Premanisme Di Pelabuhan Sudah Berlangsung Lama, Ditengarai "Dipelihara" Oknum Aparat

Aksi Premanisme di pelabuhan sudah berlangsung lama. Tidak hanya di Pelabuhsn Tanjung Priok, namun hampir terjadi di semua pelabuhan, terutama pelabuhan besar yang aktivitasnya tinggi.


Aksi Premanisme di pelabuhan sudah berlangsung lama. Tidak hanya di Pelabuhsn Tanjung Priok, namun hampir terjadi di semua pelabuhan, terutama pelabuhan besar yang aktivitasnya tinggi.

"Ini masalah sosial-ekonomi, jika lingkungan pelabuhan dipenuhi masyarakat yang tergolong miskin dan kumuh, maka dapat dipastikan hal itu terjadi. Bahkan juga terjadi kongkalikong dengan oknum aparat," demikian diungkapkan pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, Selasa (15/6).

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini menyatakan, justru hal seperti itu (premanisme di pelabuhan) sengaja "dipelihara" oleh oknum tersebut.

Dosen Teknik Sipil Unika Soejijapranata itu menambahkan, dalam bidang apapun, apabila pelanggaran murni di lakukan sendiri oleh pelaku, pasti hanya akan berlangsung sementara (mingguan atau beberapa bulan).

"Tetapi kalau pelanggaran sudah berlangsung rutin dan terus-menerus, pasti sudah ada kerjasama dengan oknum aparatur dll," tegas Djoko.

"Kebenaran dari hipotesa yang tidak terbantahkan, walaupun pembuktiannya sangat diperlukan," imbuhnya.

Dia menyebut organisasi yang namanya Asosiasi Bongkar Muat Pelabuhan, yang seyogyanya tidak berfungsi dalam pengoperasian Pelabuhan modern, nyatanya tetap berfungsi, dan pengaruhnya sangat kuat.

Bahkan bongkar muat yang dilakukan dengan Container Crane yang tidak ada peran buruh bongkar muatnya, tetap dipungut biayanya.

"Pejabat di Kementrian tidak berani untuk menghilangkannya," tambahnya.

Djoko mengungkapkan, harus diakui modernisasi bongkar muat di pelabuhan menghilangkan sejumlah pekerja bongkar muat. Di Jakarta, masih ada bongkar muat menggunakan tenaga manusia, seperti di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Menurut Djoko, pihak operator pelabuhan dapat belajar dari operator KA.

"Stasiun yang dulu kumuh sekarng sudah rapi dan menarik, padahal kawasan stasiun juga dulunya penuh dengan aksi premanisme," ujarnya.

Operator KA, kata dia, punya nyali untuk memberantas premanisme. Mestinya operator pelabuhan meniru operator KA, bagaimana membersihkan aksi premanisme di pelabuhan.

"Jika di sekitar kawasan tersebut masih terdapat kemiskinan, itu bukan tugas dan kewajiban pihak operator pelabuhan untuk mengurusinya..tapi kewajiban Pemda setempat untuk mengurus dan membereskan kemiskinan itu," tegasnya.

Tapi harus ada keseimbangan pula, misalnya ada keluarga dari masyarakat yang bekerja tidak resmi (berbau premanisme) di Pelabuhan demi anaknya yang sedang menempuh pendidikan, terutama kuliah, pihak Operator Pelabuhan dapat memberikan bantuan beasiswa terhadap anak-anak di sekitar kawasan pelabuhan untuk melanjutkan sekolahnya.

"Dapat diambilkan dari CSR atau dari gaji bulanan sejumlah Direksi dan Komisaris Operator Pelabuhan," pungkasnya. [sth]