakan agama semua lembaga pendidikannya,” sambungnya.

Langkah kedua, lanjut Menag, pihaknya menjalin kerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), aparat kepolisian, dan pihak terkait lainnya dalam penanganan masalah ini, termasuk dalam proses investigasi. Menag mengaku khawatir kasus pelecehan seksual yang belakangan mencuat di lembaga pendidikan itu merupakan fenomena gunung es.

“Kita mau selesaikan ini. Mudah-mudahan tidak ada lagi kasus. Kita mohon dukungan, kita bisa tuntaskan permasalahan ini dengan cepat. Ini bukan hanya merugikan Islam, tapi juga anak-anak yang menjadi korban dan keluarga mereka, kasihan sekali,” ungkap Menag, prihatin.

Ketiga, Kementerian Agama juga akan memperbaiki prosedur pemberian izin operasional lembaga pendidikan agama dan keagamaan. Menag menggarisbawahi pentingnya pengetatan pelaksanan verifikasi dan validasi sebelum menerbitkan rekomendasi.

“Jadi tidak boleh rekomendasi yang muncul dari Kementerian Agama itu hanya berupa kertas. Rekomendasi harus didasarkan pada hasil verifikasi dan validasi lapangan. Jadi petugasnya harus datang melihat, menyaksikan, baru mengeluarkan rekomendasi izin,” tandasnya.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen saat memberikan sambutan pada acara Harlah ke - 6 Jam'iyyah Pengasuh Pesantren Putri dan Muballighah (JP3M) di Ponpes Al Mubarok Manggisan Kabupaten Wonosobo, Selasa (14/12/2021) menegaskan, agar kasus-kasus kekerasan seksual itu menjadi momentum untuk membuktikan dan menyuarakan ajaran pondok pesantren yang murni. Pondok pesantren yang murni, kata Gus Yasin, adalah yang mengedepankan akhlakul karimah dan syariat islam.

Apabila persoalan seperti ini tidak direspon, menurut Taj Yasin, berpotensi membuat masyarakat tidak percaya dengan pendidikan di pondok pesantren. Masyarakat menjadi fobia karena pondok pesantren tidak memberikan jaminan rasa aman dan nyaman untuk belajar agama.

"Kalau mereka (masyarakat) fobia dengan pondok pesantren, lalu bagaimana tanggungjawab kita sebagai masyarakat pesantren. Padahal kita tahu banyak pondok-pondok pesantren yang lebih bagus dari pondok-pondok pesantren yang saat ini diberitakan masif," ujarnya.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bahkan meminta Dinas Pendidikan untuk mengumpulkan semua guru. ‘’Saya minta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, kerja kita nampaknya harus lebih keras lagi. Dinas pendidikan saya minta kumpulkan semua guru dan kepala sekolah, nggak boleh ada lagi cerita seperti ini," kata Ganjar usai menjadi narasumber pada acara "Ngobrol Penak Sareng Mas Ganjar dalam rangka memperingati Hari Ibu di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kamis (16/12/2021).

Ganjar meminta agar di setiap ruang publik atau yang sulit dijangkau agar dipasang CCTV. Sebab, beberapa kasus kekerasan seksual tersebut dilakukan di tempat yang seharusnya anak merasa nyaman.

"Kalau perlu pasang cctv di sekolah-sekolah itu. Kalau tidak, kita akan kecolongan bahkan di tempat yang seharusnya anak merasa nyaman pun, menjadi tempat yang berbahaya," tegasnya.

Serangkaian kasus kekerasan seksual itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Betapa tempat yang seharusnya membuat anak nyaman dan terlindungi, justru menjadi tempat yang sangat berbahaya. Lembaga di mana para orang tua menaruhkan banyak harapan untuk masa depan anak-anak mereka, justru telah merenggut masa depan mereka ke titik paling nadir dan kelam. Tempat yang seharusnya menjadi penjaga dan pengajar untuk membentuk moralitas dan akhlak anak, malah menjadi tempat yang merusak keyakinan mereka ke tubir paling gelap. Di mana moralitas itu, ke mana gerangan marwah dan kehormatan itu, jika di lembaga yang mengklaim paling mulia, justru menjadi neraka jahanam yang memberangus kehormatan dan kesucian anak-anak?

Sekali lagi, kita kutuk para predator seks yang bersemayam di lembaga-lembaga pendidikan agama. Mereka layak dan pantas dihukum seberat-beratnya dengan pengadilan yang bersih dan adil. Kita berharap, anak-anak para korban kekerasan seksual mendapat perlakuan yang adil dan pemulihan yang paripurna bagi mental, jiwa dan spiritualitasnya. Kita tidak ingin, kasus-kasus kekerasan seksual atau kekerasan apapun terjadi lagi di lembaga-lembaga pendidikan, baik berlabel umum, apalagi yang berlabel agama. Kita berharap, noda hitam dalam lembaga pendidikan agama di Tanah Air, cukup sampai di sini. Jangan ada lagi korban-korban yang berjatuhan, anak-anak tak berdosa yang harus kehilangan kesucian, kehormatan dan masa depannya di lembaga pendidikan terhormat di negeri ini.