Menanti UN Baru Versi Abdul Mu'ti

Istimewa
Istimewa

Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdamen) berencana memberlakukan kembali Ujian Nasional (UN), sejak ia ditunjuk untuk memimpin kementerian pendidikan dasar dan menengah.

Tentu bukan tanpa alasan, wacana untuk menyelenggarakan UN muncul setelah berdiskusi beberapa kali dengan pemangku bidang pendidikan, seperti kepala dinas pendidikan, pengawas pendidikan, organisasi profesi guru dan masyarakat serta media massa. 

Bahkan Mu’ti mengaku menerima aspirasi dari dunia perguruan tinggi. Hasil dari ujian nasional (UN) nantinya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nilai akademik yang dicapai secara individu. 

Sementara, data dari asesmen nasional (AN) tidak dapat dijadikan tolak ukur prestasi siswa karena didapat melalui sampel saja. 

Dan selama ini standar individu hanya melalui pencatatan nilai rapor saja, padahal porsi nilai masing-masing sekolah berbeda.

“Di suatu kesempatan kami bertemu dengan tim seleksi nasional untuk masuk perguruan tinggi, ternyata mereka perlu hasil belajar yang sifatnya individu,” ungkap Mu’ti.

Untuk itulah, meski sejak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinahkodai Nadiem Makarim menghapus dan mengganti UN dengan AN, kini Mu’ti tengah mengolah rumusan kebijakan baru untuk memberlakukan kembali UN.

Sebagai ujicoba, untuk tahun ini UN akan diterapkan di Sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat. “Tepatnya akan dilaksanakan mulai November 2025,” katanya. 

“Ada tiga point penting yang menjadi dasar kajian dan perumusan kebijakan pelaksanaan UN nanti,” Jelas Mu’ti, di Jakarta, Senin, (23/12) yang lalu.

Kajian pertama terkait dengan sistemnya, apakah akan dilakukan UN atau membuat sistem ujian per wilayah provinsi ataupun kabupaten.

Pertimbangan kedua adalah harus ada penilaian yang bersifat individu, bukan sampling. 

“Dan yang ketiga adalah tidak adanya potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam UN, sebab banyak aktivis HAM yang menentang pemberlakuan UN,” terang Mu’ti.  

Wacana yang sedang dihembuskan mendikdasmen ini menuai pro dan kontra.

Salah satunya adalah Darmaningtyas, pengawas pendidikan dari Perguruan Tamansiswa, yang sering terlibat dalam diskusi evaluasi kebijakan pendidikan di kemendikdasmen menyampaikan bahwa UN harus dilaksanakan kembali, untuk mendapatkan stadarisasi prestasi. 

Darmaningtyas menambahkan bahwa selama ini prestasi hanya dicatat melalui rapor yang sangat tergantung pada subyektifitas guru. 

Realita menunjukkan adanya guru yang pelit nilai dan sebaliknya banyak guru yang obral nilai, demi mendongkrak siswanya untuk melaju ke sekolah atau perguruan tinggi favorit idamannya. 

Sementara, prestasi non-akademik yang umumnya berupa sertifikat lomba sangat mungkin dapat dimanipulasi. 

“Jadi sangat mendesak untuk diadakan standarisasi prestasi yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, sistem penerimaan murid baru (SPMB) atau seleksi masuk perguruan tinggi, misalnya,” ujar Darmaningtyas.

Namun demikian, penting untuk menjadi perhatian agar nantinya pemberlakuan ujian tidak akan menjadi tekanan bagi murid baik secara mental maupun ekonomi keluarga, sehingga UN versi baru tidak boleh disahkan sebagai alat untuk menentukan kelulusan murid.