Hanae Lintias Putri Ramadhani (26) kaget bukan kepalang. Dirinya tak menyangka jika buah hatinya, Mawar (1 tahun 10 bulan) – nama asli disamarkan - mengalami stunting.
- Kota Semarang Masih Berlakukan PPKM Level 1
- Dispertan Bentuk URC untuk Turun ke Lapangan Tangani PMK
- 1.460 Kasus TBC Ditemukan Sukoharjo
Baca Juga
‘’Awalnya saya sendiri curiga ketika menginjak usia 6 bulan, pertumbuhannya lambat, berat badannya tidak normal seperti anak seusianya. Saat, usia 1 tahun, dokter spesialis anak memvonis anak saya menderita stunting,’’ kata Hanae, kepada RMOL Jateng, Sabtu (21/10).
Sebagai ibu, Hanae tentu saja merasa menyesal, karena anak keduanya itu tidak ditangani sejak awal. Dirinya pun kemudian rajin memeriksakan putri tercintanya. Sekali dalam sebulan, yakni pada minggu ke-2, dia rutin memeriksakan anaknya itu ke Posyandu.
‘’Saya berusaha keras memperbaiki gizinya, mengejar ketertinggalan pertumbuhannya,’’ ujar ibu muda warga Perumnas Pucanggading ini.
Hanae Lintias Putri Ramadhani menggendong anaknya, Mawar, bersama bidan Indri (kanan) dan nutrisionis Puskesmas Mranggen III, Sa'adatun Niswah (kiri).
Saat ini, di usia 1 tahun 10 bulan 3 minggu, berat badan Mawar bertahan di angka 6 kg. Padahal, berat badan ideal dan normal anak usia tersebut berada pada kisaran 10,4 kg hingga 13,2 kg.
‘’Bulan ini bahkan turun lagi jadi 5,7 kg,’’ imbuh perempuan berhijab ini.
Putri kecilnya itu, kata Hanae, akhir-akhir ini bahkan cenderung tidak doyan makan ataupun minum susu. ‘’Benar-benar tidak ada asupan apapun, selain air putih,’’ kata Hanae, dengan nada murung.
Kondisi keterbatasan ekonomi, diakui Hanae, membuatnya tak berdaya menghadapi kondisi sang anak. ‘’Harusnya putri saya mengonsumsi susu medis, namun karena tiada biaya, akhirnya hanya bisa saya beri susu formula biasa,’’ ungkapnya.
Hati ibu mana yang tak miris hatinya melihat kondisi sang anak tersebut. Oleh bidan Indri, bidan di tempat tinggalnya, Mawar pun dirujuk ke Puskesmas Mranggen III Pucanggading.
Di sana, Mawar mendapat pemeriksaan medis dari dokter dan mendapat pendampingan gizi dari nutrisionis (ahli gizi).
Sa'adatun Niswah, S.ST, Nutrisionis Puskesmas Mranggen III Pucanggading, kepada RMOL Jateng menjelaskan, Mawar merupakan satu dari 71 kasus stunting di wilayah Puskesmas Mranggen III Pucanggading. Para penderitanya berada pada usia emas, baduta (0-2 tahun) hingga balita (0-5 tahun), yang tersebar di tiga desa, yakni Batursari, Kebonbatur, dan Banyumeneng.
‘’Jika ada anak stunting yang memiliki penyakit penyerta, kita rujuk ke dokter untuk mendapatkan pengobatan sesuai penyakitnya,’’ ujar Anis, sapaan akrabnya.
Langkah sejak dini, kata Anis, juga dilakukan kepada ibu hamil, melalui pemeriksaan ibu hamil secara terpadu, kolaborasi dengan Bidan, Analis kesehatan, Dokter Umum, Dokter Gigi dan Ahli Gizi.
‘’Selain itu, kita melakukan konseling gizi kepada ibu-ibu, terutama yang mempunyai bayi untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya,’’ imbuhnya.
Pemeriksaan Hb, pemberian tablet tambah darah dan penyuluhan gizi di sekolah yang dilakukan Puskesmas Mranggen III.
Langkah pencegahan stunting, juga terus dilakukan sejak dini, mulai dari skrining terhadap remaja putri di sekolah-sekolah dengan pemberian tablet penambah darah dan pemeriksaan Hemoglobin (Hb) sebagai bentuk deteksi dini anemia pada remaja putri, yang dilakukan ke sekolah-sekolah, pondok pesantren dan posyandu remaja.
