Kucari Jalan Terbaik

Nukilan untuk Singgih Setyono

Narasi lagu, seperti petikan lyric ‘Kucari Jalan Terbaik’ karya Pance Pondaag bisa jadi renungan atau inspirasi sekaligus pelipur lara.


Sepanjang kita masih terus begini

Takkan pernah ada damai bersenandung

Kemesraan antara kita berdua

Sesungguhnya keterpaksaan saja

Senyum dan tawa hanya sekedar saja

S'bagai pelengkap sempurnanya sandiwara

Berawal dari manisnya kasih sayang

Terlanjur kita hanyut dan terbuai

Kucoba bertahan mendampingi dirimu

Walau kadang kala tak seiring jalan

Kucari dan selalu kucari jalan terbaik

Agar tiada penyesalan dan air mata

(Lyrik lagu Kucari Jalan Terbaik- Pance Pondaag)

Narasi lagu, seperti petikan lyric ‘Kucari Jalan Terbaik’ karya Pance Pondaag di atas bisa jadi renungan atau inspirasi sekaligus pelipur lara. Dia bisa juga menjadi katarsis, meredam galau, atau nyinyir hati karena ada sesuatu yang mengusik. Karenanya sering kita bisa melihat dan merasakan karya karya kreatif serupa menjadi semacam mata zaman, juga mata peradaban.

Coba endapkan, dan hening sejenak.

Menikmati senandung syahdu karya Pance, dan juga pujangga lain kita seperti sedang menikmati atau menyaksikan repertoir kehidupan. Entah ketika itu, suasana hati Pance sedang meriung seperti apa, sampai sampai lirik yang digubah menghadirkan suasana begitu sublim. Ya sublim, melo, satir dan juga dramatik.

Saya merasakan suasana begitu mendalam, hidup, bathin serasa diaduk aduk, jiwa larut hanyut dalam suasana seperti di awang awang. Ada kelindan impian dan kenyataan, bagaiman hati melambung sekaligus beku. Ahhhh, benar benar megalomania nian..., karenanya agar tidak ada penyesalan dan air mata, maka harus terus melangkah.

Bahagia adalah sesuatu yang harus dijemput, bukan tiba tiba datanng. Memaknai kredo inilah, maka di Catatan ini – Kolom Jayanto Arus Adi, saya kemudian menukilkan pada seseorang, yakni dr Singgih Setyono, yang kebetulan adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Demak, karena memang ada benang merah di sana.

Dalam konteks yang lebih konkret pilihan elegan Singgih adalah sebuah pelajaran. Itulah yang kemudian membingkai empati juga pesan khusus serta dalam. Harapannya dalam konteks yang lebih utuh kita akan memperoleh pencerahan sekaligus spirit yang sangat positif di sini.

Satu hal, keputusan pensiun dini bagaimanapun adalah langkah dramatik meski tak naif seperti kisah sinetron. ‘’Izin saya memilih jalan ini untuk memungkasi pengabdian, dan juga karier sebagai ASN. Semoga jalan ini keputusan kami menjadi oase teduh dan membahagiakan kita semua,’’ungkapnya, suatu waktu dalam perbincangan sunyi penuh ketulusan.

Ketika (Singgih-red) menyampaikan rencana itu, saya berpikir itu sekadar candaan. Artinya tidak dalam konteks yang sungguh-sungguh, apalagi kemudian langkah itu begitu cepat mature, alias menjadi final, dan praktis membuat banyak pihak terkejut. Karena apa, sejauh ini saya melihat sinerginya dengan Bupati dr Hj E’istianah terbilang baik baik saja.

Sebagai analog, jika Bupati adalah suami, dan Sekda menjadi istrinya, relasi itu tampak hangat. Di kesempatan kesempatan bersama, yang notabene dihadiri Bupati dan Sekda pun juga mereka tampak rukun rukun saja. Inilah yang bisa jadi bagi kita yang awam lumayan kaget.

Aahh mungkin saya salah atau silap menapis realitas yang hadir dalam pergulatan penuh warna dan warni. Karena memaknai dimensi yang lain, di balik hitam putih birokrasi, sekarang nunasa nuansa yang tak terduga bisa saja menjadi sebuah determinasi lain yang tidak bisa dilihat secara hitam putih belaka. Menyitir lagu Ahmad Albar dari Group Band yang sempat melegenda, yakni God Bless, ada Hitsnya yang pernah memukau, yakni Panggung Sandiwara, simak di sini.

