Namanya Satimin, lelaki sederhana tinggal di Perumahan Mijen Permai. Dari Semarang berjarak sekitar 20 Km, cukup 15-20 menit perjalanan menggunakan mobil.
- Empat Pantai Wisata di Bumi Kartini Diserbu Pengunjung, Aparat Siaga dan Rutin Patroli
- Segarnya Wisata Air di Umbul Udal-Udalan di Lereng Gunung Lawu
- Desa Wisata Kedungori, Wisata Berbasis Budaya Demak
Baca Juga
Daerah itu sekarang lumanyan ramai setelah ada Bukit Semarang Baru atau kota satelit di sana.
Begitu populer, hampir seantero Mijen mengenalnya. Satimin Duren begitu julukan mashur untuk lelaki bertubuh jangkung, dengan ciri khas goginya ompong jadi antok selagi tertawa. Usianya sudah 72 tahun, tetap lelaki delapan anak ini masih energik dan sehat.
Di kalangan pedagang duren dia sangat dikenal, bahkan kebanyakan pedagang duren di Kota Semarang mengmbilnya dari ini. Untuk diketahui pekerjaan sebagai juragan durian telah dilakoni lebih dari 40 tahun.
Tak terbilang tokoh dan pecinta buah dengan bau menyengat menjadi pelanggan setianya. Ada mantan bupati, pejabat dan tokoh beragam latar belakang. S Prasetyo Utomo, salah satu pelanggan misalnya, telah mengenal Satimin tidak kurang dari 10 tahun. Karenanya tidak heran setiap kali musim durian tiba rumah Satimin jadi 'jujugan'.
Lapak durian Satimin sendiri ada di rumah yang jadi gudang atau rumah duren. Tempat itu dibeli khusus untuk dijadikan gudang. Jadi jangan heran di rumah duren itu ratusan, bisa jadi ribuan durian menggunung.
Omzet yang diraup setiap kali musim bisa mencapai ratusan juta, atau bahkan miliaran. Meski bisnisnya bukan lagi kelas ecek ecek, namun Satimin tetap sederhana. Tidak ada yang berubah, ketika ada pelanggan datang dia menemuinya hanya mengenakan celana kerja, tanpa baju. Itulah Satimin, padahal bisnis yang dilolanya tak lagi bocil. Tak kurang 30 orang terlibat dalam usahanya itu.
Dapat bertahan melintasi zaman, lantas apa yang jadi kunci dan kiat bisnisnya. Jawabnya satu, kualitas. Mutu durian Mijen yang didagangkan Satimi masuk kateri premium. Hampir tidak ada pelanggan yang kecewa, mengeluh karena mendapati buah (durian) jelek.
"Ini penghidupan saya, karenanya saya jaga betul. Saya tidak mau pelanggan kecewa," kata bapak yang sudah bercicit ini dengan mimik serius.
Kiat lain Satimin tidak mau menjual durian produk lain. "Durian saya ini, asli dari Mijen saja. Kalau durian Mijen habis saya berhenti dulu," ujarnya.
Jadi meski ada durian Montong, atau pasokan dari Sumatra dia tetap tidak mengambilnya.
"Kok bisa begitu kenapa, kata Sutimin jualan durian itu panggilan jiwa. "Saya jual durian ya durian sini saja (Mijen). Jadi saya tahu kualitas, rasanya, tebal atau nggak. Kalau durian lain suka ngapisi," katanya.
Dia lantas berkisah romantika yang dijalani berpuluh tahun. Suka duka dari waktu ke waktu, bahkan zaman berganti. Mijen dulu terkenal sentra buah, khususnya rambutan dan durian.
Sekarang kondisi banyak berubah, kebun kebun berubah jadi pemukiman. Populasi meningkat, luas kebun berkurang. Aspek lain yang menggejala keamanan mulai terusik.
"Setiap malam saya mempekerjakan minimal empat orang menjaga kebun. Kalau hanya seorang kuwalahan, pencurinya kadang juga berombongan, ya jadi kita harus waspada," ucap Satimin lagi.
- Semarang Night Carnival Cikal Bakal Event Nasional
- Warjok Mbah Tinah Memang ‘Melegenda’
- Tiga Bayi Harimau Di Mangkang Zoo Diberi Nama Cantik, Anggun Dan Jelita