Hoax Produk Komunikasi Politik Yang Bisa Ciptakan Perpecahan

Komunikasi politik pada pemilu 2019 sangat rentan dengan hoax. Selain tidak menghasilkan pemilu yang berkualitas juga bisa menimbulkan perpecahan.


Seperti diungkapkan Prof Dr Henri Subiakto, Staf Ahli Bidang Hukum Kementerian Kominfo, salah satu pembicara seminar Komunikasi Politik di Era Digital yang digelar Univet Bantara Sukoharjo, di Hotel Brother Sukoharjo, Kamis (13/12).

"Ciri hoax adalah menimbulkan kebencian dan kekuatiran yang kemudian memunculkan sensitivitas dan aksi. Hal tersebut saat ini sedang terjadi dalam masyarakat Indonesia yang sedang menghadapi proses pemilu. Bila tidak ditanggapi dengan bijak bisa menimbulkan perpecahan," imbuhnya.

Seminar nasional dengan tema Komunikasi Politik di Era Digital sengaja dipilih Univet Bantara Sukoharjo dalam menghadapi pemilu 2019.

"Temanya sangat pas menjelang tahun politik. Kontribusinya cukup diperlukan. Ada variasi narasumber dari akademisi, asosiasi dan praktisi," tandas Rektor Univet Bantara Sukoharjo, Prof Ali Mursyid.

Politisi PKB Drs Mohamad Toha memandang komunikasi politik yang baik saat ini dibutuhkan untuk generasi milenial. Apalagi melihat sejarah pada pemilu 2014 banyak pemilih pemula yang tidak menggunakan haknya alias golput.

"Generasi milenial yang harus mendapat perhatian lebih untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam pemilu. Dan mereka pula yang mendapat paparan hoax paling besar, harus diberikan model komunikasi politik yang pas untuk mereka," kata Moh Toha, yang juga anggota DPRRI.

Salah satu strategi yang disarankan dengan menyampaikan sisi positif pemilu, yakni pemilu yang memberi manfaat baik ilmu pengetahuan, ekonomi, masa depan.

"Generasi muda saat ini butuh yang praktis. Kita sampaikan saja bagaimana pemilu itu memberi banyak manfaat, khususnya untuk masa depan," tandasnya.