Pemerintahan Joko Widodo – Ma'ruf Amin berhasil melaksanakan upaya penyelesaian pelanggaran HAM yang berat, yaitu melalui Pengadilan HAM untuk kasus Paniai tahun 2014 yang digelar di Pengadilan Negeri Makassar, danmelalui Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) yang diatur oleh Keppres No. 17 Tahun 2022.
- Pemerintah Optimis RUU PPRT Segera Dibahas
- KSP: Pemerintah Dukung KPU Lanjutkan Tahapan Pemilu 2024
- KSP: Pemerintah Siap Berkolaborasi untuk Masyarakat Adat Nusantara
Baca Juga
Upaya pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Keppres tersebut dibahas dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dalam forum Konferensi Pengarusutamaan Kabupaten/Kota HAM pada tanggal 20 Oktober 2022.
“Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu ini merupakan salah satu bentuk komitmen serius Presiden untuk menyelesaikan pelanggaran HAM Berat Masa Lalu melalui jalur luar pengadilan (non-yudisial) guna melengkapi mekanisme yudisial yang sudah ada sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, ” demikian ditegaskan Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.
Pembicara lain dalam forum diskusi tersebut adalah Ifdhal Kasim, yang kini menjadi Wakil Ketua Tim Pelaksana PPHAM, Ifdhal Kasim. Ketua Komnas HAM periode 2012 – 2017 ini mengatakan, Keppres tentang PPHAM ini merupakan jawaban atas kebuntuan proses penyelesaian pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu.
“Keppres No. 17 tahun 2022 ini merupakan langkah tepat yang diambil oleh pemerintah untuk melaksanakan tanggung jawab negara untuk mengingat, memulihkan dan menjamin ketidakberulangan sebagaimana diatur dalam Prinsip-prinsip Pemajuan dan Perlindungan HAM melalui Aksi-Aksi Melawan Impunitas yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2005," jelas Ifdhal Kasim, dalam siaran pers KSP, Sabtu (22/10).
Dengan tiga fungsi yang meliputi pengungkapan kebenaran, Wakil Ketua Tim PPHAM ini, menegaskan, rekomendasi pemulihan korban dan upaya penjaminan ketidakberulangan serta berpegangan pada beberapa dokumen yang berisi prinsip-prinsip maupun panduan yang relevan yang dikeluarkan oleh PBB. Pihaknya yakin bahwa upaya penyelesaian melalui mekanisme non yudisial ini sudah sejalan dengan norma dan standar Internasional.
Untuk menjalankan mandat tersebut, Ifdhal Kasim menjelaskan bahwa Tim PPHAM sedang melakukan serangkaian secara paralel berupa pengambilan pernyataan korban (statement taking); dengar keterangan korban melalui kelompok diskusi terfokus (FGD), dan kajian atas dokumen-dokumen yang tersedia. Kegiatan pengambilan pernyataan korban dan FGD akan dilakukan di beberapa tempat di seluruh Indonesia di mana pelanggaran HAM yang ditangani terjadi.
Terkait kekhawatiran bahwa PPHAM ini akan menutup jalur penyelesaian melalui Pengadilan HAM, Ifdhal Kasim memberi penegasan bahwa tuntutan pidana terhadap orang yang bersalah tetap menjadi tanggung jawab Jaksa Agung, sebagaimana diatur dalam UU Pengadilan HAM.
"Hasil kerja Tim PPHAM bukan merupakan substitusi dari Kejaksaan Agung," tandasnya.
- Pemerintah Berkomitmen Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua
- Pemerintah Optimis RUU PPRT Segera Dibahas
- KSP: Pemerintah Dukung KPU Lanjutkan Tahapan Pemilu 2024