Makna Spiritual Malam Selikuran Di Keraton Surakarta, Kirab Dan Syukuran Tumpeng

Makna Spiritual Malam Selikuran Di Keraton Surakarta, Kirab Dan Syukuran Tumpeng. Dian Tanti Burhani/RMOLJawaTengah
Makna Spiritual Malam Selikuran Di Keraton Surakarta, Kirab Dan Syukuran Tumpeng. Dian Tanti Burhani/RMOLJawaTengah

Surakarta - Sebagai upaya melestarikan tradisi yang diwariskan oleh Pakubuwono X, Keraton Surakarta melalui Lembaga Dewan Adat (LDA) menggelar kirab Malam Selikuran sebagai tradisi dalam menyambut malam Lailatul Qadar.


Keraton Surakarya menggelar kirab lentera dan pembagian 2.000 tumpeng untuk merayakan malam Lailatul Qadar. 

Kirab dari Kori Kamendungan kemudian mengelilingi kawasan Kraton menuju masjid Agung. Kirab dipimpin Bregada Prajurit Kraton, diikuti abdi dalem pembawa lentera. Lentera simbol penerang hati, diiringi musik hadroh dan dzikir. 

Setibanya di Masjid Agung digelar doa bersama. Puncak acara, pembagian 2.000 tumpeng, simbol syukur dan kebersamaan. Tradisi ini warisan budaya bermakna spiritual dan sosial.

GKR Wandansari Koes Moertiyah atau yang kerap disapa Gusti Moeng, Pengageng Sasana Wilapa dan Pangarsa Lembaga Dewan Adat Keraton Kasunanan Surakarta, menyampaikan bahwa Keraton Kasunanan Surakarta sebagai Keraton Islam mengadakan rasa syukur atas 21 hari pelaksanaan ibadah puasa.

Gusti Moeng berharap  Beliau berharap seluruh umat Islam yang menjalankan ibadah puasa mendapatkan malam Lailatul Qadar.

"Lailatul Qadar adalah malam istimewa. Malam diturunkannya wahyu Allah. Oleh karena itu, beliau berharap umat Islam dapat meraih keberkahan malam tersebut dan menyelesaikan ibadah puasa dengan penuh keimanan," ucap Gusti Moeng.

Keraton juga membagikan 2.000 nasi tumpeng (nasi rasulan) kepada masyarakat yang hadir. 

"Alhamdulillah, semua kebagian, bahkan yang di rumah pun ada yang dibawakan," tambah Gusti Moeng.

Mengenai tradisi malam selikuran yang diadakan di Kebon Rojo (Sriwedari), Gusti Moeng menjelaskan bahwa tradisi tersebut dimulai setelah masa pemerintahan Pakubuwono X.

"Awalnya tradisi dari keraton ke masjid. Pakubuwono X lalu menambahkan pasar malam Sriwedari untuk partisipasi masyarakat dalam syukuran tumpeng sewu. Tradisi masjid tetap berlanjut," pungkasnya.