Razia Miras Jangan Hanya Muncul Saat Ada Korban

Tingginya korban tewas akibat minuman keras oplosan mendapat perhatian serius DPR RI.


Selain menekankan pelaku yang meracik dan mendistribusikan minuman keras oplosan mendapat hukuman berat, anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menegaskan razia terhadap minuman terlarang harus dilakukan secara berkala, tak hanya ketika muncul korban tewas.

Dia mengapreasiasi langkah kepolisian dalam penanganan kasus miras oplosan. Sependapat dengan Wakapolri Komjen Syafruddin, politisi Partai Nasdem itu memandang 82 orang meninggal dunia dalam waktu sepekan akibat menenggak minuman keras merupakan fenomena yang meresahkan masyarakat.

Polri mencatat korban tewas tersebar masing-masing 31 orang di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sementara 51 orang lain di Jawa Barat.

"Langkah wakapolri yang menginstruksikan seluruh jajaran Polda untuk menyelesaikan kasus secara tuntas dan mengungkap sampai ke akarnya patut kita apresiasi. Yang menjadi catatan, bukan hanya Polri yang harus ambil bagian dalam memerangi minuman oplosan," jelas Sahroni kepada redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (14/4).

Menurutnya, pemerintah daerah sampai level terendah patut melakukan pengawasan dan memberikan informasi terhadap peredaran minuman keras oplosan.

"Dengan peran aktif RT dan RW pemetaan terhadap minuman keras oplosan akan lebih efektif," kata Sahroni.

Seperti diberitakan, khusus di Kabupaten Bandung, total korban miras oplosan mencapai 189 orang, terdiri atas 188 laki-laki dan satu perempuan. Sebanyak 38 orang di antaranya tewas. Semua korban dirawat di tiga rumah sakit, yakni RSUD Cicalengka, RSUD Ebah Majalaya, dan RS AMC Cileunyi, sejak Jumat pekan lalu.

Jabar menjadi salah satu daerah merah peredaran miras oplosan. Pada Januari lalu, tercatat sembilan orang tewas akibat mengkonsumsi miras oplosan di Kabupaten Padalarang.

Sahroni mendukung langkah Polri yang mengkaji kemungkinan dijeratnya tersangka kasus mirasoplosan dengan pembunuhan berencana melalui pasal 340 KUHP. Jeratan UU 18/2012 tentang Pangan dan UU 36/2009 tentang Kesehatan terbukti tidak membuat gentar para pengoplos miras mendistribusikan hasil karyanya ke masyarakat.

"Hukuman kebih berat parut diberikan kepada pengoplos minuman keras yang mendistribusikan ke masyarakat. Karena keuntungan semata, banyak korban jiwa melayang. Setidaknya berbagai pemberitaan di media massa menyebutkan 59 korban tewas sepanjang 2017," demikian Sahroni.