- Agustina Wilujeng Siap Putus Tradisi Pemkot Semarang
- PMS Gelar Tradisi Ceng Beng, Ziarah ke Lima Makam Pahlawan Tionghoa di TMP Kusuma Bhakti Solo
- Lewat Sesaji Rewanda Goa Kreo, Wali Kota Semarang Ingatkan Jaga Alam Sekitar
Baca Juga
Tradisi sepasaran pernikahan masih dijumpai di wilayah Desa/Kelurahan di Kabupaten Blora. Idealnya sepasaran dilangsungkan lima hari setelah pernikahan.
Tradisi sepasaran ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur, selepas terselenggaranya acara pernikahan. Tradisi sepasaran ini juga menjadi mempererat tali silaturahmi.
Selain itu manfaat yang diperoleh dari tradisi ini ialah menambah kerukunan, berbagi dengan sesama, serta keberkahan hidup.
“Banyak makna dan manfaat dalam tradisi sepasar ini, di antaranya adalah mempererat tali silaturahmi, memperkenalkan pasangan baru kepada kerabat dan keluarga dekat,” kata Nyoto warga Desa Nglebur, Kecamatan Jiken yang melepas masa lajang putranya Senja Arifin, Rabu (16/10).
Dalam tradisi sepasaran manten, sebelumnya dilaksanakan kenduri yang dipimpin oleh tokoh adat sebagai bentuk rasa syukur atas karunia yang diberikan Tuhan dilanjutkan dengan makan bersama sebagai wujud kebersamaan dan gotong-royong.
“Rasa kebersamaan terasa begitu kental. Semangat membantu dan gotong-royong masyarakat ini ternyata masih dijumpai di zaman modern yang cenderung individual ini," katanya
"Mudah-mudahan semangat gotong-royong yang menjadi kekuatan utama pembangunan ini tidak mudah tergerus oleh ancaman budaya eksternal yang terus menggerogoti budaya luhur kita ini,” tambah Teguh, salah seorang peminat tradisi sepasaran manten Blora.
Ia menambahkan, pada saat ini pelaksanaan sepasaran manten biasa dilakukan langsung sehari setelah dilangsungkan pesta pernikahan, tidak perlu menunggu sampai dengan lima hari lagi.
Tujuannya yaitu agar kedua mempelai bisa cepat keluar rumah dengan bebas untuk bekerja dan tidak perlu merasa kawatir.
“Dalam sepasaran itu ada juga bedah kupat luar. Ini dilakukan sebagai simbol telah terpenuhinya ujar (janji, nadzar),” tambahnya.
Anyaman kupat luar berbeda dengan ketupat yang biasa dikonsumsi masyarakat pada umumnya. Ketupat luar berisi beras kuning dan beberapa receh uang logam.
Prosesi ngluwari ujar dilaksanakan dengan memegang ujung ketupat yang ada di masing-masing pojok. Melibatkan sesepuh desa atau seorang kyai serta orang tua yang bertugas melafalkan ijab qobul sebagai tanda pengesahan telah terpenuhinya janji tersebut.
Setelah ijab kabul selesai, merekapun menarik ujung ketupat hingga udhar (terurai) yang membuat beras kuning dan recehan uang logam pun tumpah. Dengan hal tersebut maka seseorang telah dianggap melunasi hutang janjinya.
Jika belum menepati janji yang telah terujar, maka orang tersebut masih dinilai memiliki ‘hutang’ yang belum terbayar. Ketupat luar terdiri atas dua bahan utama yaitu janur kuning sebagai simbol penolak bala dan beras simbol kemakmuran.
- Agustina Wilujeng Siap Putus Tradisi Pemkot Semarang
- Pemkab Blora Gelar Seminar Hari Kartini
- Blora Siap Dukung Ketahanan Pangan Nasional