MK Digoyang Karena Tolak Permohonan Karyawan KPK

Mahkamah Konstitusi (MK) terus digoyang oleh kalangan guru dan pengiat anti korupsi. Dalam aksinya mereka mendesak Ketua MK Arief Hidayat mundur.


Pasalnya Arief dinilai telah melakukan dua pelanggaran etik, yaitu bertemu politisi dan memberikan katabelece untuk kerabatnya di kejaksaan.

Menanggapi desakan mundur terhadap ketua MK itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan bahwa desakan yang muncul bukanlah soal pelanggaran etik yang dilakukan oleh Arief namun soal putusan MK menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap hak angket KPK oleh DPR.

Sebab sepengetahuannya MK selama dipimpin Arief Cs sangat independen.

"Justru ini ketika mulai independen, mereka takut. Puncak independensinya ditunjukkan dengan putusan bahwa KPK bagian dari eksekutif," ujar Fahri, Sabtu (17/2) seperti dikutip Kantor Berita Politik

Menurut dia, di balik aksi tersebut ada kelompok-kelompok yang menekan MK. Dia menyebut kelompok tersebut sebagai kelompok proxi dan liar. Karenanya dia mengajak agar beberapa pihak mulai dari DPR hingga TNI untuk bekerjasama melawan perang proxi yang disebutkannya.

"Yang rusak itu yang nekan. Ini kelompok yang selama ini mendompleng dari jalanan dan bisa dikte MK supaya dukung semua agenda mereka. Tapi, begitu orangnya enggak bisa ditekan mereka marah. Saya tahu betul kelakuan mereka," katanya.

Bahkan, Fahri ingat betul bagaimana kelompok itu bekerja untuk menekan MK supaya memberikan legitimasi kepada UU 30/2002 tentang KPK, padahal di dalamnya ada banyak penyimpangan. Tapi hakim tidak berani meluruskan, karena ditekan seperti yang mereka lakukan sekarang.

"Padahal semakin hari KPK sebagai produk UU 30 tahun 2002 itu, semakin nampak sebagai negara dalam negara atau kekuatan proxi untuk menciptakan instabilitas dalam negara khususnya sistem peradilan pidana Indonesia. MK seharusnya meluruskan, tapi mereka tekan," tudingnya.

Kekacauan selama 16 tahun adanya KPK ini, menurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, sepertinya ada yang menjaga supaya tetap kacau. Ketidaksinkronan antara lembaga dan antara aturan sebetulnya kasat mata, tapi hal itu sengaja dijaga.

"Saling curiga antar lembaga terus saja terjadi mulai Cicak Vs Buaya sampai Pansus KPK. Kelompok ini seperti paham betul cara menggalang kekacauan tanpa terasa seolah konstitusional," bebernya.

Kata Fahri, kalau kelompok lain mengkritik MK dan KPK bisa-bisa mereka bilang intervensi peradilan. Tapi mereka menekan pakai opini dan aksi paling sering mereka lakukan.

"Saya ingat dulu ketika Judicial Review atas UU 30 tahun 2002 dilakukan oleh berbagai kalangan, mereka bisa bikin headline media, 'Awas Koruptor Fight Back!'. Padahal orang ingin agar semua UU merujuk kepada konstitusi," ungkapnya.

Fahri yakin kekacauan yang terjadi saat ini, khususnya kisruh di MK adalah by Design. Memang tidak enak dikatakan, tapi harus dikatakan.

"Kita diserang karena kita tidak menyerang dan kita tidak punya pemimpin dalam perang inim Inilah tragedinya. Pemimpin tidak tahu bahwa kita sedang diserang. Kita diadu dan diperdaya akibat ego dan senang bangga dengan diri sendiri. Maka mari hentikan disain mereka," demikian Fahri Hamzah.