Surakarta - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta menyampaikan kecaman keras atas tindakan seorang ajudan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang melakukan penamparan dan pengancaman terhadap seorang wartawan di Semarang.
- Penipuan Proyek Bodong Rp296 Juta, Diungkap Polres Tegal Kota.
- Geger! Penemuan Bayi Di Desa Maribaya, Polisi Masih Dalami Motif
- Polres Pemalang Gelar 3 Perkara Di Konferensi Pers, Berikut Salah Satu Perkaranya!
Baca Juga
Insiden memalukan tersebut terjadi ketika wartawan yang bersangkutan sedang menjalankan tugas peliputan kegiatan Kapolri di Stasiun Tawang pada hari Sabtu (05/04) kemarin.
Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul, sangat menyesalkan perilaku tidak pantas dari ajudan Kapolri tersebut. Menurutnya, tindakan tersebut bertolak belakang dengan semangat saling menghormati antarprofesi yang dilindungi oleh undang-undang.
"Ini sangat ironis. Padahal Kapolri sering menekankan pentingnya polisi yang humanis. Namun, tindakan ajudannya justru sebaliknya. Seharusnya ada saling menghargai, bukan malah melakukan penamparan dan intimidasi, terlebih saat wartawan sedang bertugas meliput kegiatan Kapolri," ungkap Anas dalam pernyataan resminya yang diterima RMOLJateng Senin (07/04).
Berita sebelumnya dapat dibaca pada tautan berikut:
Anggota Tim Pengamanan Kapolri Intimidasi Dan Diduga Lakukan Pemukulan Jurnalis, Meminta Maaf
PWI Surakarta mendesak pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk tidak mengabaikan kasus ini. Anas menekankan bahwa wartawan yang sedang bertugas dilindungi oleh Undang-Undang Pers serta Standar Perlindungan Profesi Wartawan (SPPW) yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers.
"Tindakan ini jelas melanggar Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur tentang menghalangi kerja wartawan. Pelaku harus mendapatkan hukuman yang tegas agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Selama ini, sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan seringkali tidak jelas," tegasnya.
Lebih lanjut, Anas menyatakan, pencopotan jabatan ajudan tersebut menjadi peringatan keras, dan Polri juga perlu menyampaikan permintaan maaf.
"Ini juga menjadi koreksi bagi ajudan-ajudan lain yang belum memahami pentingnya kerja media yang jelas dilindungi oleh undang-undang," tandasnya.
Anas menilai kasus kekerasan terhadap wartawan ini sebagai ancaman serius bagi kebebasan pers di Indonesia yang semakin tergerus. Kasus ini menambah daftar panjang tindakan kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh aparat.
Ia juga menyinggung kasus terbaru Jumran, oknum TNI AL yang menjadi tersangka pembunuhan jurnalis Juwita di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
"Kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum, terutama kepolisian, menjadi sorotan. Apalagi kepercayaan masyarakat terhadap polisi cenderung menurun dibandingkan dengan institusi penegak hukum lainnya," pungkasnya.
- NGOPI Berhasil Kuak Rahasia Kecantikan Bersama Dr. Ratih Nuryanti
- Tim Dinparta Dan Satpol PP Serbu Pujasera Demak
- Pedagang Rod As Kadilangu Serbu Jepara Dan Berkolaborasi Emas Dengan Dinparta Demak