- Viral Baliho Ucapan Ulang Tahun Sang DPR-RI
- Momen Haru Akad Nikah Putri Politisi PDI-P, Ganjar Pranowo Hadir Jadi Saksi Nikah
- BEM STIMIK Tunas Bangsa Banjarnegara Ajak Masyarakat Tolak Hasil Revisi UU TNI, Kepolisian, Dan Kejaksaan
Baca Juga
Dalam konteks rekonsiliasi politik dapat dipetakan bahwa ada layer elit, dan ada layer grassroot. Layer grassroot itu saat ini bisa dikatakan tengah mengalami otonomus proses resiliensi.
Paparan tersebut diungkapkan Rektor Universitas Muria Kudus (UMK), Prof. Darsono, terkait rekonsiliasi politik pascapemilu 2024. Darsono hadir menjadi salah satu narasumber dalam “Dialog Indonesia Bicara” di salah satu stasiun televisi, Sabtu (16/03) petang.
“Sehingga bisa saya kategorikan dalam dua terminologi. Pertama terminologi dalam layer elit dan terminologi dalam layer grassroot. Nah dugaan saya yang jadi persoalan itu adalah di layer yang elit,” ujar Prof. Darsono.
Selanjutnya dalam konteks resiliensi, kata Darsono, yang menjadi persoalan ada dua hal khususnya di layer elit. Pertama yakni kesadaran untuk mau meresiliensi, dan yang kedua adalah keterterimaan untuk mau beresiliensi.
Sementara itu, dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang juga Peneliti Kepemiluan, Titi Anggraini, menambahkan bahwa rekonsiliasi ada dua jalur, yakni jalur politik dan jalur hukum.
Dalam rekonsiliasi jalur hukum, kata Titi, maka pihak yang merasa hak-haknya dicederai, kemudian mendapatkan jalur formal untuk menyelesaikan ketidakpuasan dan lain sebagainya.
“Kedua adalah jalur politik, dimana peran elit dalam membangun edukasi politik kepada publik soal siap menang dan siap kalah. Namun jalur politik ini harus selaras dengan keyakinan bahwa Pemilu berjalan dengan luber dan jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil),” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati mengungkapkan, bahwa rekonsiliasi yang paling utama adalah bagaimana mampu merestorasi lagi hubungan yang retak selama Pemilu.
Tentu saja rekonsiliasi itu, imbuh Wasisto, harus disertai dengan aturan atau norma yang perlu disepakati bersama. Artinya, di tingkat elit maupun public, mereka harus mempunyai aturan yang dihasilkan dari hasil kesepakatan pascakonsiliasi.
“Jadi, disini yang paling penting itu bagaimana semua pihak yang kemarin itu betikai, berkompetisi, berkontestasi bisa merumuskan hal baru yang itu disepakati bersama,” jelasnya.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong berharap, rekapitulasi suara pada 20 Maret mendatang menjadi satu stage memunculkan kepastian hasil pemilu di tingkat pertama.
“Kepastian itu lah yang akan mengurangi gejolak, walupun bisa saja ada gejolak-gejolak maupun pendapat-pendapat yang berbeda. Namung memang rekonsiliasi, khususnya di tingkat elit ini jika ada semacam kontrak, kesepakatan, dan lain-lain, pada akhirnya akan ada take and give (jabatan) yang kita khawatirkan,” pungkasnya.
- NGOPI Berhasil Kuak Rahasia Kecantikan Bersama Dr. Ratih Nuryanti
- Tim Dinparta Dan Satpol PP Serbu Pujasera Demak
- Pedagang Rod As Kadilangu Serbu Jepara Dan Berkolaborasi Emas Dengan Dinparta Demak