Kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (PT) menempati urutan pertama dalam dunia pendidikan yaitu sebesar 27 persen selama periode 2015-2020.
- Eka Budianta dan Musdah Mulia Terima Penghargaan Satupena Awards 2022
- Polda Jateng Pastikan Jalan Tol Aman Dilewati Saat Nataru
- Arus Mudik dan Balik Lancar, Hendi Sampaikan Terima Kasih
Baca Juga
Untuk itu, Serikat Pengajar HAM (Hak Asasi Manusia)/SEPAHAM Indonesia mendukung penuh upaya negara menghentikan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi.
Yakni melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), atau lebih dikenal Permendikbud - Ristek PPKS.
"Setelah melakukan kajian berdasarkan fakta empiris, sosiologis, yuridis, dan filosofis, kami dari SEPAHAM Indonesia mendukung penuh keberadaan Permendikbud-Ristek PPKS. Permendikbud ini merupakan terobosan hukum yang cepat dan progresif untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi," ujar mantan koordinator SEPAHAM Indonesia, Manunggal Kusuma Wardaya, SH LLM Ph.D, dalam keterangannya melalui zoom meeting, Rabu (1/12/2021) malam.
Keberadaan Permendikbud-Ristek PPKS, dinilai oleh SEPAHAM tidak akan merusak atau mencegah berbagai norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma agama yang selama ini hidup dan tumbuh di masyarakat.
"Melainkan menjadi penguat norma-norma tersebut," tegas Manunggal Kusuma Wardaya yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.
SEPAHAM mendorong Kemendikbud Ristek untuk segera bekerja sama dengan berbagai pihak serta para ahli yang relevan. Yakni menyiapkan segala Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana yang memadai dalam menjalankan isi Permendikbud-Ristek PPKS, serta terus-menerus melakukan sosialisasi terhadap isi Permendikbud-Ristek PPKS, agar tidak disalahpahami oleh masyarakat.
"Kami juga menghimbau agar masyarakat secara bersama-sama menjadi bagian dalam upaya memerangi kekerasan seksual di perguruan tinggi. Ini mengingat bahwa kekerasan seksual merupakan tindakan keji yang merendahkan harkat dan martabat manusia, melanggar norma kesusilaan, norma kesopanan, serta norma agama," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, belakangan berkembang pro dan kontra tentang Permendikbud - Ristek PPKS di masyarakat.
Sementara secara secara empiris, riset dari Komnas Perempuan menunjukan bahwa kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi menempati urutan pertama dalam dunia pendidikan. Yakni sebesar 27 persen selama periode 2015-2020.
Bahkan dari kasus-kasus kekerasan seksual di kampus yang terbongkar akhir-akhir ini menunjukkan adanya fenomena puncak gunung es, sehingga hal ini sangat meresahkan masyarakat.
SEPAHAM menilai, kasus kekerasan seksual khususnya di kampus telah membawa dampak yang luar biasa merusak bagi korban, menimbulkan rasa ketakutan pada publik khususnya civitas akademika, menyerang kehormatan korban dan dunia pendidikan, serta merendahkan harkat dan martabat korban beserta keluarganya.
Untuk itu, SEPAHAM mendukung upaya negara menghentikan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
- Jabat Kepala LKPP, Hendi Tutup Jalan Belasan Ribu Produk Impor
- Data Covid-19 Tidak Sama Akan Berdampak Terhadap Wisata Dan Ekonomi
- Edukasi Masyarakat Tentang Covid-19 Kurang Maksimal, Sulit Tekan Angka Kematian