Laju Ekonomi Merambah ke Wilayah Pinggiran Perbatasan, Tanda Level Hidup Semarang Naik dan Bagus?

Pembangunan Mall Baru Di Wilayah Perbatasan Semarang Semakin Pesat Beberapa Tahun Ini. Dicky A Wijaya/RMOLJawaTengah
Pembangunan Mall Baru Di Wilayah Perbatasan Semarang Semakin Pesat Beberapa Tahun Ini. Dicky A Wijaya/RMOLJawaTengah

Pembangunan di Kota Semarang sekarang, semakin maju dan pesat. Termasuk juga ke daerah pinggiran perbatasan, sebut saja di Penggaron, dekat Mranggen, Demak.


Bila mengamati, selama beberapa tahun ini terlihat banyak mall baru. Padahal, lokasinya jauh dari pusat kota dengan jarak lebih dari 10 kilometer. 

Menariknya, serta justru menjadikan semakin penasaran, mall dan tempat belanja modern itu setiap liburan atau akhir pekan juga selalu ramai. Meski, pembangunan infrastruktur dilakukan pemerintah tak terlalu terlihat di wilayah pinggiran. 

Lalu, apakah itu merupakan tanda ekonomi masyarakat mulai bagus dan mempengaruhi gaya hidup? 

Pengamat Ekonomi Universitas Semarang (USM), Dr Adijati Utaminingsih, menjelaskan tanda kenaikan derajat ekonomi masyarakat dapat dilihat salah satunya dari gaya hidup dengan memasukkan poin hiburan di dalam kebutuhan prioritas. Berkaca dari kondisi ini, Kota Semarang sudah mulai bagus tetapi peningkatan taraf hidupnya tidak signifikan kelihatannya biasa-biasa saja. 

"Sebagai kota metropolitan salah satu dari beberapa pusat pemerintahan dan ibu kota provinsi lain di Indonesia, Semarang sudah mulai naik taraf hidup masyarakatnya. Tetapi dalam taraf wajar tidak mencolok karena rata-rata penghasilan masyarakat relatif rendah. Patokan untuk melihat bisa dari pendapatan bulanan, kan tidak sebesar daerah-daerah lain," jelasnya, beri informasi digali tentang perkembangan perekonomian masyarakat Kota Semarang. 

Namun, bisa juga sedikit diluar dan menyimpang, kata Utami, masyarakat sepertinya cenderung tidak memikirkan pendapatan dan pengeluaran bulanan. Hidup mereka dijalani mengalir saja tidak menggunakan asumsi anggaran bulanan didapatkan dari pekerjaan, demi mencukupi kebutuhan utama. Malah kebalikannya, dihabiskan untuk keperluan tersier.

Konteks hiburan dan gaya hidup masuknya ke dalam kebutuhan tersier. Menurut Utami lagi, sebenarnya biaya hidup tidak mendesak poin ketiga untuk hiburan dan lain-lain tidak penting. 

Tetapi sebenarnya, masyarakat mengutamakan di atas pengeluaran penting supaya tidak stress dan bisa senang-senang bersama keluarga. 

"Penempatan standar hidup masyarakat sekarang sepertinya bergeser dari kebutuhan primer sebagai nomor satu wajib dipenuhi, jadi menempatkan tersier untuk hiburan paling atas, aneh. Tetapi, masyarakat masa kini punya pola pikir dinamis dan sengaja menghindari beban pikiran berlebihan. Kerja keras tuntutannya kebanyakan demi menyenangkan keluarga, atau kalangan anak-anak muda untuk kebutuhan keinginan sendiri. Itu, kelihatannya harus terpenuhi sebagai standar hidup modern. Berapa besarnya penghasilan dan pengeluaran sudah tidak terlalu dipikirkan demi kesenangan, itu yang saya lihat," terang Dosen Fakultas Ekonomi USM itu.