Lestarikan Warisan Budaya Dunia, Konsisten Gunakan Bahan Alam

Presidensi G20 Pentingnya Transformasi Investasi Hijau
Salah seorang perajin Zie Batik Warna Alam membatik dengan pewarnaan alam, di Semarang, belum lama ini. RMOL Jateng
Salah seorang perajin Zie Batik Warna Alam membatik dengan pewarnaan alam, di Semarang, belum lama ini. RMOL Jateng

Denyut usaha dan upaya menjaga kelestarian alam bisa berjalan beriringan. Konsisten di tengah tantangan bisnis memberikan nilai tambah dan berhasil memikat hati pelanggan.


Pemilik Zie Batik Warna Alam sedang menunjukkan bahan-bahan alam yang akan digunakan untuk pewarnaan dalam proses pembuatan batik. RMOL Jateng

Adalah Zazilah Pemilik Zie Batik Warna Alam, tak menyangka usaha yang ditekuni sudah satu dasawarsa lebih dan tetap setia menggunakan pewarna alam. Zie, sapaan akrabnya, terlihat merapikan limbah mangrove, jelawe, indigo, tegeran, jambal, secang. Tangannya lincah memilah ranting, buah dari bahan tersebut agar siap direbus dan dijadikan pewarnaan batik. "Khusus indigo harus dibikin pasta dulu, bahan lain bisa direbus dan bisa diaplikasikan," ungkap Zazilah sembari menujukkan pasta berwarna biru tersebut, Sabtu (23/7). 

Di sekitar galeri sekaligus workshop terletak di Kampung Jl. Malon, RT 03/ RW 06, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah masih dikelilingi pohon tinggi. Suasana semakin asri ditambah dengan udara sejuk dengan panas tak terlalu menyengat. 

Lingkungan seperti ini justru memberikan keuntungan saat proses pembuatan batik dengan pewarnaan alam. Menurut dia, menjemur kain dengan bahan-bahan alam tidak boleh terpapar sinar matahari langsung. 

Lantas dia pun mengenang awal mula menekuni dunia perbatikan. Memulai usaha tahun 2006, Zie melihat ibukota Provinsi Jawa Tengah ini belum memiliki batik. "Saat itu mulai membuat batik dengan motif-motif khas kota seperti Lawang Sewu, Tugu Muda, Warak Ngendog dan lainnya," kata dia.

Diakui, pada waktu itu menggunakan pewarnaan sintetis. Dalam hal ini demi meraih pasar dengan harga terjangkau. Pameran mulai rutin, pelanggan mulai banyak dan akhirnya memutuskan pindah ke daerah Gunung Pati. Pertama kali pindah suasana desa begitu kental terasa seperti lahan luas masuh tersedia dan asri rimbun pohon mudah ditemui. 

"Sekitar tahun 2010 mulai berpikir untuk menggunakan bahan-bahan lebih ramah lingkungan. Koq eman-eman karena alam masih cantik," kata dia.

Dia mulai menggali-gali tanaman yang cocok digunakan untuk pewarnaan batik. Setelah dicoba, batik dengan warna alam ternyata menghasilkan warna lebih kalem. Seperti coklat, biru maupun orange. Warna-warna ini dianggap tidak sesuai pangsa pasar masyarakat Semarang, yang cenderung suka warna ngejreng. 

Akhirnya Zie dan pembatik mulai meramu bahan-bahan tersebut demi menghasilkan warna baru yang lebih ‘berani’. "Selain itu, pewarnaan batik alam membutuhhkan proses lebih lama. Kain harus dicelup 5-10 kali agar warna semakin ‘keluar’," ungkap dia.

Mengingat tahapan proses batik tersebut maka tidak mengherankan batik pewarnaan alam dibandrol lebih mahal dibandingkan pewarnaan sintetis. 

Di sini, Zie Batik Warna Alam hanya memproduksi kain cap dan tulis. Harga dipatok mulai Rp300 ribu untuk satu lembar kain. Untuk kain batik bercorak cerita sejarah mulai dipatok harga Rp1,5 juta. Selain produk kain, Zie Batik Warna Alam juga membuat scraft, tas, kalung, masker dan aksesoris lainnya. 

Faktor lain penyebab harga batik pewarnaan alam lebih tinggi karena sangat bergantung cuaca. Proses pewarnaan berulang membutuhkan sinar matahari agar cepat kering. 

"Kami memiliki pelanggan yang memahami proses dan hasil akhir sebuah kain batik," terang dia. Zie mengaku akan tetap mempertahankan pewarnaan alam untuk batik buatannya. Hal ini menjadi ciri khas dibandingkan perajin lainnya. 

Motivasi untuk berkontribusi merawat bumi mendorongnya tetap menggunakan bahan-bahan alam. Dalam proses pembatikan, bahan-bahan alam digunakan sampai habis tak tersisa. Sementara untuk proses pewarnaan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) telah disiapkan untuk meminimalkan dampak dari sisa buangan air. 

Di masa transisi pandemi Covid-19, industri batik mulai merangkak bangkit kembali. Isu pemanasan global dan menjaga kelestarian bumi digaungkan turut menggugah kesadaran masyarakat lebih ramah lingkungan. Mulai dari produk, pembuatan hingga bahan produksi.

"Terlebih dengan Presidensi G20 di Indonesia masyarakat semakin awareness terkait isu lingkungan," kata dia. 

