Sewindu Ganjar Pranowo Pimpin Jawa Tengah: Sikat Intoleran, Apresiasi Kesenian, Tapi Minim Anggaran

Ganjar Pranowo saat bertemu dengan para rohaniwan yang tergabung dalam FKUB Jateng. / foto-foto: jatengprov.go.id
Ganjar Pranowo saat bertemu dengan para rohaniwan yang tergabung dalam FKUB Jateng. / foto-foto: jatengprov.go.id

“Kalau tidak bisa meluruskan, nanti saya yang turun tangan meluruskan gurunya,” tegas Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.


Pernyataan keras Ganjar itu dilontarkannya,  Rabu (22/1/2020), saat mengumpulkan seluruh kepala sekolah dan guru SMA, SMK dan SLB se-Kabupaten Sragen, di Aula SMAN 3 Sragen, pascakasus siswi di SMAN 1 Gemolong, yang dibully karena tak berhijab.

Kasus itu, sempat menghebohkan dan viral di media sosial. Kepada para pimpinan sekolah itu,  Ganjar wanti-wanti, agar menjadi kasus terakhir. Dia meminta semua pihak memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang. Jangan ada lagi kasus intoleransi di Sragen maupun di Jawa Tengah.

“Siapa pun dia (korbannya) jangan sampai terulang. Saya titip betul kepada kepala sekolah dan guru agar itu tidak boleh terjadi lagi,” tandas Ganjar.

Sikap tegas dan keras Ganjar terhadap hal-hal berbau intoleransi, boleh jadi tak diragukan lagi. Bukan saja, pada kasus intoleransi, pada kasus kekerasan atas dasar agama pun dia keras menentang, apalagi kalau itu sudah mengarah pada tindakan radikalisme dan terorisme, sikapnya tegas: sikat.

Deskripsi:

Ganjar saat bersama para ulama soal penerapan prokes dalam penyelenggaraan ibadah shalat Jumat di masjid, di masa pandemi.

Soal urusan pembangunan rumah ibadah pun Ganjar bersikap tegas.  Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa Tengah, KH Taslim Syahlan mengakui, Ganjar sangat tegas, bahwa tidak boleh ada umat beragama yang dipersulit apalagi dihalangi dalam menjalankan keyakinan agama dan kepercayaanya, termasuk dalam soal pembangunan rumah ibadah.

‘’Untuk urusan pembangunan rumah ibadah, sikap Ganjar sangat tegas. Dia juga sangat menyadari urgensi kemitraan dengan FKUB Provinsi Jawa Tengah dan pastinya dengan FKUB Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah,’’ ungkap Taslim Syahlan, kepada RMOL Jateng.

Kata Taslim, Ganjar juga intens menyimak laporan FKUB terkait persoalan pembangunan rumah ibadah di Jateng.  Menurut dia, secara kuantitatif rekomendasi FKUB Kabupaten/Kota atas pembangunan rumah ibadah cukup signifikan, sangat menggembirakan.

‘’Kalau ada yang bermasalah itu kasuistis saja. Misalnya di Kendal ada kasus pembangunan Masjid Ahmadiyah yang dirusak warga. Di Semarang,  ada kasus GBI Tlogosari, yang  sekarang sudah beres. Demikian juga kasus terkatung-katungnya pembangunan GITJ Dermolo Jepara, sekarang pun sudah selesai. Kasus-kasus itu kami laporkan dan ditanggapi intens oleh Ganjar. Semua ini tentu tidak lepas dari pola kepemimpinannya yang tegas soal kebebasan beragama,’’ ungkap Taslim.

Taslim menilai, gaya kepemimpinan Ganjar berbeda dan lebih maju dibanding dengan gubenur sebelumnya. Ganjar, kata dia, tampil sebagai pemimpin yang egaliter.

‘’Komunikasi publiknya cukup millineal dan responsif dalam menyelesaikan problematika di tengah masyarakat. Saya menikmati juga berkomunikasi dengannya, baik tatap muka atau melalui pesan singkat WhatsApp,'' imbuhnya.

Pola penyelesaian atas kasus-kasus tertentu,  Ganjar dengan cepat mengoordinasikan dengan stakeholder terkait. Misalnya kasus rumah ibadah yang tidak kunjung selesai. Gubernur berambut putih itu dengan cepat mendelegasikan untuk segera diselesaikan bersama FKUB, Kementerian Agama dan bupati/walikota.

‘’Cukup banyak perhatian Ganjar soal ini,’’ ujarnya.

Dukungan Anggaran Minim

Namun, di balik respon cepat dan ketegasan sikapnya soal pembangunan rumah ibadah dan kebebasan beragama, Ganjar dinilai kurang memberikan dukungan anggaran memadai untuk FKUB.

