Mimbar Bebas Peringati May Day, Buruh Jateng Kembali Suarakan Tolak UU Cipta Kerja

Peringatan Hari Buruh Sedunia atau May Day yang jatuh 1 Mei diperingati massa buruh Jawa Tengah dengan menggelar mimbar bebas.


Mimbar bebas digelar ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jateng. Acara bertajuk "Buruh Jateng Panggil Penguasa" dihelat di halaman Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang, Sabtu (30/4) malam.

Dalam mimbar bebas yang digelar FKSPN Jateng dan Forum Wartawan Pemprov dan DPRD Jateng (FWPJT) itu, buruh kembali menyuarakan penolakan mereka atas UU Cipta Kerja. 

Ketua FKSPN Jateng Nanang Setyono mengatakan, carut marut problem ketenagakerjaan pada pemerintahan era Presiden Jokowi, bukannya semakin teratasi, tetapi negara justeru cenderung meliberalkan produk-produk hukum ketenagakerjaan yang semakin menindas kaum buruh/pekerja di Indonesia. 

"Lahirnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta turunannya muncul ditengah kondisi pandemi Covid-19 dan terus dipaksakan sehingga menghantam kehidupan dan kesejahteraan pekerja/buruh pada saat ini," tegas Nanang dalam orasinya. 

Keberadaan UU Cipta Kerja ini, kata dia, telah diprotes oleh masyarakat pekerja/buruh dan kelompok masyarakat lainnya, hingga dilakukan Judicial review melalui Uji Formil di Mahkamah Konstitusi. Salah satu amar Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan pembentukan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan."

UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan UU yang mengatur banyak hal yang berasal dari hasil penggabungan, peleburan dan penghapusan sejumlah UU yang dijadikan dalam satu Undang-Undang atau dalam bentuk Omnibus Law. 

"Proses pembentukan UU yang demikian belum pernah ada di Indonesia dan sedang dipaksakan pada proyek UU Cipta Kerja," tegasnya.

Nanang berpendapat,  Pemerintah dan DPR seharusnya peka terhadap persoalan masyarakat yang tidak menghendaki adanya UU Cipta Kerja tersebut dan bahkan telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945, seharusnya Pemerintah dan DPR tidak melanjutkan upaya perbaikan dan dapat membatalkan UU Cipta Kerja agar tidak menimbulkan kegaduhan lagi dikemudian hari. 

Namun yang terjadi,  Pemerintah bersama-sama DPR bersikukuh  melakukan perbaikan pembentukan UU dengan melakukan Revisi Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang salah satu draft revisinya telah mengakomodir peraturan perundang-undangan dalam bentuk Omnibus Law.

 

"Inilah yang ditolak keras oleh FKSPN Jawa Tengah, karena RUU PPP disinyalir sebagai pintu masuk UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam bentuk Omnibus Law menjadi sah untuk diundangkan. Belum lagi terkait dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negara ini, telah merasuk ke seluruh lapisan kehidupan rakyat," tandasnya.

Ironisnya, di tengah kondisi pandemi yang belum selesai dan kondisi perekonomian belum baik ini, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan menaikan harga BBM, dan tidak mampu mengontrol harga-harga kebutuhan pokok yang semakin naik, sehingga tidak berimbang dengan upah yang diterima oleh pekerja/buruh di Jawa Tengah yang masih rendah.

"Betapa sulitnya masyarakat pekerja/buruh mendapatkan sembako dengan harga yang terjangkau termasuk minyak goreng yang harganya semakin melambung," tegas Nanang. 

Anggota DPRD Kota Semarang Rahmulyo Adi Wibowo yang ikut dalam aksi itu menyatakan salut dengan perjuangan buruh. Mimbar bebas, kata RAW, sebutan akrabnya, patut diapresiasi karena mencegah aksi unjuk rasa yang dapat berujung anarki. Apalagi, digelar dalam suasana Ramadan, sehingga aksi damai para buruh tetap dapat disampaikan secara demokratis.