Pakar: Bomber Gereja Surabaya Korban Cuci Otak Yang Didoktrin Pelaku Utama

Kejadian bom bunuh diri pagi tadi di Surabaya adalah merupakan tindakan pengecut.


Pelaku adalah mesin pembunuh, penyebar pemicu kebencian dan mencoba merusak persatuan bangsa.

Demikan dikatakan Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra dalam keterangannya, Minggu (13/5).

Analisa dia, jika dilihat dari serangan bom yang terjadi di tiga lokasi berbeda dalam waktu berdekatan menunjukkan pelaku dan ada keinginan yang sama atau istilah hukumnya, willens en wetens.

"Perbuatan ini sangat sistematis, direncanakan secara matang, tentunya ini ada aktor intelektualnya," tegasnya seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL

Para pengeksekusi di lapangan ini, menurut dia, hanyalah pelaku pembantu. Mereka itu korban cuci otak yang didoktrin sempit atau disaranai oleh pelaku utama.

"Mereka ini orang-orang yang gagal dalam beradaptasi, dimanfaatkan oleh si aktor intelektual," jelasnya.  

Karenanya polisi dan seluruh komponen alat negara, menurut dia, harus bergerak segera, terarah dan bekerja optimal untuk mengungkap aktor intelektualnya.

"Orang-orang atau kelompok ini yang berbahaya harus dihukum mati karena kejahatan ini hanya dapat dituntaskan dengan hukuman mati," ujarnya lagi.

Azmi menerangkan, perbuatan yang sadis dan kejam ini sangat terstruktur sistematis dan masif mengatasnamakan Islam, ulama dan atau ustaz, yang digerakkan dengan sengaja.

"Harus ditumpas pelaku brutal ini yang menjadikan tempat-tempat ibadah atau simbol simbol agama dan hubungan manusia dan ketuhanan juga dijadikan sasaran untuk mencapai tujuannya dan merusak persatuan bangsa," desaknya.

Teror bom Surabaya menurut dia, sangat menciderai nilai kemanusiaan sehingga harus dilawan sampai tuntas. Ini bentuk teror yang tujuannya untuk menakuti, meneror dan pengkhianatan kepada bangsa.

"Jangan terpengaruh, masyarakat harus terus bersatu dan menjaga persatuan. Ini kuncinya agar kita sesama anak bangsa tidak terprovokasi," pintanya.