‘’Saya merasakan dalam 8 tahun terakhir ini, Ganjar kurang memberikan support anggaran yang signifikan terhadap upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama. Posisi FKUB sebagai pembantu gubernur dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di Jawa Tengah cukup strategis. Harusnya gubernur memberi perhatian juga sebagaimana gubernur di provinsi lain,’’ ujar Taslim.

Dia menyebut contoh, tahun 2021 ini, FKUB Jateng mendapat Anugerah Harmony Award dari Menteri Agama RI. Namun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, tidak mendapatkannya. Salah satu indikator penilaiannya, karena gubernur tidak memberikan dana hibah kepada FKUB.

Namun, harus diakui, penguatan toleransi dan kerukunan umat beragama, memang menjadi konsern Ganjar. Banyak momen yang bersifat edukatif yang ditunjukkan Ganjar terkait penguatan toleransi dan kerukunan umat beragama ini.

‘’Misalnya pada momen hari-hari besar agama, Ganjar selalu mengajak serta stakeholder terkait, termasuk FKUB untuk bersilaturahmi ke gereja, masjid, dll,’’ ujarnya.

Begitu pula ketika FKUB menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penguatan toleransi dan kerukunan umat beragama, Ganjar selalu hadir dan memberikan penguatan. Bahkan, di masa pandemi saat ini pun,  Ganjar berkenan hadir, secara virtual.

Terkait multikulturalisme, Taslim melihat Ganjar cukup konsern soal multikulturalisme di Jawa Tengah. Dia tampil sebagai sosok yang prokebhinekaan.

‘’Setidaknya saya bisa merasakan bahwa Ganjar selalu update atas hal ini. Saat tampil  di ruang publik, Ganjar tidak hanya tampil dengan busana adat Jawa, namun dia sering tampil di ruang publik dengan busana adat nusantara. Misalnya sekali waktu tampil dengan kultur Aceh. Di waktu lain, tampil dengan budaya Sumatera Barat. Hal ini sebagai peneguh bahwa Ganjar tidak diragukan sikap politik kebangsaannya,’’ tegasnya.

Ketua Yayasan Studi Sosial dan Agama (Elsa) Semarang, Dr Tedi Kholiludin menilai, ada tiga hal yang terlihat jelas dari sosok Ganjar Pranowo. Pertama, Ganjar mencoba membangun komunikasi publik yang lebih setara. Kedua, dia berusaha untuk keluar kultur birokasi yang serba formalistik  dan memanfaatkan ruang-ruang keseharian untuk menyampaikan pesannya kepada masyarakat yang lebih luas. Ketiga, sebagai medium,  Ganjar beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan mengoptimalkannya untuk menciptakan ruang yang lebih komunikatif.

Tedi juga menilai, Ganjar Pranowo terlihat sangat berhati-hati dalam aspek yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Dia merupakan sosok pemimpin yang protoleransi dan prokebhinekaan.

Ganjar, kata Tedi,  tidak gegabah dalam mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan keagamaan. Hal itu, menurutnya sesuai dengan prinsip HAM atas keragaman keyakinan, yakni to respect (menghargai).

Ganjar saat bersilaturahmi dengan Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko, Pr, di Katedral Semarang.

‘’Ia juga cukup terbuka menerima masukan dari pelbagai pihak ketika hendak merespon satu hal. Sejauh ini, tidak ada kebijakan publiknya yang dianggap membatasi ekspresi keyakinan keagamaan kelompok tertentu. Sejak awal ia memimpin tidak ada Peraturan Gubernur, Surat Edaran ataupun produk lain yang dianggap membatasi atau bahkan melanggar hak kebebasan beragama sebuah kelompok,’’ ungkap Tedi.

Meski di level provinsi secara umum tidak ada regulasi yang diskriminatif, namun menurut Tedi, di beberapa wilayah (kabupaten/kota), situasi intoleransi masih tetap terjadi. Tedi meminta agar Ganjar mencermati apa yang terjadi di kabupaten/kota dan melakukan intervensi atas masalah yang ada di wilayah tersebut.

‘’Hemat saya, Ganjar perlu membangun komunikasi lebih intensif dengan pemerintah di level kabupaten/kota, karena persoalan intoleransi itu ada dalam domain kebijakan bupati/walikota,’’ ungkapnya.

 

Masih Ada Intoleransi

Dosen Studi Agama Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang ini menuturkan, masih ada persoalan intoleransi di Jawa Tengah, meski tidak ada konflik komunal terbuka. Tetapi ada beberapa isu yang perlu diperhatikan, antara lain pembangunan rumah ibadat, aliran keagamaan, (dugaan) penodaan agama, masalah kebebasan berekspresi dan lainnya.

‘’Perlu deteksi dini untuk memastikan bahwa problem itu tidak memantik terjadinya masalah yang lebih luas,’’ tegas doktor sosiologi agama lulusan UKSW Salatiga ini.

