Tradisi Tubo merupakan salah satu tradisi yang dilestarikan di Grobogan Jawa Tengah hingga saat ini, yakni ribuan warga mencari ikan bersama-sama di sebuah sungai yang membelah dua desa di Kedungjati Grobogan.
- Semaan Quran Awali Doa Bersama Jelang Datangnya Muharam
- Puasa Tak Jadi Hambatan, Warga Batang Ngabuburit Sambil Berlatih Untuk Lomba Dayung Tradisional
- Warga Karanganyar Padusan Jelang Ramadan, Wisata Air Diserbu Pengunjung
Baca Juga
Dua desa tersebut adalah Desa Ngombak dan Desa Karanglangu, Kecamatan Kedungjati Grobogan. Kultur lokal yang turun temurun dilakukan selama dua tahun sekali, tradisi itu dikenal dengan sebutan "Tradisi Tubo".
Dalam tradisi tersebut warga dari dua desa itu beramai-ramai terjun ke sungai Tuntang berarus deras yang membelah desa mereka. Sebelumnya, para tokoh masyarakat menggelar ritual doa berikut meracik racun ikan tradisional untuk disebar ke sungai.
Ramuan alami peninggalan leluhur itu lah yang kemudian digunakan untuk meracuni ikan di sungai. Racun khusus ikan itu dinamai Racun Tubo.
Tubo sendiri sebenarnya adalah kata lain dari Tuba. Tuba, dalam bahasa ilmiah disebut derris elliptica, merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai peracun ikan. Akar tanaman tuba ini memiliki kandungan rotenone, sejenis racun kuat untuk ikan dan serangga (insektisida).
Tumbuhan Tuba yang berpotensi sebagai biopestisida ini selain dijumpai hampir di seluruh wilayah di Indonesia juga terdapat di Bangladesh, Asia Tenggara, dan beberapa kepulauan di Pasifik.
Tuba merupakan tumbuhan berkayu memanjat (liana) dengan 7 – 15 pasang daun pada tiap rantingnya. Sifatnya membuat ikan kelabakan hingga tak tahan berada di dalam air.
Dalam tradisi Tubo, akar Tuba dioplos dengan ketela pohon dan hasil olahannya kemudian dicampur dengan air. Racun Tubo lantas dimasukkan ke dalam beberapa gentong dan belasan galon.
Setelah didoakan, beberapa warga menceburkan diri ke sungai untuk memecahkan gentong dan menumpahkan galon berisi racun Tubo itu ke tengah sungai.
Selang beberapa jam, ikan-ikan di sungai itu keracunan dan bermunculan ke permukaan air. Tanpa menunggu aba-aba ribuan orang yang telah lama menanti di pinggir sungai kemudian dengan suka cita menceburkan diri ke sungai untuk berebut ikan.
Ikan-ikan habitat air tawar yang telah keracunan itu menjadi sasaran tangkapan keroyokan para warga baik tua maupun muda. Ada yang menggunakan jaring, keranjang, dan tangan kosong untuk menangkap dan mengumpulkan ikan yang kelabakan itu.
Menarik dan seru, sepanjang kurang lebih tiga kilometer, warga mengular berbasah-basahan memenuhi sungai. Mereka tumpah ruah menyesaki sungai berkedalaman 40 meter itu untuk berebut ikan di sungai.
Praktis, tradisi Tubo ini menjadi wisata mendadak, warga dari berbagai penjuru daerah rela berdatangan untuk menyaksikannya.
"Sejak remaja saya dan teman-teman tongkrongan penasaran dan ingin melihat tradisi Tubo. Akhirnya kesampaian," kata Agung Tri Wibowo (42) warga Kota Semarang, Rabu (11/9).
Kepala Desa Ngombak, Heriyanto, mengatakan, sejatinya tradisi Tubo merupakan warisan nenek moyang yang sarat akan makna toleransi.
Tradisi Tubo erat hubungannya dengan kepercayaan warga akan sosok Kedhana dan Kedhini, yaitu Raden Sutejo dan Roro Musiah yang diyakini sebagai pendiri Desa Ngombak dan Desa Karanglangu.
Menurut mitologi, Kedhana dan Kedhini adalah saudara kandung. Mereka terpisah sewaktu keduanya masih kecil. Keduanya berkelana secara terpisah melewati hutan dan sungai, hingga akhirnya Kedhana berhenti dan menetap di suatu desa yang diberi nama dengan Desa Karanglangu. Sedangkan Kedhini berhenti dan menetap di suatu desa yang diberi nama desa Ngombak.
Singkat cerita setelah keduanya dewasa, mereka pun bertemu hingga saling jatuh cinta dan hampir menikah. Pernikahan itu akhirnya urung terjadi setelah terungkap bahwa mereka adalah kakak beradik yang telah lama terpisah.
"Ikan-ikan yang terkumpul akan dimasak beramai-ramai dan menjadi santapan warga. Menyatukan tali persaudaraan antara Desa Ngombak dan Desa Karanglangu. Itu sebagai bentuk toleransi antar warga yang berlangsung sejak dulu," terangnya.
- LPG Langka, Polda Jateng Waspada Penyalahgunaan Di Seluruh Kabupaten Dan Kota
- KAI Belum Perbaiki Lagi Jalur Rel Jakarta Surabaya Di Gubug
- Jalur Jakarta-Surabaya Selesai Perbaikan, Tapi KAI Terapkan Kembali Pengalihan Rute