Setelah Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mengubah strategi dan taktik setelah kalah di Suriah. Yaitu dengan memanfaatkan potensi kekacauan di negara-negara lain yang memiliki pendukung seperti Indonesia.
- Bugar-Fahmi : Tak Bisa Sendirian Seperti Superman
- PSI Salatiga Umumkan Dokter Robby Calon Wali Kota
- Penyaluran Bantuan Keuangan Parpol 2024 di Kudus Terganjal, Ternyata Faktor Ini Pemicunya
Baca Juga
"ISIS mengalami kekalahan terus menerus sehingga jalan teror yang dilakukan difokuskan ke negara-negaranya masing-masing. Jalan teror yang paling mudah dilakukan adalah memanfaatkan pergantian kekuasaan melalui sistem pemilihan umum," kata Direktur Masyarakat Anti Kekerasan Indonesia, Muhammad Baihaqi, Selasa (11/9).
Baihaqi menjelaskan bahwa Indonesia pada 2019 akan melakukan pemilihan umum dan hanya ada dua pasangan calon yang akan bertarung. Masing-masing pendukung calon terlihat ada gesekan yang kuat sehingga sangat berpotensi akan terjadi konflik di antara keduanya. Dengan demikian, kemungkinan besar ISIS akan bermain di sini.
"Gerakan yang berpotensi jadi pemicu menjadi gesekan adalah tagline #2019GantiPresiden. Gerakan ini memang dipelopori oleh kader PKS bernama Mardani Ali Sera. Tapi problemnya adalah gerakan ini belum secara legal diakui oleh tim dari calon presiden Prabowo. Karena itu gerakannya menjadi sangat liar dan berpotensi dimanfaatkan," tegas Baehaqi seperti dikutip Kantor Berita Politik
Baihaqi menambahkan secara ideologi, PKS memang dengan kelompok ISIS dibanding dengan partai lain atau kelompok lain. Sebagai contoh ada dari anggota DPRD Pasuruan dari PKS yang dideportasi dari Turki karena hendak memberikan bantuan ke kelompok pemberontak di Suriah.
"Nadir, anggota PKS itu mengaku datang ke Turki sebagai relawan kemanusiaan dari Yayasan Qouri Ummah. Dia berangkat pada 31 Maret 2017 dengan membawa uang donasi sebesar 20.000 dolar AS untuk para pengungsi di Turki dan Lebanon," ungkapnya.
Dalam catatan Masyarakat Anti Kekerasan Indonesia (MAKI), sambungnya, ada beberapa yang pernah jadi teroris dan hendak bergabung dengan ISIS. Sebagai contoh Sofyan Tsauri adalah mantan teroris yang terlibat dalam pelatihan teroris di Aceh pada 2010, dia pernah aktif di PKS. Juga ada nama lainnya yang juga pernah bergabung dengan PKS.
"Memang bahwa mereka terlibat dalam jaringan teroris setelah keluar dari PKS. Tapi dalam kondisi seperti ini yakni tahun politik, PKS yang mengusung tagline ganti presiden harus berhati-hati dalam mengusungnya karena kuatir dimanfaatkan oleh mereka sehingga merugikan PKS sendiri," demikian Baihaqi.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera sebelumnya menyatakan ada aktivitas kontra intelijen tanggapi aksi #2019GantiPresiden.
Mardani menilai motif mereka lakukan untuk memojokkan serta menggembosi gerakan ini.
"Ada upaya kontra intelijen untuk diskreditkan kami," tukasnya, beberapa waktu lalu.
- KPU: Pasangan Peserta Pilpres Tak Bisa Bebarengan Daftar
- Blusukan di Pasar Brayung Kudus, Sudaryono Janjikan Warung Juang Ditambah
- FKUB Karanganyar Dukung Sosialisasi Pemilu Tanpa Politisasi Agama