Peserta Sekolah Staf Presiden Dibekali Wawasan Mitigasi Bencana

Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko bersma Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto pada sharing session tentang kebencanaan Sekolah Staf Presiden (SSP), di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (4/7).
Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko bersma Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto pada sharing session tentang kebencanaan Sekolah Staf Presiden (SSP), di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (4/7).

Peserta Sekolah Staf Presiden (SSP) angkatan ke-2 mendapat wawasan mitigasi bencana. Sharing session tersebut menghadirkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto. Di hadapan 35 peserta SSP, Suharyanto memaparkan potensi bencana di Indonesia dan strategi penanggulangannya.


“Indonesia terkenal dengan sebutan super market bencana. Di mana, dalam sehari terjadi sembilan hingga sepuluh kali bencana,” kata Suharyanto, di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (4/7). 

Suharyanto mengatakan, beberapa tahun terakhir Indonesia memiliki kekhawatiran bencana La Nina dan El Nino yang berdampak pada terjadinya kegagalan panen, kebakaran hutan dan lahan, serta banjir. “Untuk tahun ini kita sedang mewaspadai fenomena El Nino yang bisa menyebabkan bencana kebakaran hutan dan lahan,” terangnya. 

Masih kata Suharyanto, BNPB sebagai pemandu dan koordinator dalam penanganan darurat bencana Karhutla, telah memfokuskan pada enam provinsi prioritas. Yakni, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. 

Ia menjelaskan, keenam provinsi tersebut menjadi prioritas karena memiliki wilayah lahan gambut yang cukup signifikan, dan jika kebakaran terjadi di lahan tersebut api akan sulit dipadamkan karena dapat menjalar masuk ke bawah tanah sampai puluhan meter. 

“Sesuai Inpres no 3 tahun 2020 juga menegaskan pentingnya untuk memastikan bahwa di provinsi-provinsi tersebut tidak terjadi lagi kebakaran hutan seperti pada tahun-tahun sebelumnya,” jelas Suharyanto. 

Dalam penanganannya, ujar Suharyanto, BNPB bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut dan Manggrove serta BMKG melakukan rekayasa cuaca, yakni melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk membentuk hujan buatan agar tanah menjadi basah dan bisa mengisi embung-embung yang mengering. 

“Kita juga mengerahkan heli untuk water bombing untuk memadamkan dari atas. Tapi ini harus selektif karena biayanya sangat mahal. Sekali water bombing itu 5 ton air dan biayanya mencapai seratus lima puluh juta rupiah,” tutur Suharyanto. 

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko menegaskan, wawasan kebencanaan sangat diperlukan bagi anak-anak muda. Terlebih, letak Indonesia secara geografis geologis sangat rentan terjadi bencana. 

“Bencana alam sudah pasti akan terjadi tinggal soal waktunya saja. Untuk itu, kalian anak – anak muda harus punya kemampuan untuk memitigasi bencana. Ini juga bagian dari bagaimana mengelola negara,” tegas Moeldoko. 

Sharing session wawasan kebencanaan ini mendapat respon positif dari peserta SSP. Marsel Asyerem, peserta dari Papua Tengah mengaku baru mengetahui jika penanganan bencana di Indonesia sangat komplek dan harus dilakukan secara terpadu, yakni antara pemerintah pusat dan daerah. 

“Saya baru tahu dari paparan BNPB tadi bahwa keterlibatan pemerintah daerah dalam penanganan bencana sangat besar. Hal – hal seperti ini tentu pengetahuan baru dan bisa menjadi kami untuk menyampaikan aspirasi di daerah,” ucapnya.