...........................

Panggung Sandiwara

Dunia ini panggung sandiwara

Ceritanya mudah berubah

Kisah Mahabrata atau tragedi dari Yunani

Setiap kita dapat satu peranan

Yang harus kita mainkan

Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura

Mengapa kita bersandiwara

Mengapa kita bersandiwara

Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak

Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang

Dunia ini penuh peranan

Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan

Mengapa kita bersandiwara

Mengapa kita bersandiwara

Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak

Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang

Dunia ini penuh peranan

Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan

Mengapa kita bersandiwara

...........................

Nah, dari petikan itu, saya kemudian mencoba memahamkan nalar ini pada dimensi dan perspektif yang lain. Artinya apa pun pilihan, dan sikap atau juga melihat yang tampak, kita memang perlu membekali dengan berupa rupa cara pandang, agar dunia ini tidak lantas dipahat dari satu mata ukir.

Ketika memahat tafsir atas keputusan tersebut saya kemudian mencoba bersikap dengan melegacykan seperti lyric lagu Pance Pondaag. Ya kucari jalan terbaik. Bukan karena dunia ini panggung sandiwara. Tetapi biarlah, seperti yang diungkapkan Singgih Setyono sendiri, keputusan itu adalah dalam rangka menjemput bahagia.

Jauh dari maksud membangun sikap asimetris dan diametral, yang memposisikan Sekda dan Bupati dalam posisi berhadap hadapan. Keputusan ini lebih dimaknai sebagai kearifan. Biarlah dialektika perabadan menjadi kaca benggala zaman yang lebih paripurna. Artinya memaknai pilihan pilihan dan melihat perbedaan kita coba sandarkan pada aspek yang paling mendasar dari hidup itu sendiri.

Dunia bukan panggung sandiwara lagi, tetapi inilah tamansari kehidupan. Pasar malam tentu tidak menarik dan akan menjadi wajah mumi kehidupan jika hanya menghadirkan satu entitas pertunjukan saja. Berbeda ketika semua diberi ruang, ada tong setan, kethek ogleng, dangdut, juga sulap, sihir dan rupa rupa tontotan yang lain.

Memaknai langkah Sekda Singgih Setyono untuk memutuskan pensiun sebaiknya dibaca dinamika yang sehat. Ibarat ruangan biarlah berganti suasana, udara dibiarkan mengalir, dan regenerasi berjalan. Apa pun dan bagaimana pun Singgih telah memberikan kontribusi dengan segala corak dan jejak jejaknya.

Waktu adalah hakim, dan hukum tuhan akan berjalan dengan magnitude juga chemistry yang berjalan atas dasar hitam putih sebagai karma. Karma baik akan melahirkan kedamaian, karma buruk menjadi busur panah angkara murka.

Apalagi dalam konteks menjadi umara yang memimpin orang banyak, konsekuensi moral bukan sesuatu yang ringan. Nah, di sinilah empati saya itu muncul ketika pertimbangan atas pilihan untuk memungkasi karier adalah dalam rangka menjemput bahagia.

Akhirnya untuk Bupati Demak, dr Hj E’istianah SE, sebagai pemimpin muda yang menjadi nahkoda di Kota Wali momentum ini dapatlah menjadi pengungkit untuk menjadi payung atau songsong agung yang lebih utuh. Mikul duwur mendhem jero adalah falsafah yang perlu digenggam erat.

Sukses dan keberhasilan tidak lain akan lahir dari Rahim diri sendiri, yakni hati Nurani. Akan dihela kemana amanah dan kepercayaan masyarakat Demak berpulang pada kata hati itu tadi. Demak adalah Kota Wali, dan Sunan Kalijaga adalah sang empu yang senantiasa mampu memayu hayuning bawana. Sabda pandita wali, ketika itu dijalankan dengan penuh amanah, maka Srikandi seutuhnya akan tersemat dan menjadi mahkota.

Akhirnya dr Singgih Setyono, MM selamat memasuki masa purnah, doa kami bahagia akan senantiasa menghampiri.

Teriring doa dan salam hormat.

Bapak mundur dengan kepala tegak

Itulah jalan terbaik, menjemput bahagia

Karena dunia bukan panggung sandiwara.

Jayanto Arus Adi

Pemimpin Umum RMOL Jateng, Dewan Pertimbangan Unnes, dan Ketua Jaringan Media Siber Indonesia. Tengah Ahli Komisi 2 DPR