Praktik politik uang masih terjadi dalam gelaran Pilkada Serentak yang akan berlangsung 27 Juni nanti.
- Soal Hasil Survei KRCI, KPU Salatiga : Offside, Produk Cacat
- Setyohadi Kembali Daftarkan Diri Melalui Partai PKB
- Bakal Senator Setuju MK Larang Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD
Baca Juga
Analis Politik Exposit Strategic, Arif Susanto mengatakan, kalau praktik kotor itu sesungguhnya masih sangat masif terjadi.
"Politik uang masif dan berkelanjutan," katanya dalam diskusi bertajuk 'Pilkada Serentak 2018: Mencegah Arus Balik Demokrasi!' di Kawasan Kwitang, Jakarta, Senin (25/6) dikutip dari Kantor Berita Politik
Menurut Arif, hal itu terjadi karena dampak minimnya transparansi dan kuatnya pemusatan kekuasaan. Yang mana, para calon kepala daerah tingkat dua setidaknya harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 20-30 miliar, sedangkan calon gubernur mengeluarkan sekitar Rp 100 miliar untuk mengikuti pilkada.
Terbuktinya, Bawaslu menemukan 600 dugaan politik uang pada Pilkada Serentak 2017 lalu. Angka itu melonjak dibanding 311 kasus pada Pilkada Serentak 2015.
"Antara 2004 hingga 2017 sebanyak 87 kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi. Awal 2018 saja KPK menangkap tangan 10 kepala daerah tersangka korupsi, sebagiannya bersiap untuk berkompetisi dalam pilkada," terang Arif.
- Sebanyak 1900 Kotak Suara Tiba, Polres Karanganyar Cek Gudang Logistik KPU
- Naik Kereta Kelinci, Warga Desa Binaan Ikut Vaksin Bawaslu Sukoharjo
- PPP Putuskan Capres Dalam Rapimnas Yogyakarta