- Ditingggalkan PKB, Kini Koalisi Kebersamaan Bertambah Partai Gerindra
- ReJo Muda Garap Pemilih Milenial Dukung Jokowi
- Pengamanan Logistik Pemilihan Umum 2024 di Semarang
Baca Juga
Orasi politik Zulkifli Hasan saat berpidato di hadapan ratusan peserta Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Selasa (19/12) menuai kecaman dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Dalam pidato dianggap bermasalah itu, Zulkifli Hasan menyebut, belakangan ini saat salat tak terdengar pelafalan 'amin' setelah imam salat membaca Alfatihah.
"Sini aman, Jakarta tidak ada masalah, yang jauh-jauh ada lo yang berubah. Jadi kalau Salat Magrib baca Alfatihah 'waladholim', ada yang diam sekarang Pak. Ada yang diam sekarang, banyak, saking cintanya sama Pak Prabowo itu," kata Zulhas tercata sebagai Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) dalam sambutanya saat itu.
Ketua Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Provinsi DKI Jakarta, Reiza Patters mengecam keras pernyataan Zulkifli Hasan saat berpidato di hadapan ratusan peserta Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang.
Menurut Reiza, sebagai seorang ketua umum partai dan beragama Islam, tidak sepantasnya Zulhas berkata seperti itu hanya untuk mengkampanyekan Prabowo di depan orang banyak.
"Ada dua hal yang patut dikecam keras dari tindakan itu. Yang pertama soal membawa syariat salat untuk dijadikan bahan candaan hanya untuk kampanye politik. Yang kedua, dia hadir dan berbicara sebagai seorang menteri aktif yang tidak sepantasnya dia berkampanye politik dengan posisi itu. Ini bukan sekedar masalah etika, tapi sudah menunjukkan rendahnya moral dan kewarasannya dalam berpolitik," tegas Reiza saat dikonfirmasi RMOL Jateng, Rabu (20/12).
Dalam orasi di Semarang viral di YouTube, Zulhas juga mengatakan, bukan hanya jamaah diam setelah imam membaca surah Alfatihah, kini juga ada perubahan saat tasyahud.
"Itu kalau takhiyatul akhir awalnya gini nunjuk satu jari, sekarang jadi gini nunjuk dua jari," ujar dia.
Reiza mengatakan, tindakan tersebut sudah bisa dianggap sebagai penistaan karena melakukan pembodohan publik.
"Seolah ada pembenaran atas perilaku tersebut dari seorang menteri negara yang seperti upaya membelokkan syariat Islam tentang salat. Hanya demi kampanye politik, dia menggadaikan kewarasan berpikir dengan alasan bercanda," tegas Reiza.
Reiza mengingatkan, kalau Komikus di Lampung bisa ditangkap karena dianggap melakukan penistaan. Kejadian inipun harusnya bisa segera dilakukan pengusutan dan kalau terbukti melakukan penistaan, harus diambil tindakan tegas oleh aparat.
"Kepolisian harus bisa menunjukkan ketegasan dalam menegakkan hukum. Tidak tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Itu kalau kepolisian ingin memperbaiki citranya selama ini," pungkasnya.
Reiza menilai kelompok koalisi pendukung Prabowo Gibran memang bermasalah dengan soal etika dan kepatutan sejak awal. Halini diperkuat dengan keputusan presiden bahwa menteri dan wali kota tidak perlu mundur jika menjadi calon presiden atau wakil presiden.
"Ya kelompok mereka memang penuh dengan masalah etika dan kepatutan sejak awal. Mulai dari putusan MK yang mengubah aturan UU soal persyaratan umur paslon yang terbukti melanggar etika berat," kata Reiza.
Dia mengatakan, keputusan presiden yang justru menjadi dasar konflik kepentingan pejabat publik dalam kontestasi dan kampanye politik, perilaku bullying Prabowo dalam debat dan pernyataan soal ‘Ndasmu Etik’, perilaku Gibran mengompori pendukung dalam debat, hingga pernyataan dan perilaku kampanye Zulkifli Hasan berkampanye dalam kapasitas sebagai menteri negara.
"Saya rasa, rakyat sudah sangat muak melihat perilaku tidak patut itu yang dipertontonkan secara terbuka oleh mereka dan bisa berpengaruh pada elektabilitas paslon yang mereka dukung," jelas Reiza.
- Ribuan Kader Bakal Banjiri Stadion Guna Konsolidasi Pemenangan PDIP
- Satu Kursi PDIP di DPRD Batang Kosong 4 Bulan
- Belum Tentukan Sikap, Koalisi Kebersamaan Terganjal Dinamika Politik