Batik Zie Semarang mengaku tak bisa sendiri, dan mengajak pelanggan memiliki misi sama menjaga lingkungan berkelanjutan. Caranya dengan mengubah perilaku dan gaya hidup. Konsumen yang berkunjung ke galeri bisa melihat budidaya tanaman, proses membatik, mencicipi makanan tradisional hingga belanja. "Kami menawarkan eduwisata agar pelanggan tidak sekadar berbelanja tapi merasakan pengalaman baru," ujar dia. 

Sedangkan, untuk pelanggan bisa membeli produk batik alam ini baik offline atau online. Konsumen dapat melakukan pembayaran baik tunai di galeri maupun pembayaran digital. Diantaranya QRIS, Shopeepay dan GoPay.

Implementasi ekonomi hijau sejalan dengan salah satu isu utama yang diangkat dalam agenda Presidensi G20 Indonesia, yaitu transisi energi berkelanjutan. "Nir limbah atau tanpa harus dimaknai bahwa menghasilkan limbah seminimal mungkin dengan upaya penerapan produksi bersih," ungkap Ketua Pusat Riset Teknologi Hijau Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Purwanto saat dihubungi di Semarang, belum lama ini. 

Produk bersih meliputi 5 R yakni rethink, reduce, reuse, recycle dan reclaim. "Limbah jangan dianggap sebagai limbah tapi menjadi nilai tambah. Bahan baku yang harus diubah menjadi lebih bermanfaat," terang dia. 

Dalam penerapan industri hijau, lanjut dia, harus diperbaiki dalam proses pembuatan. Misalkan, untuk batik dalam proses menggunakan pewarnaan tidak sampai tercecer. Kemudian. Saat proses pencelupan juga tidak tercecer yang dapat memicu limbah berlebih. "Upaya yang bisa diperbaiki adalah pada pekerja yaitu memperbaiki pola pikir bahwa limbah bisa diminimalisir atau kebocoran bisa dicegah," terang dia.

Pemilik Zie Batik Warna Alam sedang memamerkan selembar kain batik produk dari Kota Semarang. RMOL Jateng

BI Dukung Realisasi Investasi Hijau

Adapun peran Bank Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam upaya mendorong realisasi investasi hijau, salah satunya yakni dengan menggelar Central Java Investment Business Forum (CJIBF), belum lama ini. Presidensi G20 berperan dalam isu-isu internasional lainnya, termasuk perdagangan, perubahan iklim, infrastruktur dan pembangunan. 

Sedangkan, tema CJIBF tahun ini mengusung 'Green & Circular Economy: Pathways to Central Java Sustainable Development'. " Tema ini dipandang sangat penting karena sesuai arah perekonomian global saat ini, sejalan dengan Presidensi G20 Indonesia, dan perkembangan ekonomi ke depan yang mulai mengarah menuju green economy," ungkap Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra, di Semarang. 

Ekonomi Jawa Tengah, lanjut dia, mengindikasikan pemulihan berkelanjutan. Indikatornya adalah investasi. Menurut Rahmat, pangsa investasi mencapai 31,76% dari total PDRB Jawa Tengah, tertinggi kedua setelah konsumsi rumah tangga (pangsa 60,14%). Investasi juga merupakan kontributor positif perekonomian Jawa Tengah, dengan tumbuh sebesar 6,86% (yoy) pada tahun 2021. 

"Peningkatan investasi di Jawa Tengah didukung oleh sektor swasta dan pemerintah," terang dia. 

Di sektor swasta, kata dia, investasi didorong oleh pembangunan sejumlah pabrik baru khususnya beberapa kawasan industri baru yang mulai direalisasikan pada tahun 2021 dan berlanjut pada tahun ini. Perekonomian di Jawa Tengah ditopang oleh investasi. 

Tahun 2021, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Jawa Tengah mencapai Rp31,31 triliun atau tumbuh 2,30% (yoy). Sementara itu, Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp21,24 triliun atau tumbuh 7,50% (yoy). 

"Kondisi ini mengindikasikan bahwa para investor asing mulai merealisasikan investasi di Jawa tengah seiring dengan iklim investasi yang kondusif dan perekonomian yang mulai membaik," kata dia. 

Dia melanjutkan, investasi di Jawa Tengah yang masih didominasi oleh sektor industri pengolahan serta sektor listrik, gas, dan energi, mulai diarahkan menuju green economy. 

Salah satu elemen penting dalam mewujudkan green economy adalah investasi hijau (green investment) yang menjadi elemen fundamental dalam meningkatkan kapasitas perekonomian jangka panjang. 

"Sebagai upaya mendorong realisasi investasi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama Bank Indonesia Jawa Tengah melalui KERIS JATENG telah melakukan berbagai upaya untuk menarik investasi," kata dia.

Beberapa sinergi program tersebut antara lain diwujudkan melalui investment challenge untuk menjaring proyek investasi clean and clear, dan promosi proyek investasi tersebut ke berbagai negara. 

Di samping itu, pelaksanaan CJIBF setiap tahun dan fasilitasi para investor potensial juga diharapkan dapat semakin meningkatkan realisasi investasi di Jawa Tengah. Dalam gelaran CJIBF tersebut diperoleh pula lima abstraksi yang menjadi finalis investment challenge 2022. Masing-masing dari Kabupaten Banjarnegara (Industri Mocaf), Kabupaten Boyolali (Industrialisasi Pengolahan Ikan Lele), Kabupaten Jepara (Industrialisasi Garam), Kota Pekalongan (Teknopark Perikanan), dan Kota Tegal (Pengolahan Limbah B3). 

Kelima finalis tersebut, selanjutnya akan mendapatkan pendampingan dalam pembuatan proposal hingga menjadi proyek clean and clear 2022.