- Kurikulum Berbasis Cinta, Siapkan Generasi Emas dari Madrasah
- Wandik Blora Rekomendasi Perpisahan Sekolah dan Karya Wisata Berbasis Kurikulum Merdeka, Tanpa Memberatkan Orang Tua
- Pemkot Pekalongan Siap Terapkan Kurikulum Coding
Baca Juga
Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dengan tingginya angka kecelakan lalu lintas. Ribuan nyawa melayang di jalan raya. Ironisnya, mengacu pada data Korlantas Polri (2024), kecelakaan lalu lintas, didominasi usia muda dan produktif.
Untuk usia terbanyak 6 – 25 tahun (pelajar/mahasiswa) sebanyak 39,48 persen. Kelompok usia produktif 25 – 55 tahun sebesar 39,26 persen. Sedangkan, jenis moda transportasi yang terlibat, sepeda motor 76,96 persen, truk 10,53 persen dan kendaraan umum 8,43 persen.
Data itu bersumber dari jumlah kecelakaan yang terjadi pada tahun 2020 hingga 2024. Dimana, tren kecelakaan dari tahun ke tahun menunjukkan tahun 2020 ada 101.496 kejadian, tahun 2021 ada 105.860 kejadian (naik 4,3 persen).
Kemudian, tahun 2022 ada 139.422 kejadian (31,7 persen), tahun 2023 ada 150.491 kejadian (naik 7,9 persen) dan tahun 2024 ada 145.599 kejadian (turun 3,2 persen).
Menyikapi hal ini, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata yang juga Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menilai, perlunya pendidikan berkeselamatan berlalu lintas penting dilakukan sejak dini untuk membentuk generasi pengguna jalan dan pengendara yang disiplin dan bertanggung jawab.
"Pendidikan Keselamatan Bertransportasi bertujuan untuk mencegah, menghindari, atau menanggulangi risiko cedera dan kecelakaan. Pendidikan ini dapat dilakukan secara berkelanjutan, terutama pada usia dini, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Meningkatkan masyarakat akan keselamatan berlalu lintas. Indonesia merupakan negara kepulauan, jadi tidak hanya keselamatan di jalan raya, namun keselamatan di perairan," beber Djoko, Minggu (12/1).
Djoko pun mencontohkan, pada tahun 1970-an, Jepang pernah menjadi satu negara dengan angka kecelakaan cukup tinggi. Namun, melalui pendidikan yang efektif, Jepang berhasil membangun budaya keselamatan berlalu lintas, sehingga angka kecelakaannya sangat rendah hingga sekarang.
Di Jepang, kata Djoko lagi, pendidikan keselamatan lalu lintas harus diberikan kepada dan diterima oleh tidak hanya oleh pesepeda dan lansia, tetapi juga semua orang. Hasilnya dalam kurun waktu 33 tahun, yakni di tahun 2003 menurun drastis 'hanya' 8.632 meninggal dunia (turun 50,34 persen).
"Kampanye mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas dilakukan secara masif, dan tahun 2009 jumlah kematian di jalan berkurang dari 5.000 kejadian. Selain itu, angka kecelakaan setiap tahunnya juga mengalami penurunan," paparnya.
Terbukti pada tahun 2020 kecelakaan kendaraan darat di Jepang menewaskan 2.839 orang, memecahkan rekor terendah selama empat tahun berturut-turut.
Mengacu pada Jepang, Djoko menilai, Indonesia tidak terlambat untuk memasukkan kurikulum Pendidikan Keselamatan Berlalu Lintas dalam kurikulum pendidikan.
Adanya kurikulum pendidikan keselamatan berlalu lintas adalah untuk membangun kesadaran dan etika berlalu lintas sejak dini.
"PT Jasa Raharja bersama Korp Lalu Lintas (Korlantas) Polri bisa bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengintegrasikan Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas ke dalam kurikulum pembelajaran mulai dai tingkat sekolah dasar hingga menengah ke atas," imbuhnya.
Dengan demikian, diharapkan generasi muda dapat memahami dan menghargai pentingnya keselamatan di jalan.
Kurikulum keselamatan berlalu lintas dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam kepada siswa sekolah dasar hingga menengah atas.
"Tujuan akhirnya adalah untuk membangun generasi sadar keselamatan berlalu lintas sejak dini, sebagai langkah awal menuju Indonesia Emas 2045," tandas Djoko.
- Patahan Jalur Trangkil-Unnes Akibatkan Kecelakaan
- Pejalan Kaki di Grobogan Tewas Tertemper KA Argo Bromo Anggrek
- Bantu Korban Kecelakaan, Polisi di Kebumen Amankan Uang Rp60 Juta untuk Beli Sapi