Pemerintah menyebut kebijakan impor bahan pangan dilakukan untuk menjaga kebutuhan masyarakat.
- Arnaz : Kadin Kota Semarang Concern Dorong UMKM Potensial Lakukan Ekspor
- Smartfren Gandeng UN1TY Untuk Lebih Dekat ke Generasi Muda
- SG Sabet Dua Penghargaan BUMN Awards dari The Iconomics
Baca Juga
Deputi III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Strategis, Kantor Staf Presiden, Denni Puspa Purbasari mengatakan pemerintah tidak bisa mempertaruhkan perut rakyat dengan tidak mengimpor bahan pangan strategis dalam hal ini beras.
Pernyataan Denni itu merespons kritik bakal calon wakil presiden Sandiaga Uno yang menyebut pemerintah tidak bisa mendayagunakan kekuatan ekonomi rakyat sehingga harus mengimpor bahan pangan dan berkontribusi terhadap pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
"Pemerintah tidak boleh mempertaruhkan perutnya rakyat kalau kita tahu beras kebutuhan pokok kurang, kita harus realistis lebih kita. Baik berjaga-jaga. Impor itu untuk memperkuat cadangan, itu logika. Kenapa impor bahan pangan seperti beras," kata Denni usai diskusi dengan tema Jurus Jitu Jagain Rupiah di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9).
Menurut Denni, impor bahan pokok juga erat kaitannya untuk menjaga daya beli khususnya di kalangan bawah. Pasalnya, 25-32 persen belanja kebutuhan keluarga miskin adalah bahan pangan sehingga pemerintah harus menjaga harga.
Selain itu, kontribusi impor bahan pangan terhadap nilai total impor Indonesia tidak begitu besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Juli 2018 nilai impor sebesar US$ 18,27 miliar bertumbuh 31,56 persen dibanding bulan sebelumnya yakni US$ 9,13 miliar. Sementara dari US$ 18,27 kontribusi impor barang konsumsi hanya sebesar 9,41 persen per bulan Juli.
Meski jumlahnya kecil, Denni tidak memungkiri kalau pertumbuhan impor barang konsumsi termasuk bahan pangan mengalami kenaikan yang signifikan. BPS mencatat Impor barang konsumsi naik 70,5 persen di bulan Juli karena ada impor beras dan apel dari China.
Pemerintah, kata Denni, juga sudah berupaya untuk menekan impor barang konsumsi dengan menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) pada 1.147 jenis barang impor. Kebijakan itu pun dilakukan guna mengendalikan pertumbuhan impor barang konsumsi.
Ia menambahkan persoalan ekonomi tidak bisa hanya dilihat melalui kacamata politik dan elektoral, semuanya harus mengacu pada data.
"Impor bahan pangan itu kecil banget loh tarik mundur sejak tahun 2000 atau 2005 berapa impor bahan pangan Indonesia jadi apa yang dilakukan Jokowi ini berlebihan atau tidak itu statistik tak bisa bohong bahwa impor beras di zaman Jokowi adalah yang terendah. Karena kalau semua dilihat dalam kacamata elektoral itu nggak bagus tapi kita harus melihat mundur," terangnya.
Sebelumnya, pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Sandiaga Uno menyebut pelemahan ekonomi nasional dalam beberapa hari terakhir disebabkan ada kekeliruan dalam strategi ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Terjadi
sesuatu kekeliruan dalam orientasi dan strategi pembangunan ekonomi,
antara lain tidak berhasilnya pemerintah mendayagunakan kekuatan ekonomi
rakyat sehingga kebutuhan pangan semakin tergantung impor seperti
beras, gula, garam, bawang putih, dan lain-lain," kata Sandiaga yang
membacakan pernyataan sikap terhadap pelemahan ekonomi nasional,
kemarin.
- Daftar Perlindungan yang Ditanggung Asuransi Mobil All Risk
- 50 Desa di Rembang Siap Jalankan Instruksi Prabowo
- Stafsus Kemnaker Sebut TKDV Sediakan Kompetensi Warga Lokal untuk KIT Batang