Perjuangan Mbah Sono dan Istri, Korban Penggusuran Proyek Pemerintah

Tempati Gubug yang Masih Dibebani Sewa Oleh PT KAI
Mbah Sono dan Istri ketika ditemui di rumah sewanya/RMOLJateng
Mbah Sono dan Istri ketika ditemui di rumah sewanya/RMOLJateng

Semanjak adanya normalisasi sungai Balun di 2017 lalu banyak warga sekitarnya yang terkena dampaknya.


Mbah Sono salah satu warga Balun Sawahan RT 03 RW 14, Kabupaten Blora yang sampai saat ini masih merasakan akibatnya.

Rumah yang ditempati tergusur rata tanah sehingga ia harus mencari tempat untuk bernaung.

Saat ini ia menempati sebuah gubuk kecil di dusun Balun Kandang Doro RT 4 Rw 10 kelurahan Balun kecamatan Cepu.

Gubuk tersebut dibangun dari sisa sisa rumah bekas gusuran. 

Sudah empat tahun mbah Sono dan istrinya menempati gubuk kecil yang selalu ada genangan air saat turun hujan. 

Rumah yang beralaskan tanah tersebut hanya di penuhi perabot sederhana, tungku api dari batu bata dengan bahan bakar kayu serta satu kasur lusuh untuk istirahat mereka. 

"kalau hujan pasti airnya masuk ke dalam rumah," kata mbah Sono kepada RMOLJateng, Jumat (3/9/2021).

Kendati demikian semangat juang mbah Sono untuk bertahan hidup patut untuk di teladani. 

Pria kelahiran 1946 itu rela mengais rezeki dari tempat sampah di TPA dekat rumahnya. 

Berbekal semangat dan demi sesuap nasi ia mengumpulkan memilah sampah yang bisa di jual selama satu minggu. 

Penghasilan yang di dapatkan dalam satu minggu hanya sekitar 20 ribu sampai 25 ribu rupiah. 

"Seminggu angsal dua puluh kadang nggeh selangkung (seminggu dapat 20 ribu rupiah terkadang 25 ribu)," ungkap mbah Sono.

Ia juga mengatakan rumah yang di tempati itu pernah mengalami kebakaran. 

Akibatnya kondisi tangan kanannya mengalami cacat dan luka di sekujur tubuhnya tampak parah. 

Luka diperut mbah Sono sampai sekarang masih belum sembuh total, terlihat saat ia membuka kaos lusuhnya saat di temui wartawan RMOLJateng

"Goro-goro kobongan mas," jelasnya. 

Menurut penuturan ketua RT 4 Antonius Wintoro, mbah Sono menempati tanah milik PT KAI yang sampai sekarang masih di bebankan sewa 500 ribu rupiah per tahun. 

"Sewanya 500 ribu pertahun," ungkapnya.

Dikatakan, ketua paguyuban Taman Seribu Lampu Edi Sumaryanto yang saat itu menemani wartawan RMOLJateng, keluarga mbah Sono masih ada di wilayah Blora.

Mbah Sono memiliki tiga anak diantaranya dua perempuan dan satu laki-laki. Mereka berdomisili di wilayah Doplang kecamatan Jati tetapi jarang menemui mbah Sono.

Ia berharap ada uluran tangan dari pemerintah atau tangan dermawan dari pihak manapun untuk beliau yang sampai sekarang masih berjuang meski dengan segala keterbatasannya. 

"Meski susah mereka tetap kerja seadanya tidak ngemis, itu yang luar biasa," pungkasnya.