Tak Lagi Beli Pertalite, Banyak Masyarakat Akui Gunakan Pertamax Sekedar Tidak Ingin Antre

Antrean Masyarakat Mengisi BBM Di Salah Satu SPBU Di Kota Semarang. Dicky A Wijaya/RMOLJawaTengah
Antrean Masyarakat Mengisi BBM Di Salah Satu SPBU Di Kota Semarang. Dicky A Wijaya/RMOLJawaTengah

Semarang - Terbongkarnya Pertamax oplosan yang sebenarnya Pertalite menjadi perhatian dan mendapatkan reaksi kekecewaan masyarakat. Buntutnya, kasus korupsi Pertamina merugikan negara triliunan rupiah dan dampaknya dirasakan langsung konsumen. 


Namun, ternyata banyak masyarakat mengakui jika selama ini tak lagi menggunakan Pertalite bahan bakar bersubsidi. Mereka lebih memilih Pertamax hanya karena malas antre lama. 

Seperti Kurniawan (28) warga Semarang. Menurut dia, bila mengisi kendaraan dengan Pertalite, antrean di SPBU biasanya lama, maka beralih ke Pertamax karena tidak antre. 

"Pilih Pertamax agar cepat tanpa antre. Soalnya kalau pagi pas isi akan berangkat, biar nggak kelamaan. Takutnya telat," ucap Kurniawan. 

Sementara itu, Wiwik (24) warga Tlogosari mengaku Pertamax lebih bagus untuk kendaraan. Sehingga akhirnya memutuskan menggunakan BBM nonsubsidi tersebut. 

"Sejak dua tahun nggak pakai Pertalite. Sayang aja sama motor. Mending sekalian Pertamax sesuai spesifikasi," katanya. 

Bagi Nurul (22) seorang mahasiswi perantauan di daerah Tembalang, Kota Semarang, terkadang biasanya di SPBU stok Pertalite kosong. Karena itu, dirinya tidak bisa memilih selain beli Pertamax. 

"Ya adanya Pertamax, ya beli itu. Nggak peduli sih yang penting bisa isi bensin," ucap dia. 

Menanggapi isu Pertamax oplosan dari Pertalite, masyarakat mengaku sangat kecewa. Sebagian merasa dirugikan dan prihatin hal itu. 

Kurniawan mengatakan, sebagai konsumen tentu rugi sekali. Ia ingin agar pemerintah tidak membuat peraturan yang merugikan masyarakat. Termasuk dengan kasus itu, ia memiliki harapan, agar hak masyarakat konsumen BBM harus diperhatikan. 

"Nggak bisalah. Kita beli BBM bayar mahal, kok isinya ternyata palsu. Harus tegas kalau buat aturan. Yang rugi, kita masyarakat sebagai konsumen. Kualitas harus nomor satu karena harga dibayarkan masyarakat juga tidak seperti bensin subsidi," tegas dia. 

Menilai kurang lebih sama, Nurul menyebut, jika beli tidak sesuai, tentu masyarakat rugi. Biaya dibayarkan seharusnya sebanding apa yang didapatkan. 

"Harus sesuai dengan apa yang kita keluarkan. Kalau subsidi yang dibeli sih, kami anggap wajar. Tapi, Pertamax 'kan mahal. Dan jika seperti itu kami tidak bisa menerima, soalnya rugi," katanya. 

Warga Semarang lainnya, Wiwik menilai sebetulnya masa bodoh dengan kondisi sekarang. Tetapi, katanya, konsumen punya hak mendapatkan keuntungan dari pilihan dipilih, seperti untuk tidak lagi mengisi Pertalite. 

"Lha 'kan negara menyarankan masyarakat yang mampu beli BBM nonsubsidi beralih. Ternyata kok begini? Ya, kita merasa dipermainkan pastinya. 'Kan sejak awal memilih beli nonsubsidi. Harusnya keuntungannya kita dapatkan. Tidak seperti ini," ucap Wiwik.