Aroma memanasnya kontestasi Pilkada Jepara 2024 makin terasa. Sejumlah nama potensial yang mendaftarkan diri maju sebagai calon bupati (Capub) periode 2024-2029, kini berlomba mendongkrak elektabilitas mereka meraih simpati masyarakat kabupaten setempat.
- Datangi Sejumlah Tokoh Solo, Joko Suranto Crazy Rich Grobogan Siap Nyapres?
- Tinjau Vaksinasi Ibu Hamil di Pendopo Balai Kota DKI, Airlangga: Kita Juga Adakan di 10 Provinsi dan 11 Kota
- Desa Damai yang Diinisiasi Wahid Fondation Dilirik Negara ASEAN
Baca Juga
Tak hanya itu saja, sejumlah cabup dan cawabup ini rajin memoles diri dan menebar program unggulan mereka jika terpilih nanti dalam membangun kabupaten berjuluk Bumi Kartini yang lebih baik.
Fenomena berlomba mendongkrak elektabilitas atau kepopuleran sejumlah cabup dan cawabup ini, juga memantik reaksi akademisi untuk ikut bersuara.
Akademisi ini ikut menyoroti hasil survei Pandawa Research terkait Pilkada Jepara 2024, yang pemantauannya dilakukan sepanjang Juni lalu.
Dari hasil survei tersebut, Pandawa Research berhasil mengerucutkan tiga nama pilihan Cabup Jepara. Sedangkan tingkat dukungan paling tinggi diperoleh Witiarso Utomo sebanyak 22,2 persen. Selanjutnya peringkat kedua ditempati petahana Dian Kristiandi 21,3 persen dan KH. Nuruddin Amin 12,7 persen.
Dosen Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang, Niswa Adlina Labiba mengatakan, tinggi rendahnya suatu elektabilitas dalam ranah dunia politik dipengaruhi beberapa komponen, sesuai teori preferensi politik yang menaunginya.
Tiga terori preferensi politik yang dimaksud, kata Niswa, pertama yaitu rasionality, dilihat dari sudut pandang seberapa jauh masyarakat menginginkan perubahan.
"Hal ini bisa dilihat dari track record (rekam jejak) calon kepala daerah," ujar Niswa kepada RMOLjateng, Jumat (5/7).
Sedangkan preferensi kedua, imbuh Niswa, yakni aspek sosiologi bisa dilihat dari aspek latar belakang, kerekatan sosial, hingga kontribusi masyarakat.
Kemudian preferensi ketiga, lanjut Niswa, bagaimana secara psikologis calon kepala daerah membawakan diri sebagai seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan dan mengayomi.
"Ketiga aspek ini menjadi hal utama untuk menilai seberapa tinggi elektabilitas calon pemimpin di mata masyarakat," terang Niswa.
Jika melihat data dari Pandawa Research, Niswa menilai bahwa Bacabup Witiarso Utomo telah memenuhi 3 aspek preferensi politik. Nama pendatang baru yang bersiap berebut kursi Bupati Jepara ini, juga lebih unggul dalam faktor alasan memilih.
“Diantaranya lebih kenal, kepribadiannya baik, ramah menyenangkan, ikut pilihan tokoh, sering terlihat, visi dan misi disukai, menginginkan perubahan, kesamaan latar belakang dan ikut dalam kontribusi barang,” paparnya.
Bahkan jika dilihat lebih dalam dari berbagai faktor, sambung Niswa, determinasi Witiarso Utomo begitu tinggi. Karena keinginan masyarakat melakukan perubahan, keterlibatan sosial dan secara aspek psikologis lebih digemari masyarakat.
“Nah berdasarkan data yang ada, maka Witiarso Utomo dinilai lebih unggul serta dominan berdasarkan multi factor,” tukas dosen berparas cantik ini.
Niswa menambahkan, keunggulan yang diraih Witiarso juga diperkuat sikap politik masyarakat Jepara. Berdasarkan hasil riset dari Pandawa Research, dimana aspek “menerima pemberian uang dari cabup, namun tetap memilih sesuai hati nurani” berada pada presentase 51,7 persen.
Padahal dalam studi politik, Niswa menambahkan, terdapat banyak fenomena patologi politik sebagai faktor eksternal pemenangan calon pemimpin.
“Seperti money politic, serangan fajar, hingga gratifikasi yang bisa mempengaruhi pilihan,” ungkap Niswa.
Namun berdasarkan data Pandawa Research, kata Niswa, masyarakat Jepara tetap memilih sesuai hati nurani mereka saat Pilkada 27 November 2024.
"Hal ini berarti masyarakat Jepara mulai melek (paham) politik. Maka tiga preferensi di atas tidak akan jauh berubah," cetus Niswa.
Akademisi cantik yang juga asli Kabupaten Jepara ini menilai, tingginya survei Witiarso Utomo tidak lepas dari peran relawan. Para relawan telah membantu mengenalkan program kerja dan sosok Witiarso hingga tingkat paling bawah.
“Faktor gerakan relawan juga menjadi penting, karena pendatang baru butuh simpul - simpul dukungan untuk merangkul semua. Terutama di daerah yang penetrasi masih rendah, tanpa mengurangi intensitas basis massa yang sudah kuat," tambahnya.
Di konfirmasi terpisah, pakar praktisi komunikasi publik dari Kindi PR and Strategic Communication, Irwan Saputra juga tertarik mengomentari kalahnya petahana di survei Pandawa Research.
Irwan menilai kekalahan petahana karena factor komunikasi politik yang belum efektif. Jarak persentase yang tipis antara petahana kepala daerah dan kandidat baru, karena komunikasi politik ke grassroot belum efektif.
“Komunikasi politik baik melalui media, ataupun sosial media lainnya belum efektif, sehingga menyebabkan elektabilitasnya sebagai petahana belum bisa jauh melampaui kandidat baru," tukasnya.
- Hadirkan Seribu Warung Kopi Bolone Guse, Strategi Gus Nung Serap Aspirasi Warga Jepara
- MyUMKM Hadir Promosikan 80.900 Produk UMKM Bumi Kartini Jepara
- Peras Kades Puluhan Juta, Oknum Pegiat Anti Korupsi di Jepara Diringkus Polisi