Keberpihakan Ganjar soal multikulturalisme juga diakui oleh Harjanto Halim. Pengusaha, yang juga budayawan, Ketua Kopi Semawis (Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata) itu menilai, Ganjar Pranowo sudah pas dalam memimpin dan kebijakannya yang protoleransi dan menghargai multikultiralisme.

‘’Dia saya nilai sosok pejabat yang sudah selesai dengan dirinya sendiri,’’ ungkap Harjanto Halim.

Dia mengaku, beberapa kali dia mengundangnya ke acara Pasar Semawis, Ganjar selalu antusias.

‘’Selalu datang, bahkan mengenakan baju chinese dengan penuh kebanggaan, dengan pidato yang sangat berapi-api, itu saya nilai luar biasa. Dia tokoh yang selalu menyambungkan identitas daerah/etnis,’’ ujarnya.

Ganjar mencoba barongsai, saat perayaan Imlek di Klenteng Sam Poo Kong Semarang, tahun lalu.

‘’Dalam konteks diluar pandemi, pada saya dia bilang, Pasar Semawis ya bagus begini, suk-sukan, rame, namanya saja pasar. Ini bagus karena pasar semawis menurutnya merupakan miniatur keindonesiaan kita,’’ ujar Harjanto menirukan ucapan Ganjar.

Bukan saja pidatonya yang berapi-api tentang multikulturalisme, menurut Harjanto, tapi kebijakan publik yang dibuat Ganjar juga dinilainya memihak pada keindonesiaan dan Pancasila.

‘’Beberapa sekolah yang dinilai anti-Pancasila ditindak, itu bagus. Sekarang orang salah itu bukan cuma karena nyolong, banyak juga yang salah dalam pemikiran, intoleran, dan anti-Pancasila. Ganjar sudah membuktikan berani menegakkan apa yang harus diterapkan dalam negara berdasarkan Pancasila itu,’’ tandasnya.

Kebijakan Kesenian Bersifat Individual

Di bidang kesenian, atensi dan apresiasi Ganjar terhadap dunia kesenian di Jateng pun diakui cukup besar.  Namun, kebijakan yang dilakukannya, dinilai lebih bersifat individual.

‘’Selama 8 tahun memimpin Dewan Kesenian Jawa Tengah, perhatian dan apresiasi Ganjar terhadap pembinaan dan pengembangan  kesenian, harus diakui memang cukup besar. Namun, karena kebijakan yang dilakukan untuk bidang kesenian lebih bersifat individual, upaya pembinaan dan pengembangan kesenian di Jateng belum memadai dan terkesan cerai-berai,’’ ungkap Ketua Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT) Gunoto Saparie.

Lagi-lagi, minimnya keberpihakan dan dukungan Ganjar dalam bidang anggaran, jadi sorotan. Bukan hanya pada kalangan aktivis keagamaan, kelompok kesenian pun merasakannya. Gunoto merasakan sangat minimnya keberpihakan Ganjar dalam soal anggaran untuk kesenian di Jawa Tengah. Hal ini bisa dilihat dari APBD Jateng dari tahun ke tahun, di mana anggaran untuk bidang kesenian terlalu sedikit dibandingkan dengan bidang olahraga yang mencapai miliaran rupiah.

‘’Perbandingannya bagaikan bumi dan langit. Padahal kesenian dan olahraga sama-sama penting bagi upaya membangun  karakter bangsa,’’ ujarnya.

Gunoto berpendapat, Jawa Tengah perlu memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang pembinaan kesenian, sehingga kepala daerah memiliki kewajiban konstitusional untuk membina dan mengembangkan kesenian. ‘’Jadi, kebijakannya bukan bersifat individual, seperti sekarang,’’ tegasnya.

‘’Ganjar memang memiliki orientasi dan wawasan yang cukup luas terhadap kesenian. Namun, itu saja tidak cukup,’’ imbuhnya.

Ganjar saat bersilaturahmi ke rumah seniman Tanto Mendut.

Dia menyebut contoh, saat Perda tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau CSR tidak mencantumkan secara eksplisit tentang bantuan untuk kesenian, Ganjar justru tenang-tenang saja. Padahal  tanpa disebutkan tersurat dalam Perda CSR,  bidang kesenian akhirnya sering terlewatkan dari sentuhan berbagai program CSR.

Selain itu, Ganjar juga dinilai membiarkan hasil rekomendasi tim yang menggodok Rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Dewan Kesenian Jawa Tengah sebagai Lembaga Nonstruktural.

‘’Padahal Pergub itu sangat ditunggu untuk memperkuat payung hukum dewan kesenian. Selama ini acuan dewan kesenian adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 5A Tahun 1993 yang dalam peraturan perundangan tidak ada,’’ tegasnya.

Gunoto berharap, di sisa waktu dua tahun kepemimpinannya di Jateng, Ganjar dapat menaruh perhatian lebih serius terhadap aspirasi para seniman.