Tindakan main hakim sendiri dan aksi amuk massa yang berujung nyawa melayang dan korban luka-luka yang menguncang di Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, memantik keprihatinan mendalam dari berbagai pihak.
- Proyek SIHT Makan Banyak Korban, Nama Kadisnakerprinkop UKM Kudus Berpeluang Tersangka?
- Sewa Mobil Rental Tidak Mau Bayar, Perempuan Cantik Ditangkap Polisi
- Setubuhi Putri Kandung Berkali-kali, Ayah Bejat Ditangkap Polresta Pati
Baca Juga
Keprihatinan salah satunya diungkapkan Mohammad Khasan, salah satu dosen Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus (UMK).
Mohammad Khasan menyebut perilaku main hakim seperti yang terjadi di Kabupaten Pati berdasarkan kacamata psikologi sosial adalah perilaku agresif kelompok.
"Masuknya kategori hostile agretion. Pemicunya adalah pengaruh sosial yaitu konformitas (ikut-ikutan), ada yang meneriaki 'maling' jadinya yang lain ikut-ikutan," ujar Khasan, Jumat (7/6).
Sebagai manusia yang diberi kemampuan berpikir oleh Tuhan, Khasan berharap sudah selayaknya berpikir dahulu sebelum bertindak. Apalagi sampai bertindak di luar batas.
"Jika ada informasi yang mendadak dan belum tentu jelas kebenarannya, harusnya kroscek terlebih dahulu keakuratan informasi tersebut agar tidak terjadi perilaku main hakim sendiri,” terangnya.
Menurut Khasan, perilaku agresi kelompok dan para pelaku dalam aksi main hakim sendiri biasanya dalam keadaan kesadaran rendah.
Cara berpikir dangkal ini, imbuh Khasan, juga memiliki konsekuensi yang serius kedepan. Terlebih dalam contoh kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Pati bagian selatan Kamis (7/6) lalu.
"Tidak berpikir panjang akan konsekuensinya di depan. Padahal setelah semua terjadi (korban meninggal dunia), ada konsekuensi hukum yang harus dijalani oleh pelaku (pidana penjara)," ungkapnya.
Dengan kata lain, lanjut Khasan, jika individu dalam keadaan sadar, maka tidak akan mungkin melakukan perilaku agresif tersebut sendirian.
"Namun karena ada factor pemicunya tadi dan diikuti banyak orang, akhirnya membuat emosi dan adrenalinnya naik. Sehingga perilakunya tidak terkontrol atau hanya sekadar ikut-ikutan yang lain," terangnya.
Khasan menegaskan, yang seharusnya menjadi tersangka utama adalah provokator, pemicu atau yang pertama kali meneriaki maling.
“Namun dalam banyak kasus, justru yang menjadi tersangka adalah eksekutor yang menghabisi korban. Padahal yang eksekutor tadi biasanya hanya ikut-ikutan (konformitas). Tidak tahu asal-usul kenapa orang lain memukuli korban," bebernya.
Diberitakan sebelumnya, nasib nahas menimpa BH (52) bos rental mobil asal Jakarta Pusat. Korban kehilangan nyawa saat mengambil mobil miliknya di Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Kamis sore (6/6).
Korban BH meregang nyawa usai diamuk massa, sehabis diteriaki maling oleh warga. Nasib mengenaskan juga menimpa ketiga rekan BH yang tak luput dari amarah warga.
Mereka dirawat intensif di salah satu rumah sakit di Kabupaten Pati, karena mengalami luka serius di sekujur badan. Keganasan massa juga ikut membakar mobil Daihatsu Sigra milik para korbannya.
- Manajer Pegadaian Kudus Bongkar Tips Merintis Bisnis Dihadapan Mahasiswa UMK
- Sukseskan Pilkada dan Perangi Hoax, KPU Kudus dan IJTI Muria Raya Rangkul Mahasiswa UMK
- Pamerkan Videotron Raksasa, Komitmen UMK Berdayakan UMKM Kota Kretek