Pencegahan dan Penanganan Stunting
Anis menjelaskan, untuk pencegahan dan penanganan stunting, pihak Puskesmas Mranggen 3 rutin berkoordinasi dengan bidan desa dan kader Posyandu berkaitan dengan penjadwalan Posyandu, menggerakan orangtua balita untuk datang ke Posyandu, serta meningkatkan pengetahuan kader tentang pencegahan dan penanganan stunting.
Kunjungan ke rumah balita stunting oleh tim dokter dan nutrisionis Puskesmas Mranggen III.
‘’Kita juga melakukan pendampingan penyusunan menu PMT (Pemberian Makanan Tambahan) kepada balita yang ada di desa,’’ tuturnya.
Terhadap Mawar, Anis mengaku, pihaknya terus berupaya mendampingi bocah itu dan orang tuanya untuk dapat melewati masa-masa kritis stunting. Pengobatan stunting, kata Anis, paling efektif dilakukan saat anak masih dalam masa 1000 hari pertama kelahiran (HPK), dengan pemberian asupan gizi seimbang dan perawatan kesehatan yang tepat agar anak terhindar dari risiko infeksi.
‘’Pengobatan stunting juga bisa dilakukan hingga anak berusia 5 tahun,’’ kata Anis.
Hanae pun bertekad tak akan surut mendampingi buah hatinya. ‘’Sampai sembuh dari stunting, akan saya lakukan apapun juga demi kesembuhan dan masa depan anak saya ini,’’ tegas Hanae, dengan mata berkaca-kaca.
‘’Senin besok, Mawar akan kontrol ke RS Sultan Fatah, diperiksa dokter untuk dapat rujukan ke RSUP dr Kariadi untuk skrining tumbuh kembang,’’ pungkasnya.
Apa yang dialami Mawar, dialami pula oleh Melati. Balita berumur 3 tahun 7 bulan itu, mengalami stunting. Alfianatik (34), sang ibu, galau hatinya melihat kondisi yang dialami sang putri.
‘’Saya semula tidak tahu kalo anak menderita stunting, cuman 2 bulan terakhir tidak mau makan sama sekali dan BB turun terus,’’ ungkap perempuan warga Girikusumo, Desa Banyumeneng itu.
Berat badan sang anak, Melati, tak pernah naik lebih dari 10 kg. ‘’Bahkan kemarin turun 9 kg,’’ kata ibu muda ini.
Padahal, berat badan ideal anak seusia Melati berada pada kisaran 15,2 kg hingga 15,5 kg.
‘’Bolak balik periksa ke Posyandu 4 bulan ini hasilnya tidak naik-naik juga,’’ kata Alfianatik, dengan wajah sendu.
Dia mengaku sudah berupaya sekuat tenaga menyediakan makanan kesukaan sang anak, seperti telur, ayam dan ikan, tapi buah hatinya itu sama sekali anak tidak mau makan.
‘’Minggu lalu ke Posyandu dikasih vitamin, ke Puskesmas juga dikasih vitamin. Saya betul-betul gak tahu kalau anak saya ini stunting. Baru tahu setelah dikasih tahu dokter dan bidan desa,’’ tuturnya, sedih.
Ditengah kondisi ekonomi yang sulit, baik Mawar maupun Melati, mendapat jaminan perlindungan dan pemeliharaan kesehatan oleh BPJS Kesehatan. Sehingga, praktis kedua orang tua mereka, tidak terlalu dipusingkan oleh mahalnya biaya pengobatan dan perawatan sang anak.
Program JKN
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Semarang Andi Ashar kepada RMOL Jateng mengatakan, BPJS Kesehatan Cabang Semarang sebagai penyelenggaran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) turut bersinergi menangani kesehatan ibu hamil, bayi dan balita.
Hal itu mendukung penanganan dan percepatan penurunan angka stunting, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Melalui Program JKN, kata Andi Ashar, masyarakat khususnya ibu hamil yang telah memiliki kepesertaan JKN aktif dapat memanfaatkan penjaminan berbagai akses pelayanan kesehatan baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang bekerja sama.
Dalam layanan kesehatan pada fase kehamilan, lanjut Andi, Program JKN menjamin pemeriksaan antenatal care/ANC di FKTP maupun bidan jejaring. Layanan ini dapat dimanfaatkan selama proses kehamilan sebanyak enam kali kunjungan dan keseluruhannya dijamin dalam pembiayaan program JKN.
‘’Pada trimester pertama dillakukan satu kali, trimester dua sebanyak dua kali dan trimester ketiga dilakukan sebanyak tiga kali,’’ ungkapnya.
