Orang tua siswa SMPN 1 Semarang yang terkena dampak piagam palsu dalam proses penerimaan PPDB mengadukan masalah anaknya ke Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.
- Siswi SMPN 2 Pekalongan Juara di Selangor Open Super Cup Dance Championship 2025
- BBGB : Program Guru Bergerak Mudahkan Kepsek Dapatkan Calon Pemimpin Pembelajaran
- Tim Robot Megalodon UMS Raih Juara 1, Sekaligus Best Strategi SAR 2021
Baca Juga
Indah, perwakilan orang tua siswa, menyatakan bahwa orang tua berharap sesuai dengan aturan PPDB, anak-anak yang mendaftar dengan sertifikat yang dipalsukan tidak dianulir.
Mereka berharap anak-anak tetap mendapatkan haknya sesuai dengan sistem PPDB dan masih memiliki peluang untuk mengikuti seleksi atau daftar ulang.
Menurut Indah, nama anak-anak yang mendaftar melalui sistem PPDB online masih tercantum di sistem. "Hingga kini, masih ada, barusan saya download hasil akhir PPDB, nama anak masih ada, cuma ada tanda bintang," kata Indah.
Tanda bintang tersebut berarti bahwa anak-anak tidak mendaftar ulang, meskipun seharusnya mereka melakukannya pada tanggal 11 dan 12 Juli, tetapi nama mereka diblokir secara sistem.
Karena masalah ini, orang tua siswa mengadukan permasalahan tersebut kepada Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.
Mbak Ita, sapaan akrab walikota, merespon dengan mengadakan audiensi dengan orang tua murid terkait masalah penganuliran piagam dalam PPDB tingkat SMA.
Dari aspirasi orang tua, Mbak Ita akan berkomunikasi langsung dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng untuk membahas nasib anak-anak.
Dalam pertemuan itu, Mbak Ita menyebut bahwa orang tua maupun murid sebenarnya sudah tidak mempermasalahkan dianulirnya piagam marching band tersebut.
Namun, mereka meminta agar pendaftaran tetap bisa dilakukan dan piagam tersebut bisa diganti dengan piagam lainnya. Apalagi, dalam sistem PPDB, nama anak-anak yang menjadi korban dugaan pemalsuan piagam oleh pihak yang tidak bertanggung jawab masih terdata.
“Saya lihat orang tua sudah tidak masalah, tapi yang dimasalahkan adalah sistem, di saat terakhir daftar ulang itu masih ada nama anak-anaknya, yang sebenarnya sudah tidak bisa diterima karena piagam yang sudah dianulir,” ujar Mbak Ita pada Minggu (14/7).
“Kedua, mereka tahu sudah mepet sekali, ini yang memang diperlukan bagaimana ada titik temu. Karena sekarang mereka sudah tidak mempermasalahkan yang dianulir, tapi orang tua atau siswa ingin, jika masih ada piagam yang lain bisa dimasukkan sebagai pengganti piagam yang dianulir,” lanjutnya.
Mbak Ita mengakui baru memahami permasalahan ini karena kewenangan penanganan sudah masuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng.
Namun karena yang terlibat adalah warga Kota Semarang, ia harus ikut mengawal agar tahapan-tahapan segera menemukan titik temu. Ia berharap upaya-upaya nanti bisa memberikan solusi bagi orang tua dan siswa, serta Pemprov Jateng.
Ke depan, pihaknya akan menerbitkan regulasi terkait beberapa ketentuan yang berhubungan dengan kegiatan kejuaraan pelajar.
“Karena tadi kan tingkat internasional, saya sampaikan memang anak-anak tidak tahu bahwa prestasi itu bukan juara pertama tapi peringkat ketiga. Menurut mereka tahunya dari pelatih dan Instagram yang dibagikan ke seluruh orang tua murid. Sehingga ini menjadi pembelajaran juga bagaimana ke depan kita dari Pemkot Semarang harus mengevaluasi,” paparnya.
Lebih lanjut, Mbak Ita meminta agar tidak berpikir buruk terhadap murid maupun orang tua yang mengalami masalah ini. Sebab, mereka adalah korban dari dugaan pemalsuan piagam tersebut.
“Anak-anak dan orang tua minta kepada teman media yang memiliki contoh piagam dengan nama anaknya untuk ditakedown. Tadi pesan seperti itu, anaknya malu. Karena ini bukan salah anak, tapi stigma masyarakat terhadap anak-anak ini tidak jujur, sehingga perlu diluruskan,” bebernya.
Di sisi lain, Mbak Ita memastikan jika Pemkot Semarang siap membantu pendidikan anak-anak kurang mampu yang tidak diterima di sekolah negeri.
Pemkot Semarang juga bersedia memberikan pendampingan psikologis bagi anak-anak yang mengalami trauma akibat kejadian ini.
“Anak tidak mampu bisa dibiayai oleh APBD, dengan program beasiswa. Tapi kalau memang bukan dari kategori tidak mampu, kita punya program Gerbang Harapan untuk membantu mereka sekolah di swasta,” imbuhnya.
Sementara itu, perwakilan orang tua murid, Indah, mengklaim bahwa nama anak-anak yang menggunakan piagam marching band internasional secara virtual masih terdata di sistem PPDB.
Hanya saja, murid-murid ini tidak bisa melakukan proses pendaftaran selanjutnya. "Jadi diblok oleh sistem. Secara otomatis anak-anak terlempar karena tanggal 12 jatah jalur prestasi daftar ulang, karena tidak bisa sesuai juknis dianggap mengundurkan diri," ucapnya.
Indah berharap, upaya-upaya yang dilakukan Pemkot Semarang ke depan bisa menjadi titik temu. Ia juga meminta kepada masyarakat untuk tidak menjustifikasi buruk murid-murid yang terlibat dalam masalah ini, karena piagam yang digunakan untuk pendaftaran di PPDB telah dipalsukan.
- Agustina Wilujeng Siap Putus Tradisi Pemkot Semarang
- Hendrar Prihadi : Kita Hormati Proses Hukum
- Korupsi Pemkot Semarang Mulai Terkuak, Penasihat Hukum Mbak Ita Minta KPK Jerat Kepala Bapenda