Sukirman : Berinvestasi Pembangunan Jangka Panjang Melalui Media Seni Budaya

Wakil Ketua DPRD Jateng Sukirman saat menyampaikan paparan kegiatan sosialisasi Media Tradisional di Kabupaten Pekalongan
Wakil Ketua DPRD Jateng Sukirman saat menyampaikan paparan kegiatan sosialisasi Media Tradisional di Kabupaten Pekalongan

Kesenian daerah merupakan investasi jangka panjang untuk sumber daya manusia di Indonesia, dan Pekalongan pada khususnya. Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD Jateng Sukirman dalam Sosialisasi Peran Media Tradisional di Kabupaten Pekalongan.


"Kata investasi memang terlanjur lekat kaitannya dengan imbalan finansial. Namun sesungguhnya kegiatan investasi bisa diterapkan pada konteks yang lebih luas dari itu," katanya, Senin (29/4).

Ia menyebut dalam  kesenian daerah terkandung nilai-nilai adiluhung yang kental dengan budaya serta kearifan lokal. Hal itu bisa jadi pilar penjaga Indonesia dari pengaruh negatif budaya asing. 

Sukirman berujar investasi juga bisa menggerakkan perubahan sosial melalui berbagai organisasi. Selama ini, fungsi seni budaya 

"Tak lebih dari hiburan atau hiasan. Dalam forum-forum tentang pembangunan, seni sebatas tampil sebagai pertunjukan pembuka atau pengiring saat rehat makan siang," imbuhnya.

Sekretaris DPW PKB Jateng itu menyebut saat ini infrastruktur kebudayaan masih jauh dari memadai. Apalagi untuk menghasilkan nilai sosial dan budaya yang bisa berkontribusi pada perekonomian. 

"Seni budaya kerap diabaikan dalam rencana pembangunan, karena dinilai tak berperan untuk kesejahteraan, kemakmuran, dan kualitas hidup manusia. Padahal, seni terbukti berdampak positif untuk masyarakat," ungkap pria asli Pekalongan itu.

Sukirman yakin pengaruh seni bisa mengubah perilaku anak-anak jadi lebih baik. Bisa melekatkan aspek humanis dalam diri anak-anak. 

Ia mengusulkan pemerintah daerah harus membangun sinergi dengan pemerintah pusat perihal investasi kebudayaan. Sebab, 

Pembangunan kebudayaan adalah salah satu poin penting dari tujuh fokus Rencana Pembangunan Jangka Panjang pemerintah Indonesia 2025-2045. 

"Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, Dana Abadi Kebudayaan yang diturunkan melalui aneka program Dana Indonesiana dan disokong oleh LPDP menjadi bukti komitmen pemerintah pusat," ujarnya. 

Sukirman juga mengkritisi aktivitas pembangunan kebudayaan di tingkat lokal. Yaitu ketidakmampuan pemerintah daerah mengidentifikasi perkembangan budaya kontemporer.

Lalu orientasi yang lebih terpaku pada profit daripada benefit, dan lemahnya investasi. Apalagi saat ini generasi milenial serta gen z merasakan bentangan yang luar biasa besar antara tradisi dan modernitas. 

"Kebutuhan akan literasi digital sama besarnya dengan kebutuhan kami akan literasi tradisi," ujarnya.

Ia menyebut kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan harus diraih. Caranya? Dengan menerobos tembok-tembok sentralisasi pembangunan yang lama bercokol di Indonesia. 

"Sementara akses akan tradisi selalu dikaburkan oleh sejarah kolonialisme serta politik identitas yang tidak kunjung selesai," urainya. 

Pada tataran yang lebih praktis, kebudayaan seringkali ditempatkan pada distingsi antara tradisi dan modernitas. Identifikasi atas kebudayaan kerap terperangkap pada hal-hal yang bercorak tradisional: kain tenun, tarian tradisional, kuliner tradisional, rumah adat, syair dan lagu-lagu tradisional. 

Kebudayaan lokal sering dipandang secara eksotis semata tanpa upaya revitalisasi berbasis masyarakat, peluang-peluang yang dibuka oleh bentuk-bentuk kebudayaan populer/kontemporer sama sekali tidak ditindaklanjuti.