Adapun dalam pemeriksaan ANC kesatu dan kelima, peserta dapat memperoleh manfaat pemeriksaan ultrasonografi (USG) oleh dokter masing-masing satu kali. Kelebihannya, pemeriksaan ini dapat dilakukan FKTP tentunya lebih ringkas dan cepat.
Andi menegaskan, peserta JKN juga tak perlu khawatir apabila dalam pemeriksaan oleh dokter atau bidan di FKTP dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, karena adanya suatu indikasi medis tertentu, Peserta JKN akan di rujuk ke FKRTL.
‘’Harapannya dengan adanya pemantaun resiko kesehatan sejak dini, termasuk didalamnya potensi stunting sudah dapat tertangani sejak dalam kandungan,’’ tegasnya.
Selain berbagai pemantauan selama proses kehamilan, kontribusi Program JKN tidak berhenti sampai disini. Menurut Andi, pada proses selanjutnya yaitu persalinan juga turut dijamin oleh Program JKN, baik persalinan yang dilakukan di FKTP maupun persalinan dengan penyulit di FKRTL.
“Bahkan baru-baru ini, merujuk pada Permenkes Nomor 3 tahun 2023, BPJS Kesehatan turut serta dalam menyukseskan program Skrining Hipotiroid Kongenital (SKH) yang menjadi syarat pengajuan klaim persalinan baik di FKTP maupun FKRTL. Melalui skrining ini, gangguan tiroid dapat dideteksi lebih dini, dan pengobatan dapat segera dimulai, tujuannya mencegah dampak jangka panjang yang serius terhadap tumbuh kembang bayi salah satunya stunting,” paparnya.
BPJS Kesehatan juga menjamin pelayanan pascapersalinan atau Post Natal Care (PNC) yang dapat dilakukan di FKTP atau di FKRTL. Pelayanan PNC dilakukan sebanyak empat kali pemeriksaan yang mencakup tiga kali pemeriksaan ibu dan bayi dan satu kali pemeriksaan ibu.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Semarang, Andi Ashar (kanan) dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam.
“BPJS Kesehatan akan terus mendukung seluruh fokus pemerintah dalam bidang kesehatan dengan terus bersinergi baik program maupun pembiayaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai kewenangan masing – masing. Harapannya, dengan langkah konkret ini dapat menjadi langkah nyata institusi ini menyukseskan kehidupan masyarakat yang lebih sehat,” tandas Andi.
Program Turunkan Angka Stunting
Untuk penanganan stunting, Kota Semarang memiliki berbagai program untuk menurunkan angka stunting di ibukota Jateng tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Dr dr Abdul Hakam memaparkan sejumlah program yang dilakukan Pemkot Semarang untuk menurunkan stunting, yakni melalui penanganan stunting berkerja sama dengan berbagai OPD, LSM, Pengusuha, Organisasi Profesi, dll. Ada pula Pelangi Nusantara (Pelayanan Gizi dan Penyuluhan Kesehatan anak serta Remaja) untuk balita, stunting, gizi buruk, dan edukasi masyarakat.
Pemkot Semarang juga menyediakan Daycare Rumah Pelita (Rumah Penanganan Stunting Lintas Sektor bagi Balita) untuk balita masalah gizi, yakni wasting dan stunting. Disediakan pula Mobil stunting keliling untuk memberi edukasi kepada masyarakat.
‘’Ada pula PMT lokal untuk balita stunting/wasting dan ibu hamil KEK (Kurang Energi Kronis), Kelas ibu hamil, ibu dan balita, Aksi Bergizi di sekolah, Wisata Edukasi gizi di Pelangi Nusantara,’’ paparnya.
Ada pula program dengan nama unik, seperti Melon Musk (Milineal bergerak bergotong royong untuk menuntaskan stunting di Kota Semarang), Cempaka (Cegah stunting bersama pengusaha di Kota Semarang), Grand Maeroko (Gerakan pelatihan kader mengenai pengukuran antropometri, konseling, serta plotting KMS-Kartu Menuju Sehat), Tugu Muda (Calon Pengantin Bugar Produktif Menuju Keluarga Idaman ) berupa edukasi Kesehatan, stunting dll.
Selain itu, Roberto Carlos berupa intervensi promotif Ibu Hamil serta mentorship untuk cegah anemia dan KEK, Pantai Marina, yakni Pemantauan Perkembangan Intervensi dan Stimulasi Anak di Kota Semarang. Ada lagi, Rama Sinta berupa Perencanaan Kehamilan PUS dengan layanan Skrining Layak Hamil Kota Semarang, serta Teman Bunda berisi System Integrated Maternal, New Born and Neonatal Semarang.
