Pertamina Berhak Hindari Kerugian

PT Pertamina (Persero) akhirnya resmi menaikkan harga bahan bakar khusus (BBK) per 1 Juli 2018.


Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas N Zubir menilai kenaikan ini sebagai upaya Pertamina menghindari kerugian akibat kenaikan harga minyak dunia.

Dia mengatakan BBK atau biasa disebut bahan bakar minyak (BBM) non subsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex sekarang harga bahan bakunya sudah mahal. Saat ini BBM non subsidi menggunakan banyak bahan baku yang mesti didapat dari luar negeri alias impor.

"Kondisi minyak dunia yang cenderung naik maka Pertamina berhak hindari kerugian," kata Inas.

Dia menekankan, kenaikan ini tidak bertentangan dengan UUD 45 pasal 33 ayat 2. Di mana dalam pasal itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara.

Menurutnya dari ayat ini tidak semua cabang-cabang produksi yang dikelola badan usaha milik negara (BUMN) melulu tentang produk yang penting.

"Tapi BUMN bisa memproduksi produk yang menguntungkan," katanya.

Keuntungan BUMN juga nantinya menurut dia, akan berdampak secara luas untuk negara.

Kebijakan Pertamina juga tidak melanggar pasal 33 ayat 3 tentang bumi, air dan kekayaan alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Kita semua sama mengetahui bahwa produksi minyak bumi Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi hajat hidup orang banyak karena harus diimpor dari bangsa lain, oleh karena itu sebagai regulator, maka negara tetap harus mengatur harga BBM melalui regulasi, akan tetapi disisi lain badan usaha milik negara berhak menjalankan usaha-nya untuk mengejar keuntungan melalui BBK maupun produk hasil kilang selain BBM," terangnya.