Sukirman Harapkan Alokasi DBHCT Lebih Terarah

Wakil Ketua DPRD Sukirman saat menjadi narasumber dalam dialog Prime Time, di Studio 1 Metro TV Jakarta/ist
Wakil Ketua DPRD Sukirman saat menjadi narasumber dalam dialog Prime Time, di Studio 1 Metro TV Jakarta/ist

Tahun 2021, Kanwil Bea Cukai Jateng DIY menyita rokok ilegal sejumlah 11.317.128 batang dengan dengan total nilai Rp 11,54 miliar dan penerimaan negara yang seharusnya dibayarkan Rp 7,58 miliar. Sehingga keberadaan rokok illegal sangat merugikan negara. Pasalnya, peredaran rokok illegal tidak dibarengi dengan membayar pajak kepada negara melalui cukai tembakau.


Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPRD Jateng, Sukirman, saat menjadi nara sumber dalam dialog Prime Time, di Studio Metro TV Jakarta, belum lama ini.

"Potensi kerugiannya bagi negara Rp 7,5 miliar. Kemudian, rentang waktu dari Januari sampai Juni 2022, Kanwil Bea Cukai Jateng DIY menginformasikan kepada kita ada 35 juta batang rokok sudah disita kembali. Padahal baru setengah tahun. Artinya penindakan ini belum membuat efek jera. Ternyata 2022 sudah ada operasi lagi yang angkanya lebih fantastis," jelasnya.

Anggota Fraksi PKB tersebut menambahkan, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) secara nasional pada 2021 mencapai Rp 3 triliun. Pada 2022 ditargetkan mencapai Rp 3,9 triliun. Sementara Pemprov Jateng mendapatkan dana bagi hasil Rp 400 miliar dikelola untuk menanggulangi dampak rokok di bidang kesehatan, pengobatan, kampanye kesehatan dan membayar BPJS masyarakat miskin.

"Selain itu, DBHCHT dimanfaatkan untuk kegiatan sosial. Termasuk untuk pemberdayaan petani tembakau, untuk pelatihan, bantuan pupuk, traktor dan pemasaran hasil pertanian. Dengan tidak adanya cukai, maka sangat merugikan petani juga," tanda Sukirman.

Dia menambahkan, beberapa hambatan dalam memberantas rokok ilegal tidak lepas dari praktik industri yang menabrak aturan main. Posisi petani yang tidak bisa mengembangkan hasil panen atau hasil panennya sudah terlanjur diijon sebelum masa panen dijajakan ke pelaku industri rokok ilegal.

"Sementara rokok resmi tidak mampu menampung panen tembakau kita. Tidak adanya sinergi antara industri rokok legal dan petani. Serta petani tidak bisa memasarkan hasil tembakaunya, sehingga dimanfaatkan industri rokok ilegal," sambungnya.

Dia menambahkan, pengurusan izin industri rokok perlu dipermudah, murah dan tidak berbelit. Pemerintah perlu mendorong industri rokok ilegal untuk melegalkan usahanya. Selain itu, juga memberikan dorongan dan edukasi ke petani agar tidak menjual tembakau ke industri rokok ilegal. Membuat jejaring antardaerah, saling dukung antardaerah serta membuka akses ke produsen legal.

"Terakhir, dalam penindakan jangan menyita barang pemilik kios, meskipun ilegal sebaiknya dibeli. Kalau produsen harus kita ambil paksa dan harus kita denda. Tetapi yang terlanjut dijual di kios, jangan diambil paksa. Mereka modal lho,” pungkasnya. (ADV/ANF)