Wali Kota Semarang Lakukan Evaluasi Tim Percepatan Penurunan Stunting

Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu akan melakukan evaluasi terhadap tim percepatan penurunan stunting (TPPS) terkait dengan angka stunting di Kota Semarang yang tidak banyak mengalami penurunan dan cenderung stagnan pada tahun 2023 ini.


Ita, sapaan akrabnya menyampaikan sesuai dengan data Dinas Kesehatan Kota Sematang pada bulan Februari 2023, angka stunting di Kota Semarang tercatat sebanyak 1.340 kasus.

Angka tersebut turun menjadi 1.297 kasus pada Maret 2023. Kemudian, pada April kembali mengalami penurunan menjadi 1.277.

Namun, pada Mei 2023 justru naik satu kasus menjadi 1.278 kasus. Selanjutnya, pada Juni 2023, angka kasus berada pada 1.270 kasus.  

Ita mengira penurunan kasus yang sangat sedikit ini dimungkinkan karena organisasi perangkat daerah (OPD) bersantai-santai karena pada tahun 2022 stunting sudah mengalami penurunan cukup signifikan. 

Ia bahkan terlihat geram saat mengetahui jumlah kasus yang tidak banyak mengalami penurunan alias stagnan pada semester pertama tahun 2023.

Padahal anggaran yang digelontorkan untuk penanganan stunting cukup besar yakni sekitar Rp 107 miliar untuk satu tahun.

Anggaran yang digelontorkan tersebut, lanjutnya, terbagi dibeberapa dinas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing.

Misalnya, Dinas Kesehatan mengintervensi kesehatan anak dan ibu hamil. Disdalduk memenuhi kebutuhan pemberian makanan tambahan. Sedangkan Disperkim memiliki kewenangan sanitasi.

"Anggaran Rp 8 miliar (satu bulan) hanya delapan yang turun (stuntingnya)? Makanya, saya evaluasi. Bener tidak satu bulan Rp 8 miliar. Jangan-jangan digunakan untuk lainnya bukan stunting," kata Ita, usai menjadi keynote speaker dalam rembuk stunting yang digelar Bappeda Kota Semarang, di Ruang Lokakrida lantai 8 Balai Kota Semarang, Selasa (18/7). 

Ita mengatakan tidak hanya angka stunting saja yang menjadi sorotan, angka ibu hamil yang memiliki kekurangan energi kronis (KEK) juga menjadi perhatian.

"Ibu hamil anemia, diintervensi kalau agak berat intervensi lima bulan. Kalau tidak berat dua bulan," tuturnya. 

Data Dinas Kesehatan pada Januari 2023, ibu hamil dengan KEK sebanyak 1.118 kasus.

Angka tersebut turun menjadi 990 kasus pada Februari. Pada Maret, angka juga mengalami penurunan menjadi 784 kasus.

Pada April, ibu hamil KEK tercatat sebanyak 648 kasus. Selanjutnya, pada Mei, ada 632 kasus dengan rincian 491 kasus lama dan 141 kasus baru. 

Ironisnya, pada Juni ini, ibu hamil KEK justru mengalami kenaikan menjadi 635 kasus dengan rincian 531 kasus lama dan 104 kasus baru. 

“Ada 800 orang anemia dibanding dengan penduduk 1,7juta jiwa, balita 1.200 kan tidak susah. Kenapa (stunting) hanya turun delapan? Bahkan, dua bulan lalu naik. Mestinya jadi warning," tegasnya. 

Adanya ego sektoral, terangnya, yang menjadi penyebab penurunan kasus stunting menjadi kurang maksimal.

Ia meminta harus ada evaluasi terkait kasus stunting dan ibu hamil KEK. Bahkan pada rapat tepra nanti, pihaknya ingin fokus membahas kasus stunting

"Saya harapkan nantinya ada evaluasi. Tepra nanti hanya ingin bahas stunting, titik. Saya akan bicara satu-satu," ujarnya. 

Dalam pengentasan stunting ini memang harus ada sejumlah pihak yang terlibat termasuk lurah, camat, tim pendamping keluarga, Bappeda, Dinkes, Disdalduk, dan lainnya.

Namun, selama ini, Ita menganggap mereka kurang bersinergi dalam penanganan penurunan stunting.

Ita berkomitmen untuk segera melakukan penanganan agar kasus stunting di Kota Semarang terus menurun.

Dia meminta, anggaran yang sudah disiapkan benar-benar dimanfaatkan untuk program penurunan stunting.

Bahkan Ita meminta ada data per kelurahan sehingga bisa diintervensi dengan lebih mudah.

Setiap kasus stunting juga harus tertulis secara medical report dengan nama dan alamat. 

"Misalnya, 1.200. Datanya by name by addres. Kita lihat kenapa dia stunting. Seperti contoh di Semarang Barat punya anak lima. Tiga stunting. Dua tidak. Ini coba eksplor lagi kenapa anak dua ini stunting. Harus ada track report," pungkasnya.