Infeksius dan Berbahaya, Penanganan Limbah Medis Covid-19 Harus Ditangani secara Hati-hati

Pandemi Covid-19 tidak hanya menyebabkan banyak orang terinfeksi, namun juga menghasilkan limbah medis yang tergolong bahan beracun dan berbahaya.


Edward Nixon Pakpahan dari Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menuturkan, setiap hal yang bersentuhan dengan pengidap Covid-19 harus dianggap sebagai benda infeksius. 

"Maka dari itu, harus dimusnahkan, dibakar," kata Edward, dalam Pelatihan Penguatan Gerakan Pramuka, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), dan Pusat Informasi Nasional Gerakan Pramuka, pada Sabtu (28/8). 

Hadir pula, Tenaga Ahli Menteri Kominfo Donny Budi Utoyo dan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Kwarda DKI Jakarta Isnawa Adji. Selain soal limbah, pelatihan itu juga membahas penyebaran disinformasi  di masa pandemi.

Edward mengatakan, ada kenaikan limbah medis hingga 30 persen per hari selama pandemi berlangsung. Sebelum pandemi, rata-rata dihasilkan 400 ton limbah medis per hari. "Jadi selama pandemi ini, limbah medis meningkat menjadi 520 ton per harinya," ungkapnya.

Untuk penanganannya, Kementerian LHK membangun insenerator di berbagai daerah sejak tahun lalu. Pembangunan berbagai insinerator tambahan itu bisa memusnahkan total 150 ton limbah medis per hari.

"Covid-19 ini berbahaya, semua yang terkait harus ditangani serius. Masker, sekalipun tidak dipakai orang terpapar, harus ditangani dengan baik," kata Edward.

Masker menjadi salah satu sumber limbah medis paling banyak. Sebab, masker tidak hanya dipakai di lingkungan yang ada pengidap Covid-19. "Kami berharap kawan-kawan Pramuka bisa ikut membantu menyosialisasikan cara penanganan masker yang aman," imbuhnya.

Masker yang sudah dipakai, kata dia,  wajib dipotong dan disemprot dengan cairan disinfeksi. Setelah itu, baru dikemas secara aman sebelum dibawa ke tempat pemusnahan. Sebab, semua limbah medis harus dimusnahkan.

Tenaga Ahli Menteri Kominfo Donny Budi Utoyo, menuturkan, selain penanganan limbah medis, masalah yang harus ditangani di masa pandemi adalah disinformasi. Selama pandemi, hampir 2.000 kabar hoaks beredar. Kabar palsu itu beredar luas ke berbagai lapisan masyarakat. 

"Pramuka bisa membantu memberantasnya. Jika ada berita yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, jangan disebar ke orang lain dengan alasan bertanya atau mengonfirmasi," ujar Donny.

Ia mengajak anggota Pramuka dan masyarakat luas rutin memeriksa covid19.go.id untuk mengetahui informasi terpercaya soal Covid-19.

 

"Hoax sangat berbahaya. Banyak yang menjadi korban gara-gara percaya hoax," ujarnya.

Setiap kabar palsu atau hoaks bisa menyebar hingga ke ribuan orang. Untukitu, setiap orang bisa terlibat memutus penyebarannya dengan memeriksa setiap informasi yang diterima. 

"Kini, semakin banyak tempat untuk memeriksa informasi terpercaya terkait Covid-19, sehingga kita tak perlu menjadi korban hoaks ataupun sengaja menyebarkannya," pungkas Donny.