Kolaborasi Entaskan Stunting dan Kemiskinan di NTT Melalui Inovasi Program Konsorsium Perguruan Tinggi

Istimewa
Istimewa

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) berkomitmen dalam pengentasan kemiskinan dan stunting.  

Sebagai tindaklanjut komitmen tersebut bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Brawijaya (UB) khusus membentuk Konsorsium Perguruan Tinggi (KPT) untuk pengentasan kemiskinan dan stunting di NTT yang memiliki angka prevalensi tinggi. 

Mendukbangga/Kepala BKKBN Dr. H. Wihaji, S.Ag., M.Pd. menegaskan akan mendukung KPT dengan membuka ruang kerja bagi KPT.  

"Kemendukbangga/BKKBN akan terus berjuang menurunkan jumlah anak stunting khususnya di NTT yang angka prevalensinya tinggi dan Provinsi Jawa Barat dengan jumlah anak stunting terbanyak. Kami membuka ruang kerja bagi pelaksanaan aksi KPT untuk mendukungnya,” jelas Menteri Wihaji saat menyambut kunjungan Gubernur NTT Apt. Emanuel Melkiades Laka Lena, S.Si. di Kantor Kemendukbangga/BKKBN Sabtu (8/3).

Ia juga mengatakan program Presiden RI dan Wakil Presiden RI Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya bagi anak sekolah tapi juga akan difokuskan pada ibu hamil, menyusui, balita non-PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).

“Pelaksanaan MBG di NTT juga akan fokus dengan sasaran ibu hamil, ibu menyusui, balita Non-PAUD dengan kolaborasi kami mengerahkan para Penyuluh KB (PKB) dan para Tim Pendamping Keluarga (TPK). Program ini akan dilaksanakan melalui Kampung Berkualitas yang sudah terbentuk sangat mapan dengan memastikan menu-menu dari pangan lokal dan outcome-nya,” tambahnya.

Menurut data Survey Kesehatan Indonesia tahun 2023, angka prevalensi stunting di NTT masih 37,9%. Angka yang masih terbilang sangat tinggi dibanding angka prevalensi stunting nasional yaitu 21,5%. 

Gubernur NTT pada kesempatan yang sama berharap segala upaya yang dilakukan dalam pengentasan stunting di NTT harus berdampak dan terukur.

“Semua program yang dilaksanakan untuk pengentasan kemiskinan dan stunting harus berdampak dan terukur, berapa jumlah anak stunting dan berapa jumlah penurunan anak yang stunting setelah dilakukan intervensi dalam program. Kita fokus pada prakonsepsi atau persiapan kesehatan sebelum kehamilan terjadi dan 1.000 Hari Pertama Kehidupan,” ujarnya.

Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemendiktisaintek Dr. M. Fauzan Adziman, Ph.D yang juga hadir dalam pertemuan tersebut membahas tentang pembangunan ekosistem di NTT melalui rencana aksi KPT.

“Pentingnya membangun ekosistem sehingga suatu Provinsi bisa membangun dirinya sendiri. Konsep KPT di masa depan akan direplikasi di provinsi lainnya,”

Beberapa program dalam KPT yang akan dilaksanakan antara lain inovasi rekayasa sosial dan kelembagaan, inovasi kesehatan dan lingkungan, inovasi pengelolaan pangan lokal bergizi, inovasi produksi bahan pangan lokal bergizi dan pengembangan dan keberlanjutan.