Mengulas Sejarah Sendang Tapak Bimo Plosorejo Grobogan

Sejumlah masyarakat membersihkan lokasi Sendang Tapak Bimo Plosorejo Tawangharjo Grobogan, Selasa (28/11)
Sejumlah masyarakat membersihkan lokasi Sendang Tapak Bimo Plosorejo Tawangharjo Grobogan, Selasa (28/11)

Sejumlah destinasi wisata 'tersimpan' di Desa Plosoharjo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Dua diantaranya adalah Sendang Tapak Bimo berada di Dusun Ngrimpi dan Sumber Eyang Wijoseno di Dusun Ploso dan Desa Plosorejo.


Sendang Tapak Bimo memiliki cerita rakyat dipercaya oleh warga setempat. Kepala Desa Plosorejo Pumbang Suryo Yuwono menceritakan, ihwal Sendang Tapak Bimo merupakan ikon desa tersebut.

Berawal dari kisah Brotoseno, seorang tokoh pewayangan atau warga menyebut Werkudara/Bima mendapat tugas oleh sang guru, Resi Drono untuk membuat gunung di daerah hutan saat ini dikenal sebagai hutan Plosorejo sampai dengan Jati Pohon. Syaratnya tidak diketahui satu orang pun dalam waktu satu malam.

"Saat sedang melaksanakan amanat dari gurunya, tiba-tiba sayup-sayup terdengar suara orang  sedang menumbuk padi di lesung (alat penumbuk padi jaman dahulu) sehingga, suara itu pun mengganggu konsentrasi Brotoseno dalam menyelesaikan tugasnya," ujarnya, Selasa (28/11).

Ia mengira, waktu sudah menjelang pagi karena sesuai intruksi guru tidak boleh diketahui oleh seseorang. Dia pun berhenti dan tidak melanjutkan tugas dari gurunya tersebut. Dia pun beristirahat di area sekarang dikenal sebagai Sendang Tapak Bimo usai merasa putus asa lantaran tak berhasil menunaikan tugas dari gurunya. 

"Di saat istirahat Brotoseno kehausan, sementara di area tersebut tidak ada sumber mata air, dia menancapkan salah satu jarinya di tanah sebelah timur tempat ia beristirahat. Dari bekas jari munculah sumber mata air untuk diminum," imbuhnya. 

Oleh warga setempat tempat itu dikenal sebagai Sendang Tapak Bimo, air sendang tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mencukupi sebagian dari kebutuhan air warga sampai sekarang.

Brotoseno pun sempat meninggalkan jejak tapak dan jejak bekas lutut dikenal sekarang warga lokal sebagai batu Tapak Bimo dan batu bekas lutut Brotoseno.  

"Bekas tapak dan lutut masih ada dan terletak di sebelah barat sumur Sendang Tapak Bimo," paparnya. 

Sementara, Sumber Eyang Wijoseno berada di Dusun Ploso merupakan sebuah sumur dengan kedalaman sekitar tujuh meter dengan tepian sumurnya terbuat dari bahan kayu. Sementara tak jauh dari lokasi sumur terdapat sebuah petilasan dikenal warga dengan petilasan Eyang Wijoseno.

"Oleh warga sumur dan petilasan di sana diberi nama Sumber Eyang Wijoseno. Pihak pemdes sudah mengajukan ke Pemerintah Daerah Grobogan agar tempat tersebut dijadikan sebagai obyek wisata, namun hingga saat ini belum terealisasi," ujarnya. 

Mahasiswa Universitas Boyolali melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) bertujuan mengembangkan budaya lokal. Kegiatan difokuskan pada pengembangan potensi wisata lokal dan Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM).

Dalam kegiatan dipimpin oleh Aiptu Sofyan Harib, sejumlah destinasi wisata di Desa Plosorejo dilakukan pemugaran. Hal ini bertujuan agar lebih menarik untuk dikunjungi warga sehingga Plosorejo bisa menjadi salah satu desa wisata.

Kegiatan diikuti oleh tujuh orang anggota dari Polres Grobogan tersebut, juga difokuskan pada peningkatan hasil Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM).

Salah satunya kegiatan UMKM tentang kerajinan tas jali dikembangkan oleh Endang Tri, warga Dusun Jetak Desa Plosorejo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan sudah ditekuni sekitar dua tahun lalu, usai pensiun sebagai guru. 

Endang mengaku, dalam pembuatan tas jali itu sendiri harus benar-benar sabar, untuk mendapatkan hasil maksimal.

"Tas jali jadi dibandrol sekitar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu. Untuk pemasarannya, melalui teman-teman yang kenal saja," ungkapnya. 

Salah satu upaya mengangkat dan mengembangkan potensi wisata lokal serta UMKM di Desa Plosorejo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan, mahasiswa KKN mulai aktif mempromosikan melalui media.

"Kita akan membantu mengangkat potensi wisata dan UMKM dengan cara mempromosikannya baik melalui media sosial maupun media online, dengan harapan dapat lebih dikenal masyarakat, dan berhasil menjadi desa wisata," jelasnya.  

Para mahasiswa menginginkan anggota UMKM dapat berkolaborasi dengan wisata lokal yakni dengan menyediakan cindera mata hasil UMKM setempat.