‘’Disamping itu, untuk pemeriksaan ibu hamil, kami juga menyediakan layanan USG di Puskesmas, serta pengadaan alat antropometri Posyandu terstandar,’’ imbuhnya.
Pemkot Semarang, kata Hakam, juga menyediakan anggaran pencegahan dan penanganan stunting yang cukup besar, yakni Rp. 16,837,817,100. Alhasil, kerja keras itu berbuah hasil. Jika pada Agustus 2023 terdapat 1.022 kasus stunting, pada September 2023, kasus stunting tinggal 938. Artinya, terjadi penurunan sebanyak 84 kasus hanya dalam tempo sebulan!
Program Rumah Pelita atau Rumah Penanganan Stunting Lintas Sektor bagi Baduta, yang diinisiasi Kota Semarang, mendapat apresiasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, saat meresmikannya pada 21 Februari 2023 silam.
Walikota Semarang, Hevearita G. Rahayu menyampaikan Rumah Pelita ini merupakan terobosan dalam upaya penanganan stunting dari hulu ke hilir. Seperti pemberian pola asuh, penanganan gizi, sanitasi, dan lain-lain.
Rumah Pelita ini, juga tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak stunting saja, namun juga mewadahi pelayanan bagi ibu hamil yang mengalami anemia dan kekurangan energi kronis (KEK). Dengan adanya inovasi ini, Kota Semarang optimistis bisa zero stunting pada tahun 2023 ini.
Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati berharap, Rumah Pelita bisa menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain yang masih memiliki angka stunting cukup tinggi. Bahkan, dia optimistis, setiap kota/kabupaten memiliki inovasi-inovasi sendiri dalam penanganan stunting, sehingga harapan Presiden Jokowi yang menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024 mendatang akan bisa terwujud.
Target Jateng
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mempercepat target penurunan angka stunting di provinsi ini, dengan menggencarkan beragam program dan inovasi yang dirancang sebelumnya.
Melalui gerakan Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng, Jo Kawin Bocah, dan sebagainya, diharapkan target penurunan prevalensi stunting di Jateng sebanyak 14 persen pada 2024, seperti yang ditargetkan Presiden Jokowi, cepat tercapai.
"Dari berbagai kebijakan, gerakan, dan program penanganan stunting ini, perlu dievaluasi. Sehingga dapat mengidentifikasi problem-problem, hambatan, maupun solusi, sehingga kedepannya kita bisa lebih akseleratif," kata Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, dalam “Rakor Evaluasi terpadu percepatan penurunan stunting di Jateng” di Hotel Grand Artos Magelang, Kamis (12/10/2023), seperti dikutip dari humas.jatengprov.go.id.
Sumarno menilai, berbagai program seperti Gerakan Jogo Tonggo, Jogo Konco, Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng, dan sebagainya dianggap efektif menurunkan anga stunting. Nilai lebihnya, program itu juga sebagai bentuk kepedulian dan perhatian yang berakar dari sifat gotong royong masyarakat Jateng.
Ditegaskan, program yang sudah berjalan tetap butuh evaluasi. Menurut dia, salah satu penyebab tingginya kasus stunting di Jawa Tengah akibat perilaku masyarakat yang kurang peduli terhadap kesehatan.
Oleh karena itu, lanjut Soemarno, gerakan “Jo Kawin Bocah” terus digencarkan untuk mencegah terjadinya perkawinan di usia dini. Selain itu, juga meningkatkan perilaku kesadaran tidak buang air besar sembarangan, menjaga kebersihan lingkungan, serta mengonsumsi makanan bergizi.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, YB Satya Sananugraha mengatakan, Provinsi Jateng merupakan salah satu lokus prioritas percepatan penurunan stunting.
Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota di Jateng diminta mengambil langkah-langkah strategis yang memiliki daya ungkit besar dalam percepatan penurunan stunting.
Dalam sisa waktu 14 bulan kedepan, lanjut Satya, diharapkan fokus pada indikator dan cakupan yang masih jauh dari target. Caranya, konsumsi tablet penambah darah, cakupan skrining anemia pada remaja putri, cakupan balita kurang asupan gizi, jumlah keluarga miskin yang mendapat bantuan tunai dan bansos, serta presentasi kabupaten/kota yang meningkatkan alokasi APBD untuk percepatan penurunan stunting.
