Kreativitas Yogi Sutrisno (31) warga Dusun Melung Desa Larangan Kecamatan Pengadegan, Purbalingga, terbilang unik.
- Pemudik di Bandara Ahmad Yani Naik 40 Persen dari Tahun Lalu
- XL Bakal Bangun 100 BTS 5G di 2022
- Perumda Giri Aneka Usaha Setor Ke Kasda Rp 1,4 miliar
Baca Juga
Ia memproduksi jam tangan unik berbahan kayu. Hasil kerajinannya yang digeluti sejak tahun 2017 telah merambah pasaran di berbagai kota di Indonesia.
Yogi bercerita semenjak lulus SMK Kaligondang tahun 2011, dirinya mulai usaha pembuatan boneka Jepang.
Produksi itu mengalami penurunan pada tahun 2015 hingga tidak berproduksi lagi. Kemudian, Yogi pun banting setir memulai usaha pemotongan ayam, namun usaha ini belum menggembirakan secara signifikan.
Awal tahun 2017, Yogi mendapatkan rekomendasi dari teman untuk membuat jam tangan dari kayu. Yogi pun tertarik dan mulai mencari informasi di internet terkait dengan cara pembuatan jam tangan. Berbagai eksperimen jam tangan pun dibuatnya namun terus mengalami kegagalan, namun dari berbagai kegagalan ini Yogi tak putus asa.
Selama 1,5 tahun mengalami kegagalan, sekitar pertengahan tahun 2018 baru bisa menjual jam tangannya, sampai saat ini penjualannya satu bulan sekitar 40 buah yang dijual per pieces nya sekitar Rp400-500 ribu.
"Penjualannya lumayan banyak, omset sampai saat ini bisa mencapai Rp30 juta per bulan,” kata Yogi, Sabtu (25/6).
Yogi mengungkapkan, penjualan dilakukan secara online di Tokopedia dan Shopee yakni di lapak “Halba_Indonesia”. Para penggemar dari rata-rata anak muda seantero Indonesia.
Yogi mengatakan, pernah ada konsumen dari Singapura, namun belum bisa dilayani dikarenakan antara biaya ongkos kirim dan jamnya hampir sama sehingga belum bisa dilakukan.
Dijelaskan Yogi, bahan kayu untuk membuat jam berasal dari daerah Banjarnegara dan Cinangsi yang merupakan kayu limbah-limbah sisa pemotongan.
Namun kayu limbah tapi tidak sembarang limbah yang mempunyai warna, serat dan kekerasan bagus. Jenisnya ada dua yakni kayu Sonokeling dan kayu maple yang merupakan kayu impor.
“Untuk finishing kami tidak menggunakan pewarna kayu asli, warna kayu dibiarkan secara natural. Takutnya jika memakai pewarna ada kulit yang sensitif sehingga tidak dilakukan pewarnaan, hanya dilakukan pernis saja,” katanya.
Karena dibutuhkan ketelatenan yang super, sampai saat ini Yogi hanya dibantu oleh satu orang karyawan tetap, namun jika pesanan membludak kadang harus melibatkan tetangga sekitar.
Sampai saat ini kerajinan jam kayu di Purbalingga masih sangat terbatas, dikarenakan prosesnya membutuhkan ketelitian tinggi.
Selain melalui penjualan secara online, untuk meningkatkan penjualannya Yogi sering mengikuti kegiatan festival-festival yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Selain itu, juga sering kerjasama dengan beberapa temannya untuk membuat sebuah konten di berbagai platform media sosial
“Untuk membuat sebuah kesuksesan, diperlukan ketelatenan, pantang menyerah dan melihat peluang pasar yang ada, jangan hanya mengandalkan bantuan pemerintah saja,” ujar Yogi saat ditanya kunci sukses usahanya.
- Tajir Mendadak dari NFT, Ghozali Bakal Terus Selfie Sampai Wisuda
- Kunjungi Dua Pabrik di Wonogiri, Gibran Dorong Produksi Dalam Negeri
- Pakai Mobil Listrik Siapa Takut? PLN Sediakan Diskon Home Charging dan SPKLU