Tidak Semua Industri Bisa Digantikan Mesin, ILO Bekali Pekerja Garmen dengan Soft Skill

Penggunaan teknologi dengan revolusi industri 4.0 menjadi tuntutan untuk mengejar kualitas dan kuantitas agar bisa bersaing dalam pasar global. Namun tidak semua industri bisa digantikan dengan mesin.


Dalam era digitalisasi dan automatisasi pekerjaan, memiliki kombinasi yang baik antara keterampilan tekniks (technical skill) dan keterampilan lunak (soft skill)  diperlukan untuk memenangkan pasar kerja yang sangat kompetitif. 

"Laporan Penilaian Cepat Kebutuhan Keterampilan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia yang dipublikasikan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di akhir 2020 mengkonfirmasi hal ini.  Sementara kemampuan teknis terus dikembangkan di berbagai bidang,  keterampilan lunak kerap diabaikan," ungkap Taufik Muhamad, dari ILO Perwakilan Indonesia, saat membuka pelatihan softskill di PT Sritex Sukoharjo, Selasa (12/4/2022).

Melihat pentingnya soft skills dalam dunia kerja, ILO menyelenggarakan pelatihan soft skill pada bulan April-Mei 2022 yang mentargetkan pekerja industri garmen. 

"Pelatihan perdana yang digelar dimasa pandemi ini akan diadakan di 3 kota di Jawa Tengah (Sukoharjo, Boyolali, dan Jepara), bertujuan untuk mendukung pekerja pabrik dalam menavigasi perubahan di tempat kerja dan membantu mereka beradaptasi dengan dunia kerja yang terus berubah," imbuhnya.

Pelatihan diikuti sekitar 150 pekerja dari tiga pabrik garmen yakni PT Jaya Perkasa Textile (PT Sritex), PT Eco Smart Garment, dan PT Jiale Indonesia Textile. Sasaran peserta adalah Pekerja pabrik, terutama perempuan dan anak muda, merupakan kelompok yang paling rentan terdampak otomatisasi. 

Pelatihan ini mencakup 4 modul pelatihan soft skill yang paling dibutuhkan berdasarkan hasil penilaian cepat ILO di atas, yaitu: kerja sama tim, komunikasi, berpikir kritis dan integritas.  

Kementerian Ketenagakerjaan menyambut baik inisiatif ini sebagai upaya meningkatkan kondisi ketenagakerjaan untuk pulih bersama, sesuai dengan salah satu moto Indonesia dalam G20 yang sedang berlangsung. 

“Salah satu prioritas pemerintah dalam G20 adalah mengembangkan kapasitas manusia untuk pertumbuhan produktivitas berkelanjutan. Pelatihan soft skill ini akan menjadi salah satu langkah penting dalam mewujudkan tujuan tersebut. Saya mengapresiasi ILO, industri dan juga para pekerja atas inisiatif ini dan berharap agar pelatihan ini bisa diadopsi di level provinsi dan kabupaten agar dapat menjangkau lebih banyak pekerja," kata Budi Hartawan, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi Dan Produktivitas, Kementerian Ketenagakerjaan, yang juga hadir membuka pelatihan di PT Sritex.

Program pengembangan keterampilan ini bertujuan untuk mendukung kebijakan dan sistem pengembangan keterampilan yang responsif, memperkuat kolaborasi industri-pelatihan vokasi, mempromosikan dan mengujicobakan pembelajaran digital dan jarak jauh, serta menciptakan sinergi antara pengembangan keterampilan dan kebijakan pasar kerja yang lain.

Program ini didukung oleh dua proyek pengembangan keterampilan, Industry Skills for Inclusive Growth Phase 2 (INSIGHT 2) yang didanai Pemerintah Jepang dan Unemployment Protection in Indonesia dan Quality Assistance for Workers Affected by Labour Adjustments (UNIQLO) yang didanai Fast Retailing Co. Ltd., 

“Kami senang bisa turut serta dalam kegiatan pelatihan soft skills dari ILO ini. Pelatihan soft skills dari ILO untuk pekerja pabrik garmen pastinya akan meningkatkan daya saing mereka di dunia kerja, saat ini dan masa depan,” kata Gita Nauli dari UNIQLO.

Wakil Presdir PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengaku bangga terpilih dalam pelatihan softskil pekerja garmen.

"Soft Skill sangat diperlukan. Bicara globalisasi tidak hanya domestik saja tapi juga ikut ketrampilan negara lain , soft skill bekal untuk bisa berkompetisi secara internasional, membentuk tenaga kerja profesional," ungkap Iwan Kurniawan.

Iwan Kurniawan berharap 50 pekerja pertama Sritex yang ikut pelatihan softskill ini bisa menyebarkan ketrampilan dan jadi panutan dalam profesionalisme kerja dengan karyawan lainnya.