- FX Rudy Pecat Kevin Fabiano!
- MTI Dorong Kebijakan Nasional, Percepat Angkutan Umum Perkotaan
- Antisipasi Berbagai Gangguan, Pengusaha Rental Mobil Jateng-Jabar Jalin Kolaborasi
Baca Juga
Gebrakan pendidikan karakter ala Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menggoncang masyarakat, khususnya dunia pendidikan.
Langkah tegasnya untuk mengirim anak-anak yang ‘berperilaku khusus’ ke barak militer mengundang kontroversi. Bukan hanya pemangku kepentingan, termasuk akademisi dan praktisi, tetapi juga pihak orangtua yang secara tidak langsung menjadi target kebijakan.
Mengutip tulisan Hendarman di AntaraJabar, Senin (5/5), menyebutkan bahwa kebijakan yang mengemuka tersebut merupakan bagian dari 9 langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat menuju terwujudnya Gapura Panca Waluya.
Hasil akhir dari implementasi kebijakan ini adalah mewujudkan peserta didik yang cageur (sehat), bageur (berakhlak/berperilaku baik), bener (benar), pinter tur singer (sehat, berakhlak mulia, berperilaku baik, cerdas dan terampil - red).
Secara formal, gubernur yang lebih dikenal di media sosial dengan Kang Dedi Mulyadi (KDM) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 43/PK.03.04/Kesra. SE ini memuat tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya tersebut.
Fokus penerapan kebijakan tersebut adalah untuk membangun karakter peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, serta pendidikan menengah di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Kebijakan ini murni gagasan KDM, meski dalam pelaksanaannya telah melalui konsultasi dan sesuai dengan arahan pemerintah pusat melalui kementerian pendidikan dasar dan menengah.
Menariknya, adanya klausul dalam surat edaran tersebut bahwa pembinaan khusus yang diikuti ‘anak nakal’ dilakukan ‘setelah mendapatkan persetujuan dari orang tua’. Dan kebijakan ini diselenggarakan melalui pola kerja sama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Jajaran TNI dan Polri.
Hendarman yang seorang Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikdasmen dan Dosen Sekolah Pascasarjana, Universitas Pakuan ini menyebut pentingnya dasar hukum yang jelas dari pemberlakukan kebijakan ini, agar tidak menjadi preseden munculnya ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pendidikan.
“Harus dipastikan bahwa kebijakan yang dibuat dapat memberikan keadilan dan kebermanfaatan bagi berbagai pihak,” tulisnya.
Di sisi lain, pemerintah pusat mulai menunjukkan keberpihakannya terhadap kebijakan KDM dalam mendisiplinkan ‘anak-anak berperilaku khusus’ Jawa Barat ini. Bahkan, jika program ini berjalan baik, pemerintah berencana menerapkannya secara nasional.
Salah satu dukungan datang dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai. Pigai menilai kebijakan yang diambil oleh KDM merupakan upaya taktis untuk memperbaiki karakter anak-anak yang bermasalah.
Namun demikian, Pigai mengingatkan agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan TNI sebagai penyelenggara tidak memberlakukan hukuman fisik kepada anak-anak tersebut.
”Keyakinan saya, di Jawa Barat itu bukan corporal punishment (hukuman fisik), tetapi mereka ingin mendidik mental, karakter, dan disiplin, serta tanggung jawab, maka tidak melanggar HAM,” kata Pigai, di Jakarta, Selasa (6/5).
Sementara, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti belum memberikan pernyataan apapun perihal rencana KDM memasukkan pendidikan militer ke dalam kurikulum setingkat SMA/SMK.
“Soal itu (pendidikan militer), tanya pada ahli pendidikan saja ya," kata Mu'ti dilansir dari Tribunekaltim.co, Rabu (30/4).
- Partisipasi Semesta untuk Wujudkan Pendidikan Bermutu
- Gandeng 14 Universitas, Jepara Siap Luncurkan 2 Ribu Kartu Sarjana
- Pemkab Purbalingga dan LPIT Harapan Ummat Perkuat Kolaborasi