Jelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019, publik was-was munculnya iklim politik yang tidak kondusif seperti pada Pilpres 2014.
- Polres Salatiga Jemput Bola Gelar Vaksinasi Massal di Masa PPKM Darurat
- Menlu Retno Bahas Kesenjangan Vaksin Yang Sangat Besar
- Amerika Serikat Kirim Bantuan Vaksin Covid Ke Indonesia Hingga 1,5 Juta Dosis
Baca Juga
Demikian disampaikan pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) dalam keterangan tertulisnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (28/7).
"Pembelahan masyarakat yang begitu dahsyat pada masa kampanye Pilpres lalu tentu masih membekas di benak publik," katanya.
Apalagi, sambung Said, calon presiden (Capres) yang berlaga diduga masih orang yang sama yakni Joko Widodo (Jokowi) versus Prabowo Subianto.
Said menegaskan, kekhawatiran publik ini harus direspons oleh penyelenggara pemilu, khususnya KPU.
"KPU harus benar-benar peka terhadap masalah itu, dan pada saat yang sama juga perlu merumuskan formula yang efektif untuk mencegah terulangnya disharmoni yang terjadi di tengah masyarakat," tambahnya.
Oleh sebab itu, sebagai regulator pemilu, KPU diharapkan dapat memuat sejumlah ketentuan yang melarang keras berbagai praktik kampanye hitam (black campaign) pada masa Pilpres nanti.
Sebab, jenis pelanggaran itulah yang memberi kontribusi cukup besar terhadap munculnya aksi saling serang di antara pendukung capres-cawapres.
"Selama ini, saya perhatikan Peraturan KPU (PKPU) mengenai kampanye masih memuat larangan yang bersifat umum sebagaimana yang disebutkan dalam UU Pemilu," tutupnya.
- Polres Salatiga Jemput Bola Gelar Vaksinasi Massal di Masa PPKM Darurat
- Menlu Retno Bahas Kesenjangan Vaksin Yang Sangat Besar
- Amerika Serikat Kirim Bantuan Vaksin Covid Ke Indonesia Hingga 1,5 Juta Dosis