Lahan Petani Dicaplok Investor, Petani Pundenrejo Pati Bergejolak

 Sejumlah petani dari Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati nekat melakukan aksi “Laku Melaku”. Arif Edy Purnomo/RMOLjateng
Sejumlah petani dari Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati nekat melakukan aksi “Laku Melaku”. Arif Edy Purnomo/RMOLjateng

Sejumlah petani dari Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati nekat melakukan aksi “Laku Melaku”. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perjuangan mempertahankan tanah nenek moyang mereka, yang kini dirampas oleh PT Laju Perdana Indah (LPI) atau Pabrik Gula (PG) Pakis.


Para petani Pundenrejo yang tergabung Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (GERMAPUN), mengawali aksi dengan ziarah ke makam Ki Ageng Kiringan di desa setempat. Kemudian dilanjutkan istigosah di makam Syekh Ahmad Mutamakin di Desa Kajen, Kamis (30/5) malam.

Aksi tak hanya berhenti disitu saja. Mereka kembali melanjutkan aksi pada Jumat dini (31/5) dini hari, dengan berjalan kaki menyalakan obor dan membawa spanduk dari Desa Kajen menuju kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pati sejauh 18 Kilometer.

Koordinator aksi, Zainuddin mengatakan, aksi “Laku Melaku” untuk memperjuangkan agar lahan yang dirampas PT LPI pada tahun 2020 dapat kembali ke tangan petani.

Para petani meminta agar izin Hak Guna Bangunan (HGB) PT LPI yang menguasai lahan seluas 7,3 hektare dicabut. Selain itu, mereka juga mengharapkan agar pemerintah tidak mengeluarkan izin baru dalam bentuk apapun.

“Aksi ini biar semua orang tahu, kita ingin lahannya bisa kembali ke petani lagi. Mengingat jangka waktu (masa klaim HGB) yang sebentar lagi mau habis pada bulan September, ini kita perjuangkan supaya bisa digarap rakyat lagi,” ujar Udin sapaannya.

Rencananya, aksi jalan kaki yang diikuti sebanyak 80 orang ini akan menuju alun-alun Pati terlebih dahulu, kemudian dilanjut ke kantor BPN.

“Sebenarnya jumlah petani yang menggarap lahan ada 143 orang, namun karena ada orang-orang tua, kan kasihan (untuk mengikuti aksi jalan kaki),” terangnya.

Sementara itu, Ketua GERMAPUN, Sarmin menambahkan, izin sertifikat yang dimiliki PT LPI sebenarnya berupa hak Guna Bangunan (HGB), namun tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya.

Menurut Sarmin, tanah tersebut justru ditanami tebu daripada dibangun sesuai izin oleh PT LPI. Karena itu, petani desa setempat terus bersuara hingga pemerintah bisa bagaimana menyelesaikan masalah itu dengan tuntas.

“Tanah itu harus bisa kembali ke rakyat, bisa ditanami lagi untuk masa depan anak cucu kami. Kami berharap dukungan masyarakat agar pemerintah memperhatikan nasib para petani Pundenrejo yang kehilangan haknya,” pintanya.