Oei Tiong Ham, Tokoh Tionghoa Semarang yang Jadi Pengusaha Terkaya Asia Tenggara

Oei Tiong Ham (bawah) dan bekas gedung Kian Gwan dan Oei Tiong Ham Concern yang masih berdiri sampai sekarang di Jalan Kepodang kawasan kota lama Semarang. Soetjipto/Dok.RMOLJateng
Oei Tiong Ham (bawah) dan bekas gedung Kian Gwan dan Oei Tiong Ham Concern yang masih berdiri sampai sekarang di Jalan Kepodang kawasan kota lama Semarang. Soetjipto/Dok.RMOLJateng

Kota Semarang dalam sejarahnya memiliki tokoh dan pengusaha besar berkelas dunia. Namanya, Oei Tiong Ham.

Mungkin, ada banyak generasi Z atay bahkan milenial yang akan langsung mengerenyitkan dahi mendengar namanya. Tapi tidak bagi mereka yang lahir di tahun sebelum 1980-an.

Dilansir dari sejumlah sumber, nama Oei Tiong Ham sendiri memang cukup melegenda di Kota Semarang. Hal ini tentu, tak lepas dari kesuksesannya merajut bisnis.

Dalam pelbagai literatur yang ada, Oei Tiong Ham tercatat pernah merajai bisnis gula, rempah-rempah, dan palawija di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. 

Di masanya, dia bahkan dijuluki sebagai raja gula terkaya di Asia Tenggara. Perusahaannya, Kian Gwan yang kemudian berkembang menjadi Oei Tiong Ham Concern merupakan perusahaan konglomerasi bekerjasama dengan sejumlah negara. 

Kekayaan Oei Tiong Ham bahkan masih bisa dinikmati hingga kini. Asetnya tersebar di banyak tempat di Semarang. 

Rumahnya di Jalan Kyai Saleh kini menjadi milik keluarga Hoo, sekarang difungsikan sebagai kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Pada masanya, rumah tersebut berada di lahan yang sangat luas, dilengkapi hutan pribadi, kebun binatang, dan gazebo apung. 

Area tersebut meliputi Kampung Gergaji sekarang hingga kawasan Migas, kawasan Jalan Pahlawan dan Pleburan. 

Salah satu nama jalan di lahan miliknya adalah Oei Tiong Ham Weg (Jalan Oei Tiong Ham), sekarang menjadi Jalan Pahlawan. 

Belum lagi aset lain yang tersebar di berbagai tempat di Kota Semarang, diantaranya di kota lama, dan di Simongan.  

Lalu bagaimana Oei Tiong Ham mampu mengepak sayap bisnisnya. Rupanya, kedekatannya dengan pemerintah kolonial Belanda lah yang membuat bisnis pria kelahiran Semarang 19 November 1866 ini  berkembang pesat. 

Bahkan saking dekatnya, ia mampu melobi hingga berhasil memperoleh izin dari pemerintah Kolonial Belanda untuk memotong rambut berkepangnya, dan berpenampilan seperti orang Eropa. 

Sebagaimana ketentuan pemerintah Hindia Belanda, pria Tionghoa di masa itu harus berambut panjang dan dikuncir/dikepang. Ini membuat Oei Tiong Ham menjadi tidak bisa berpenampilan seperti orang Eropa.

Langkah Oei Tiong Ham tak lagi berambut kepang pun diikuti oleh warga Tionghoa lainnya. 

Berkat kedekatan dan lobinya pula, untuk urusan makan, penggemar daging sapi tenderloin ini bahkan mengimpor sendiri sapi dari Australia untuk persediaan daging pribadi. 

Oei Tiong Ham sendiri adalah anak dari Oei Tjie Sien. Saat masih bujang, Oei Tjie Sien adalah imigran dari Tiongkok yang melarikan diri ke Jawa karena dikejar-kejar oleh pemerintahnya, lantaran berbeda haluan politik dan dianggap sebagai pemberontak. 

Oei Tjie Sien lantas mendapat jodoh anak seorang juragan di Semarang. Oei Tiong Ham sendiri sejak remaja dikenal sebagai anak yang baik dan ramah. 

Dari pernikahannya dengan isteri pertama bernama Goei Bing Nio, Oei Tiong Ham memiliki dua anak perempuan, Oei Tjong Lan dan Oei Hoei Lan. 

Hanya memiliki anak perempuan menjadi alasan bagi Oei Tiong Ham untuk mencari isteri lagi. Selanjutnya Oei Tiong Ham memiliki sejumlah isteri selir yang dinikah secara sah, salah satunya adalah Lina Ho yang merupakan istri kedua. 

Salah satu versi menyebut Oei Tiong Ham memiliki delapan isteri dan lebih dari 26 anak.  

Oei Tiong Ham meninggal dunia di Singapura pada 6 Juli 1924 dalam usia 58 tahun, karena serangan jantung. 

Dituliskan oleh anak perempuan keduanya, Oei Hoei Lan, bahwa 'Tidak Ada Pesta yang Tidak Berakhir', kerajaan bisnis Oei Tiong Ham rontok sepeninggalnya. 

Setelah Indonesia merdeka, seluruh aset milik Oei Tiong Ham disita oleh pemerintah Republik Indonesia melalui pengadilan ekonomi Semarang pada Juli tahun 1961. 

Pertimbangannya, kekayaan dan seluruh aset bisnis yang dimiliki Oei Tiong Ham merupakan hasil dari kerjasama dengan pemerintah Hindia Belanda. 

Selanjutnya aset eks perusahaan Oei Tiong Ham dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Rajawali Nusindo.