Asklin Jateng: Klinik Kesehatan Terancam Jika Distribusi Peserta JKN Timpang

Tidak sedikit klinik kesehatan swasta yang terdampak pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).


"Ada klinik yang jumlah pasiennya berkurang hingga tutup karena kekurangan biaya operasional," kata ketua Asosiasi Klinik Indonesia (Asklin) Jawa Tengah periode 2018-2021, dr Fuas Al Hamidy di Hotel Grasia, Sabtu (15/12/2018).

Hal itu diungkapkan di sela-sela acara Pelantikan dan Rapat Kerja Asklin Daerah Jawa Tengah.

Ia mengatakan tidak menyalahkan sistem JKN melalu BPJS Kesehatan tersebut.

Tapi hal yang paling krusial untuk keberlangsungan klinik swasta adalah masalah pendistribusian anggota BPJS.

Fuad berujar syarat minimal suatu klinik kesehatan swasta bisa hidup adalah memiliki minimal 5.000 peserta BPJS Kesehatan.

"Selama ini masih di bawah itu, hanya di kisaran 1.000 atau 2.000 orang," jelasnya.

Ia berujar harus ada redistribusi peserta BPJS Kesehatan agar merata.

Pemerataan tersebut bisa membuat pelayanan kesehatan menjadi lebih prima.

"Tidak mungkin kan peserta di satu puskesmas sampai 30 ribu hingga 40 ribu, pasti berpengaruh pada pelayanan," katanya.

Hal yang jadi ganjalan adalah ada aturan bahwa peserta BPJS Kesehatan kategori PBI atau Penerima Bantuan Iuran tidak boleh jadi peserta klinik swasta.

"Sama seperti puskesmas, Klinik kesehatan merupakan ujung tombak bpjs karena termasuk pelayanan primer," jelasnya.

Ketua panitia, dr Dodi Wicaksono berharap pemerintah bisa memberi solusi untuk redistribusi tersebut.

Saat ini jumlah klinik di bawah Asklon Jateng mencapai 500 unit.