Ia meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat menindaklanjuti rekomendasi roadshow percepatan penurunan stunting. Pemda juga diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja Tim Percepatan Penurunan Stunting di tingkat provinsi hingga tingkat desa.
"Edukasi dan konseling juga harus terus dilakukan kepada masyarakat secara massif, guna memberikan pemahaman, pola asuh pemberian makanan yang benar, serta pemantauan tumbuh kembang anak untuk penanganan dan pencegahan stunting," jelas Satya.
Meskipun demikian, pihaknya memberikan apresiasi kepada sejumlah pemerintah kabupaten/kota di Jateng yang mampu menurunkan prevalensi stunting, antara lain Kota Semarang, Demak, Kota Tegal, Kabupaten Tegal Jepara, Wonosobo, dan Banyumas.
Turunkan Kemiskinan Ekstrim
Target Jateng untuk menurunkan angka stunting, juga sejalan dengan upaya untuk menurunkan angka kemiskinan esktrim di provinsi ini.
Penjabat Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs Nana Sudjana mengatakan, percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah.
Berdasarkan data BPS per Maret 2023, penduduk miskin di Jawa Tengah sekitar 3,791 juta orang atau 10,77% persen dari total jumlah penduduk di provinsi ini. Jumlah itu tersebar di 35 kabupaten/kota. Dari jumlah itu, sekitar 1,97 % masuk dalam kategori miskin ekstrem yang tersebar di 923 Desa di 17 kabupaten.
“Ada 17 kabupaten di Jawa Tengah yang menjadi prioritas percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem," kata Nana, saat penandatangan kesepakatan bersama dengan Baznas Jateng dan PT Astra Internasional, Kamis (19/10/2023).
Dikutip dari humas.jatengprov.go.id, Nana mengatakan, peran Baznas Jawa Tengah dan PT Astra Internasional sejauh ini dinilai cukup efektif untuk membantu percepatan itu.
Upaya percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem itu akan terus digenjot hingga akhir tahun 2024. Caranya dengan dilakukan melalui delapan komponen sasaran, yaitu RTLH, listrik, sumber air, jamban, stunting, anak tidak sekolah, disabilitas dan individu tidak bekerja.
Upaya tersebut dilakukan melalui kolaborasi kelembagaan dan pembiayaan yang bersumber dari pusat, provinsi, kabupaten, desa, Baznas, CSR, BUMN/D, UPZ dan filantropi.
"Sesuai target nasional pada akhir 2024 nanti, kita memaksimalkan untuk mencapai nol persen untuk kemiskinan ekstrem," imbuh Nana.
Oleh karena itu, diharapkan lebih banyak perusahaan yang terpanggil untuk masalah kemanusiaan dan mereka mau membantu masyarakat yang membutuhkan.
Ruang lingkup dalam kesepakatan bersama dengan Baznas dan PT Astra Internasional meliputi peningkatan kualitas rumah tidak layak huni (RTLH), pembangunan jamban sehat, penyediaan modal usaha, dan bidang lain yang berkaitan dengan percepatan penanggulangan kebakaran ekstrem.
Bentuk bantuan yang diberikan oleh Baznas Jateng pada tahun 2023 berupa 255 unit RTLH, 500 unit jamban, dan 1.664 modal usaha. Selanjutnya pada tahun 2024 dan 2025 direncanakan tiap tahun akan ada bantuan dari Baznas Jateng berupa 750 peningkatan RTLH, 750 unit jamban, dan air bersih 1.700 unit.
Sementara bantuan dari PT Astra Internasional pada tahun 2023 ini berupa 100 unit RTLH, 32 unit jamban komunal, dan 32 unit titik sumber air bersih.
"Ini menjadi perhatian dan prioritas kami, ada RTLH, jamban, dan bila tidak ada air bersih kita carikan sumber air bersih di kampung tersebut. Di samping itu juga kita kaitkan dengan beasiswa anak dari keluarga miskin, dan modal usaha," pungkasnya.
Pencegahan dan penanganan stunting, sejatinya perlu dukungan dan kerjasama semua kalangan. Bukan hanya tugas pemerintah semata, tapi dukungan dan gotong royong seluruh komponen masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberantas stunting agar tidak menjadi genting, yang mengancam generasi bangsa di masa mendatang.
- Wakil Semarang dan Surakarta Dinobatkan Jadi Mas dan Mbak Jateng 2024
- Buktikan Pulang dengan Tidak Tangan Hampa, Kontingen Jateng Raih 260 Medali PON XXI Aceh Sumut
- Joko Widodo: Gas Melon di Wonosobo Bakal Naik